“Membenahi persoalan hukum harus diperbaiki sistem hukumnya yang dimulai dengan legal struktur, legal culture. Penghargaan terhadap HAM juga harus diperhatikan.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kepastian hukum bisa ditegakkan jika ada keadilan. Demikian juga terkait ekonomi yang menyangkut kesejahteraan, HAM dan kondisi sosial akan kondusif, dan bermanfaat jika dalam satu masyarakat atau negara terdapat keadilan.
Pandangan tersebut disampaikan Kaspudin Nor, Wakil Rektor (Warek) III Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta, saat menjadi narasumber dalam Dialog Refleksi Ilmiah Akhir Tahun “Bidang Hukum, HAM, Ekonomi, Sosial Dalam Harapan dan Kenyataan” yang digelar di UIC Jakarta, Kamis (30/12/2021).
Kaspudin Nor yang juga Ketua Umum Lembaga Aspirasi Nasional dan Analisis Strategis (Landas) Indonesia mengaku sependapat dengan Rektor UIC Jakarta, Prof. Dr. Musni Umar, SH, Ph.D, dan narasumber lainnya dalam menyoroti permasalahan yang ada di Indonesia terkait hukum, HAM, ekonomi dan sosial.
“Dalam bidang ekonomi sebagaimana tertuang dalam UUD RI Tahun 1945 bahwa salah satu dari tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, oleh karena dalam amanah tersebut, negara wajib melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” kata Kaspudin, yang juga Ketua Umum Lembaga Aspirasi Nasional Dan Analisis Strategis (Landas) Indonesia.
Menurut Kaspudin, pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut bukan untuk satu golongan tertentu. Demikian juga dalam penegakan hukum di masyarakat, tidak membeda-bedakan, semua orang sama kedudukannya di muka hukum (equality before the law).
“Jika hukum dibeda-bedakan, bukan hanya akan terusiknya rasa keadilan, tapi juga terjadi pelanggaran HAM dan efeknya akan terjadi gejolak sosial dan terganggunya pertumbuhan ekonomi karena investor tidak tertarik menanamkan modal ke Indonesia maka terciptanya suatu kondisi sosial yang tidak kondusif,” ungkap Wakil Sekretaris Hukum dan Hak Azasi Manusia DPP Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Ia menuturkan, rasa keadilan sesuai harapan masyarakat perlu juga melihat perkembangan hukum yang hidup di masyarakat (living law), baik itu dalam hal penegakan hukumnya maupun terhadap produk perundang-undangan dan segala peraturannya akan tetapi aparat penegak hukum.
“Juga perlu adanya pembinaan akhlak dan etika agar tumbuhnya budaya malu, santun dan tidak melakukan perbuatan curang bahkan tidak melakukan tindakan kekerasan dalam menyelesaikan suatu permasalahan, begitu juga pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya, sehingga terwujud suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” ujar Kaspudin yang saat ini sedang menyelesaikan disertasi untuk meraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan di Universitas Satyagama.
“Oleh karenanya lembaga etika maupun akhlak menurut saya harus ditumbuhkan dan disosialisasikan agar publik memahami dan mentaatinya,” sambung Kaspudin, yang juga alumni S-1 UIC Jakarta.
Dalam dialog ilmiahnya, ia juga mengambil pemikiran sosok Ibnu Chaldun, seorang pemikir Islam terkemuka yang menyatakan bahwa manusia itu dapat digolongkan pada suatu dinamika dan kelompok.
“Ada masyarakat jahiliah, pedesaan, dan masyarakat kota, hal inilah yang dapat mempengaruhi peradaban, oleh karena akhlak dan moralitas suatu bangsa akan terukur pada budaya yang ada di masyarakat melalui akalnya dan akhlaqnya yang membedakan manusia sebagai mahluk Tuhan,” papar anggota Komisi Pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini.
“Oleh karenanya, lanjutnya, manusia jangan hanya memikirkan makan dan minum serta kebutuhan seks, tetapi suatu mahluk yang punya peradaban ilmu dan ahklaq yang baik,” tambah Komisioner Komisi Kejaksaan periode periode 2011 – 2015 itu.
Soal hukum dan HAM, Kaspudin sependapat dengan Prof. Dr Anshari Ritonga, yang juga selaku keynote speaker dalam acara dialog tersebut. Menurutnya, tujuan hukum adalah selain kepastian hukum juga keadilan dan kemanfaatan yang didasari oleh keadilan.
“Membenahi permasalahan hukum harus dibenahi juga diawali dengan lembaga-lembaga negara dalam bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif, karena terkait tugas keadilan adalah tugas lembaga tersebut yang membuat produk undang-undang dan peraturan serta lembaga pelaksana dan penegakan hukum, sehingga tugas sebuah organisasi negara didalamnya adalah pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi mengelola negara,” paparnya.
Masih menurut Kaspudin, salah satu tugas pemerintah adalah melayani keadilan. Dalam teori pemerintahan F. Strong yang dimaksud pemerintah juga adalah ketiga lembaga tersebut.
Demikian juga sebagaimana pandangan ahli hukum Lawren M Friedman, yaitu ada tiga unsur atau komponen dalam sistem hukum (three elemens of legal system), yaitu komponen struktur, komponen subtansi dan komponen kultur.
“Membenahi persoalan hukum harus diperbaiki sistem hukumnya yang dimulai dengan legal struktur, legal culture. Penghargaan terhadap HAM juga harus diperhatikan,” tegas Kaspudin, yang juga menjabat anggota Dewan Kehormatan DPP Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) yang bertugas mengawasi Kehormatan Advokat dalam menjaga Kode Etik Advokat.
Adapun dialog ini diselenggarakan UIC Jakarta bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIC Jakarta, LPPM, IKA Alumni UIC, dan Landas Indonesia.
Hadir narasumber lainnya yakni Rektor UIC Jakarta Prof.Dr. Musni Umar, SH,. M.Si, P.h.D, Dekan Fisip Dr. Abbas Thaha, Dekan FE Dr. Ir Atifah Thaha, M.Sc, Presiden BEM UIC Muksin Mahu.
Sementara itu, narasumber Prof. Dr. Bambang Saputra, SH,. MH,. Ketua Dewan Pakar Landas Indonesia dan Ketua Umum YPPIC H. Edy Haryanto, SH,. MH berhalangan dikarenakan sakit.
Semua yang hadir mulai dari para mahasiswa, pengurus BEM, Dosen, alumni dan tamu undangan lainnya tampak antusias dan aktif berdiskusi.(um)