JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Belum adanya perbaikan layanan secara signifikan pada fase pemberangkatan jamaah haji ke Madinah, Arab Saudi membuat Kementerian Agama (Kemenag) menilai manajemen Garuda Indonesia gagal dalam memberikan layanan terbaik kepada jamaah, yang sudah berlangsung sejak 12 Mei 2024.
“Kami mencatat banyak persoalan yang terjadi dalam sepekan terakhir penerbangan jamaah haji Indonesia. Kami melihat performa Garuda Indonesia tahun (2024) ini sangat buruk. Kami sudah sampaikan teguran tertulis, tapi belum ada perbaikan signifikan,” demikian ditegaskan Juru Bicara Kemenag, Anna Hasbie dalam taklimat media yang dikuti di Jakarta, Kamis (22/5/2024).
Masih terjadinya sejumlah persoalan penerbangan Garuda Indonesia pada fase pemberangkatan jamaah haji ke Madinah, yang kemudian diberikan teguran tertulis yang sudah dilayangkan pada 16 Mei, Kemenag merasa belum ada perbaikan layanan secara signifikan.
“Kami melihat manajemen Garuda Indonesia gagal dalam memberikan layanan terbaik untuk jamaah haji,” tambahnya.
Ia menjelaskan Kemenag mencatat ada sejumlah persoalan pada penerbangan jamaah haji Indonesia yang sudah berlangsung sejak 12 Mei 2024.
Pertama, kerusakan mesin pesawat. Kejadian ini terjadi di Embarkasi Makassar. Sayap kanan pesawat Garuda Indonesia mengeluarkan api pada saat “take off” penerbangan jamaah kelompok terbang (kloter) lima Embarkasi Makassar UPG-05).
“Kondisi ini berdampak domino pada keterlambatan sejumlah penerbangan setelahnya,” katanya.
Kedua, keterlambatan penerbangan. Ontime performance (OTP) Garuda Indonesia juga sangat buruk. Kemenag mencatat, persentase keterlambatan keberangkatan pesawat Garuda Indonesia sangat tinggi, mencapai 47,5 persen.
“Dari 80 penerbangan, 38 di antaranya mengalami keterlambatan. Bahkan ada keterlambatan sampai 3 jam 50 menit. Kalau ditotal, keterlambatan itu mencapai 32 jam 24 menit. Ini tentu sangat disayangkan,” katanya.
Ketiga, pecah kloter. Perencanaan Garuda Indonesia juga meleset. Pecah kloter yang awalnya diperkirakan hanya akan terjadi satu kali, ternyata terjadi beberapa kali.
“Salah satunya pecah kloter dialami UPG-06 karena Garuda tidak bisa menggantikan pesawat yang mesinnya rusak dengan jenis pesawat yang sama,” katanya.
“Kami mencatat sampai hari ini sudah ada empat penerbangan yang pecah kloter. Maksudnya, satu kloter jamaah tidak bisa diterbangkan secara bersama-sama,” tambahnya.
Selain UPG-06, pecah kloter juga terjadi pada jamaah yang tergabung dalam kloter UPG-10, UPG-12, dan UPG-16.
“Potensi ini masih bisa bertambah jika tidak dimitigasi dengan baik karena masa penerbangan jemaah ke Tanah Suci masih akan berlangsung hingga 10 Juni mendatang,” katanya.
Keempat, tas kabin dan kursi roda jamaah tidak terbawa. Peristiwa ini dialami oleh penerbangan jamaah kloter 28 Embarkasi Solo (SOC 28). Ada 11 kursi roda dan 120 koper kabin yang tidak terangkut. Akibatnya jamaah dan petugas mencari-cari setelah mereka mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
“Ini bahkan tidak ada informasi dari Garuda. Padahal petugas haji pontang panting terus mencarinya. Belakangan kita tahu bahwa 11 kursi roda dan 120 koper kabin itu tidak terbawa dan baru diterbangkan bersama pesawat yang memberangkatkan kloter 33 Embarkasi Solo atau SOC 33,” katanya.
“Kondisi ini jelas merugikan jamaah SOC 28. Garuda harus meminta maaf dan memberikan kompensasi langsung kepada jamaaah. Garuda harus segera melakukan perbaikan ke depan,” kata Anna Hasbie. (02/Red)