“Candi Borobudur bukan sekadar batu atau arsitektur. Ini adalah living law, hukum yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya seperti ini wajib dihormati oleh siapa pun, termasuk oleh pejabat negara.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Rencana kunjungan Presiden Prabowo Subianto bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Candi Borobudur menuai perhatian dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Ketua Bantuan Hukum Dharmapala Nusantara Ferdian Sutanto, S.H., M.H.
Ferdian menyatakan bahwa Candi Borobudur bukan sekadar objek wisata, melainkan cagar budaya sakral memuat nilai-nilai luhur ajaran Buddha dan warisan budaya Nusantara.
Menurut Ferdian, Candi Borobudur mempunyai nilai kesakralan naik dari anak tangga dan struktur candi pertama dan juga ada makna Karmawhibangga dan kisah jataka pada dinding candi dalam perspektif agama Buddha.
“Saya menggugah Presiden RI Yang Terhormat Pak Prabowo Subianto jika hendak menaiki Candi Borobudur mengajak tamu negara sepakat, dengan catatan tidak menggunakan alat bantu seperti chair lift atau stair lift, karena dapat mengakibatkan dapat tergerusnya bebatuan di Candi Borobudur sebagai cagar budaya, yang wajib kita jaga bersama otentifikasinya,” ujar Ferdian dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Kendati demikian, Ferdian menghargai niat Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperkenalkan situs budaya Indonesia kepada pemimpin dunia.
Namun, ia mengimbau agar akses ke puncak candi dilakukan tanpa mengganggu struktur asli bangunan, demi menjaga otentisitas dan keberlanjutan cagar budaya nasional.
Ferdian menegaskan bahwa pelestarian Candi Borobudur adalah kewajiban konstitusional. Merujuk pada Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 32 Ayat (1) UUD 1945, negara wajib memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia dan menjamin masyarakat dalam melestarikan nilai-nilai budaya.
“Siapapun di negara Indonesia wajib taat pada konstitusi kita tanpa terkecuali.
Artinya Candi Borobudur dapat dikualifikasi living law, nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, baik hukum adat, kebiasaan, maupun norma-norma yang tidak tertulis dengan hukum positif, karena nilai-nilai budaya yang hidup pada masyarakat kita di Indonesia,” tegasnya.
Sebagai Ketua Perhimpunan Ahli Hukum Konstitusi, Ferdian kembali menegaskan bahwa hukum tak tertulis seperti adat dan norma kesakralan budaya merupakan bagian dari sistem hukum yang hidup di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, ia menyerukan agar Candi Borobudur tetap dijaga keutuhan fisik dan nilai spiritualnya, tanpa intervensi teknologi yang merusak.
“Mari kita wariskan Borobudur dalam keadaan utuh untuk anak cucu kita kelak, bukan dalam bentuk yang telah diganggu otentisitasnya oleh teknologi modern,” ajak advokat yang akrab disapa Bang Ferde itu.(01)