BADUNG, SUDUTPANDANG.ID – Gonjang ganjing “kebocoran” kas Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, kian hari makin rumit. Kasus mengemuka saat ada nasabah yang ingin menarik dananya, namun tidak bisa ditarik. Ini menjadi awal dari terbongkarnya kasus yang ramai diperbincangkan publik.
Diduga sekitar Rp 30 Miliar menjadi tak jelas di kas LPD Gulingan yang berbuntut adanya audit dan menemukan banyaknya kejanggalan. Sejak tahun 2009 hingga 2020 tercatat sekitar Rp 30 Miliar raib. Baik banyaknya kredit macet hingga kredit fiktif menjadi alasan dugaan adanya perbuatan melanggar hukum.
Ketua LPD menjadi bulan-bulanan, sehingga berbuntut pemberhentian. Selain proses hukum positif di Polres Badung, sanksi adat juga dijatuhkan terhadap Ketua LPD yang diberhentikan.
Kasus inipun tak pelak diberlakukan kepada ahli waris dari almarhum Bendesa. Ini menjadi persoalan tersendiri. Pasalnya, penggunaan anggaran yang tidak jelas dikaitkan dengan ahli waris dari Bendesa yang telah tiada.
“Kami keberatan dengan sanksi adat yang di jatuhkan kepada klien kami. Sebab klien kami hanyalah ahli waris serta apa yang menjadi pokok permasalahan belumlah benar secara hukum atas tuduhan terhadap ayah dari klien kami yang sudah almarhum,” ungkap Bayu, selaku kuasa hukum dari ahli waris I Nyoman Gede Sri Hartawan, kepada Sudutpandang.id, Jumat (28/1/2022).
“Kami sudah meminta bukti-bukti adanya kesalahan dari ayah klien kami, tapi pihak desa dan LPD tidak bisa menunjukan, bahkan kami telah melakukan somasi kedua kali, namun hingga kini tidak mendapat respon,” sambung Jaya, yang juga tim dari Mandala Advokat kuasa hukum ahli waris.
Ia mengungkapkan, kasus ini sebenarnya perdata dan sedang berjalan dalam proses hukum positif di Polres Badung. Masih dalam penyidikan, sehingga praduga tak bersalah harus kedepankan sebelum ada keputusan hukum tetap.
“Kasus yang tengah disidik oleh Polres Badung harusnya dihormati bukan dengan semena-mena melakukan sanksi adat. Sebab hukum adat harusnya berada di bawah hukum positif,” ujar pengacara bernama lengkap I Putu Gede Bayu Priyatna.
“Ini adalah preseden buruk dalam penegakan hukum di tanah Bali, dan tidak bisa dibiarkan, kami selaku tim lawyers telah meminta Majelis Desa Adat (MDA) serta PHDI untuk meluruskan masalah ini, dengan mencabut sanksi adat yang dikenakan terhadap klien kami,” tambah kedua advokat muda tersebut.
Kedua Advokat asli Bali ini berharap semua ini bisa diselesaikan secara baik-baik. Tapi tak menutup kemungkinan apabila dianggap perlu akan melakukan upaya hukum.
“Sebenarnya kami telah bersurat dan bertanya apa yang menjadi alasan klien kami dijatuhkan sanksi adat, tetapi tidak mendapat respon. Ini menjadi pertanyaan besar buat kami selaku penasehat hukum, upaya somasi yang kami lakukan hingga dua kali tidak mendapat respon dari LPD, kalau memang ada utang piutang asalkan dapat dibuktikan, maka klien kami sudah menyatakan kesiapan serta kesanggupan untuk menyelesaikan,” ungkapnya.
Itikad Baik
“Apa yang kami lakukan adalah itikad baik dari klien kami, tapi bila tidak ada respon ataupun bukti-bukti yang jelas adanya keterlibatan almarhum ayah dari klien kami, bagaimana kami harus selesaikan,” tanya Bayu dan Jaya.
Keduanya juga mengungkapkan, kasus yang tengah berproses tersebut telah mendapatkan sanksi adat dan sangat berpengaruh pada keluarga I Nyoman Gede Sri Hartawan.
“Adanya sanksi tersebut, di rumah klien kami telah terpasang papan dalam pengawasan Desa Adat. Sedangkan lahan tersebut tidak pernah dijadikan jaminan di LPD,” ungkapnya.
Sementara, pihak Polres Badung melalui Kasie Humas Iptu I Ketut Sudana membenarkan adanya kasus tersebut. Namun perkara masih dalam proses penyidikan, sehingga belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut.
Sedangkan dari pihak Desa Adat Gulingan belum dapat dikonfirmasi terkait sanksi adat tersebut.(one)