KLB Keracunan Pangan di 7 Wilayah, BPOM Amankan 76.420 Latiao Asal China Dari 33 Toko

China
Petugas dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jawa Timur melakukan inspeksi mendadak (sidak) produk makanan berbahaya dari China, latiao di toko grosir makanan ringan, Kota Kediri Jawa Timur, Senin (4/11/2024). FOTO: Ant

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Menyusul kasus Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) di tujuh wilayah, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengamankan sebanyak 76.420 latiao serta memusnahkan 49 karena kedaluwarsa atau tidak ada izin edarnya.

“Kami telah mengecek 341 sarana, yang terdiri atas 214 ritel atau toko, 27 distributor, 100 kantin dan warung di area sekolah. Sebanyak 33 dari seluruh sarana tersebut ditemukan menjual latiao sebanyak 77.219 dan 750 telah diambil sampelnya,” kata Kepala BPOM, Taruna Ikrar dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Kemenkumham Bali

Menurut dia tindakan cepat tersebut diambil guna mencegah lebih banyak orang keracunan serta dan tidak tumbuh lebih banyak mikroorganisme lainnya dalam makanan tersebut.

Pada uji laboratorium yang dilakukan BPOM, tambahnya, ditemukan bakteri Bacillus Cereus.

“Tapi boleh jadi karena dia high risk, muncul bakteri-bakteri lain. Mungkin salmonella, mungkin jamur atau fungi. Dan ini bisa berdampak pada sistem syaraf, bisa berdampak pada sistem metabolisme kita yang disebut dengan hepatic system failure,” katanya.

Ia menjelaskan pangan kemasan terbagi dalam dua kategori yaitu yang berisiko tinggi dan rendah.

Pangan kemasan dengan risiko rendah, katanya, contohnya makanan industri rumah tangga yang sensitif terhadap sejumlah hal, seperti waktu yang dapat busuk dalam 1-2 hari dan suhu.

BACA JUGA  Kejagung Tetapkan Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula

Sementara itu pangan kemasan risiko tinggi contohnya yang dikemas kemudian diekspor.

Dijelaskannya bahwapada awalnya latiao dianggap sebagai pangan kemasan berisiko rendah, namun ternyata latiao merupakan pangan kemasan dengan risiko tinggi, sehingga tindakan pencegahan itu diambil.

BPOM mengingatkan publik untuk tidak mengonsumsi pangan kemasan tersebut.

Sebelumnya, BPOM menyatakan mereka menerima laporan keracunan akibat latiao, pangan olahan asal China, dari tujuh wilayah, yaitu Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan.

Dari 73 produk latiao yang teregistrasi dan sebanyak empat terbukti mengandung bakteri.

Langkah-langkah yang mereka tempuh sebagai koreksi, yakni berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menghentikan penjualan latiao secara daring serta menarik dan memusnahkan produk yang menyebabkan KLBKP, kata Taruna Ikrar.

Camilan Ilegal China

Sebelumnya, pada Juli 2024, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sudah meminta pemerintah menindak peredaran camilan ilegal asal China.

Ketua Harian YLKI Sudaryatmo meminta Pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan tegas atas ditemukannya kasus peredaran camilan anak asal China yang ilegal dalam beberapa waktu terakhir.

“Pelakunya ini harus ditelusuri dan diproses hukum. Siapa ini yang terlibat dalam dalam pemasokan, peredaran, dan perdagangan produk ilegal,” katanya.

BACA JUGA  Isi Surat OC Kaligis ke Prabowo Subianto soal Sumpah Presiden

Sudaryatmo menuturkan pemerintah harus menelusuri rantai pasok makanan tersebut agar kualitas hidup masyarakat tidak makin terancam. Terlebih camilan tersebut diketahui banyak beredar di kalangan anak-anak.

Ia mencontohkan, dalam kasus camilan Hot Spicy Latiru dan Latiao Stripes, belasan siswa SDN Cidadap I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi mengalami pusing, mual dan muntah usai mengonsumsinya.

Kasus tersebut, katanya, merupakan anomali yang perlu dijadikan perhatian karena Sukabumi termasuk ke dalam wilayah yang tidak termasuk dalam daerah perbatasan antarnegara.

Menurutnya, kasus keracunan tersebut juga disebabkan oleh adanya pengawasan dan regulasi Indonesia lemah, sehingga Indonesia dibanjiri oleh produk China berkualitas di bawah standar.

Maka dari itu, ia meminta pemerintah, terutama dinas terkait seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan di daerah untuk lebih aktif melakukan pengawasan.

“Karena ini menyangkut jajanan di sekolah, mestinya pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan secara periodik melakukan pengawasan ke sekolah-sekolah terhadap produk yang dijual,” katanya.

Ia memaparkan contoh deretan kasus yang melibatkan camilan dari China dan patut dijadikan perhatian oleh seluruh pihak. Seperti adanya laporan temuan minyak goreng asal China mengandung BBM.

Diketahui hal itu dapat terjadi karena truk tangki tidak dibersihkan sesuai prosedur setelah mengangkut BBM. Cara itu dilakukan produsen dengan tujuan memangkas biaya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.

BACA JUGA  Produsen Tegaskan Kualitas Produk Suplemen

Di tahun 2023 lalu terdapat penyelidikan terhadap bir terkemuka Tsingtao, yang kedapatan produknya tidak steril lantaran kemunculan video yang menunjukkan seorang karyawan pabrik buang air kecil pada bahan mentah untuk membuat minuman beralkohol.

Sedangkan pada 2022, raksasa pengolahan daging babi bernama Henan Shuanghui terbukti melakukan praktik kerja yang tidak higienis seperti mengemas daging yang jatuh ke lantai serta pekerja yang mengenakan seragam kotor terungkap.

“Deretan kasus tersebut pun mengingatkan skandal besar di China pada di mana ditemukan kandungan melamin pada susu. Dampaknya pun membuat enam bayi tewas serta meracuni ratusan ribu anak,” kata Sudaryatmo.
(Ant/02)