Dubai, Sudut Pandang.id-Sistem (paradigma) ekonomi konvensional (kapitalisme) sejak Revolusi Industri Pertama tahun 1750-an telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 4 persen per tahun, dan meningkatkan PDB dunia dari 0,45 triliun dolar AS pd 1753 menjadi 90 triliun dolar AS pd 2015.
Kemajuan Iptek yang pesat juga membuat kehidupan manusia lebih sehat, cepat, efisien, mudah dan nyaman. Namun, hingga saat ini sekitar 1 milyar penduduk dunia masih hidup dalam kemiskinan absolut (pengeluaran lebih kecil dari 1,25 dolar AS per hari), dan sekitar 3 milyar warga dunia masih hidup miskin (pengeluaran kurang dari 2 dolar per hari).
Demikian dipaparkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Prof. Rokhmin Dahuri saat menjadi salah satu pembicara “Next Summit” dengan tema “Options at the Crossroads” di Dubai World Trade Center, Senin (25/11/2019).
“Kesenjangan antara penduduk kaya versus miskin pun kian melebar, baik antar negara maupun di dalam suatu negara. Pertumbuhan ekonomi selama 250 tahun pun telah mengakibatkan terkurasnya SDA, pengikisan biodiversitas, pencemaran, dan pemanasan global dimana itu semua membuat keberlanjutan (sustainability) ekosistem alam (bumi) dan pembangunan ekonomi terancam,” papar Ketua Umum Masyarakat Akuakuktur Indonesia (MAI) itu dalam makalah berjudul “Enhancing a Mutual Cooperation in Economic Development Among the Belt and Road Countries for a Prosperous, Peaceful and Sustainable World”.
Menurut Prof. Rokhmin, dunia masih memerlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Untuk itu, sistem ekonomi kapitalisme harus diganti dengan sistem ekonomi yang lebih efisien, hemat dan tidak merusak lingkungan hidup.
“Selain itu, sistem ekonomi yang baru harus dapat mendistribusikan kue pertumbuhan ekonomi untuk mensejahterakan suluruh warga dunia secara berkeadilan dan berkelanjutan,” tegasnya
Kemudian, lanjutnya, Belt and Road Initiative yang digagas oleh pemerintah Tiongkok untuk kesejahteraan, perdamaian dan keberlanjutan masyarakat dunia tidak boleh mengulangi kesalahan sistem ekonomi kapitalisme (Barat).
Kerjasama Saling Menguntungkan
Ia juga memaparkan peluang kerjasama yang saling menguntungkan dan saling menghormati antara Indonesia dengan Tiongkok, Uni Arab Emirates, dan negara-negara lain yang tergabung dalam Belt and Road Initiatif.
“Kerjasama itu meliputi pendidikan, R & D, pembangunan kawasan industri ramah lingkungan, ekonomi maritim, industri 4.0, pariwisata, pembangunan infrastruktur, dan perdagangan,” pungkas Guru Besar Institute Pertanian Bogor (IPB) itu.
Selain Prof. Rokhmin, tampil sebagai pembicara lainnya yaitu Dr. Bomer Pasaribu (Mantan Menteri Tenaga Kerja), Dr. Rijal Permana (Bappenas), Dr. Gatot Dwianto (Kemenristek), dan Yugi Parjanto (Waketum KADIN).
Next Summit dihadiri oleh sekitar 500 peserta dari 60 negara yang tergabung dalam Belt and Road Initiative. Keynote speech disampaikan oleh Mr. Ban Ki-Moon, Mantan Sekjen PBB dan Dr. Essam Sharaf, Mantan Perdana Menteri Mesir.Ayr