Kemal H Simanjuntak: Amnesti, Abolisi dan Gatal-gatal Politik

Amnesti
Dr. Kemal H Simanjuntak adalah Konsultan Manajemen | GRC Expert | Asesor LSP Tatakelola, Risiko, Kepatuhan (TRK). 

“Jangan cepat lega. Politik kita sering bukan soal siapa benar, tapi siapa yang berhasil mengatur narasi. Amnesti bisa tampak seperti cahaya moral, tapi di baliknya bisa tersembunyi kabel-kabel pengendali”

Oleh: Dr. Kemal H Simanjuntak.MBA

Jangan dulu tepuk tangan. Pemberian amnesti kepada HK dan abolisi terhadap TL oleh Presiden Prabowo bisa jadi terdengar seperti lagu damai, tapi siapa tahu itu cuma intro dari simfoni yang lebih manipulatif. Ini bukan sekadar aksi mulia negara mengampuni anak-anak nakal politik, tapi bisa saja strategi catur kekuasaan. Tenang, ini bukan teori konspirasi ini ilmu membaca gestur politik sambil ngopi sore.

Kita tahu, amnesti bukan hal baru di panggung republik. Habibie pernah kasih ke Sri Bintang Pamungkas. Apa hasilnya? Aktivis galak itu berubah jadi agak kalem. Apakah karena sadar atau karena sudah masuk orbit kekuasaan? Nah, di situ letak “Kehalusan” teknik ini. Kartu rekonsiliasi ini sering kali bukan demi rakyat, tapi demi menenangkan konflik elit, memperpanjang umur koalisi, dan… yah, sekalian meredam suara-suara sumbang yang bikin susah tidur di istana.

BACA JUGA  Tak Punya Kapasitas Kritik Pertahanan, TKN sebut Anies Jago Pidato

Prabowo, sang jenderal yang kini menjelma negarawan, tampaknya mengayunkan tongkat gembala. Tapi jangan lupakan: domba yang terlalu jinak kadang jadi korban pertama serigala. Amnesti dan abolisi, bila diberikan selektif dan penuh motif terselubung, bisa membuat oposisi tercerai-berai. “Dulu lawan, sekarang temannya siapa?” Jadi bahan bisik-bisik di warung kopi oposisi.

Apakah ini bentuk kedewasaan demokrasi, atau manipulasi berkedok bijaksana? Bisa dua-duanya. Tapi mari kita jujur: ini bukan keajaiban hukum, ini keahlian politik.

Seolah-olah, pemerintah bilang: “Lihat kami, pemaaf dan terbuka.” Padahal yang mereka inginkan bisa jadi bukan keadilan, melainkan ketenangan politik… versi kosmetik. Sementara di akar rumput, ekonomi lagi megap-megap, ketimpangan masih tajam, dan rakyat makin jago membaca gerak-gerik elite meski sinyal internetnya kadang lemot.

BACA JUGA  OC Kaligis: Masihkah NKRI Negara Hukum?

Yang lucu, dalam suasana ‘rekonsiliasi nasional’ ini, justru muncul rasa ‘gatal-gatal’ politik di tubuh para loyalis Jokowi dan teman-temannya. “Lho, kok mereka yang dulu galak malah dimaafkan?” Sementara sebagian kubu Banteng dan Anies justru bingung: ini pertolongan atau jebakan? Alih-alih konsolidasi, yang muncul malah kegamangan. Oposisi bisa terpecah, rasa saling percaya bisa melemah. Bahkan, saling tuduh “sudah dibeli”, “sudah dinego,” “sudah masuk angin”.

Jadi, jangan cepat lega. Politik kita sering bukan soal siapa benar, tapi siapa yang berhasil mengatur narasi. Amnesti bisa tampak seperti cahaya moral, tapi di baliknya bisa tersembunyi kabel-kabel pengendali.

Hukum, jika digunakan selektif, bukan alat keadilan. Ia menjadi palu yang menghantam lawan dan menyentuh kawan dengan sarung beludru. Maka, kita harus lebih waspada. Kalau tidak, kita hanya akan jadi penonton dalam pertunjukan elite yang menyamar jadi panggung rekonsiliasi.

BACA JUGA  C1 E-Court Menuju Pemilu Jurdil Berbiaya Murah

Dan siapa tahu, episode berikutnya adalah: “Reuni Nasional, tapi yang hadir cuma elit dan geng lamanya.”

Penulis Dr. Kemal H Simanjuntak adalah Konsultan Manajemen | GRC Expert | Asesor LSP Tatakelola, Risiko, Kepatuhan (TRK).