Opini  

Kurnianto Purnama : Mengenang Kusuma Bangsa

Kurnianto Purnama
Kurnianto Purnama, SH.MH (Foto : Dok SP)

Aku sesungguhnya telah lama ingin menulis sebuah artikel lagi mengenai kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Karena artikelku terdahulu “Kisah Perjuangan Pangeran Diponegoro” belum lengkap.

Sehingga pembaca belum mengetahui lebih mendalam mengenai kisah perjuangan, dedikasi, jiwa satria dan ketauladanan sang pangeran kepada perjuangan untuk bangsa dan negara sebagai kusuma bangsa.

Kemenkumham Bali

Dalam suasana menjelang hari raya Kemerdekaan Republik Indonesia seperti saat ini. Biasanya semangat patriotisme dan nasionalisme kita bertambah sesaat. Selepas bulan Agustus, patriotisme pun mulai luntur dan pengorbanan para Kusuma Bangsa pun mulai terlupakan.

Menurutku suatu bangsa bisa mengalami masa kegelapan, apabila mereka melupakan dan tak menghormati perjuangan para Kusuma Bangsanya. Sama seperti halnya, seorang anak mesti menghormati dan mengingat perjuangan dan jasa orang tuanya.

Bila tidak, ia akan menjadi anak nan durhaka. Tentu anak Indonesia bukan anak durhaka. Tentu pula bangsa Indonesia, bukanlah bangsa nan durhaka.

Kata pepatah Tiongkok kuno: ‘Lebih baik kita menyalakan lilin, daripada menyalahkan kegelapan’. Tapi disini, bukanlah berarti kita dalam masa kegelapan, ini hanya sebuah pepatah saja. Untuk itulah, sebagai penerangan aku sedikit menulis kisah detik-detik penangkapan Sang Pangeran Diponegoro.

Setelah berlarut-larutnya perang selama 5 tahun, antara pasukan Pangeran Diponegoro dengan pasukan Belanda yang dibantu pasukan Keraton.

BACA JUGA  Bukti Tebang Pilih, 78 Pegawai KPK Terlibat Suap Cukup Minta Maaf

Akhirnya, Belanda kewalahan dan lalu mencari siasat untuk mengakhiri perang ini. Belanda melakukan siasat pura-pura melakukan perundingan mengakhiri perang dengan Pangeran. Sebetulnya, Belanda bukan bertujuan mengadakan perundingan perdamaian, tapi tujuan utamanya adalah menangkap Sang Pangeran Diponegoro.

Pada tanggal 28 Maret di tahun 1830, Belanda berhasil merayu Sang Pangeran melalui seorang keluarga pangeran yang dihormati Pangeran untuk berunding. Alasan perundingan adalah untuk mengakhiri peperangan.

Lalu, ditentukan lah tempat perundingan oleh Jenderal De Kock dengan Pangeran di Kresiden Kedu, Kota Magelang. Pangeran dengan moral yang tinggi tanpa persiapan perang dan pasukan perang datang ke tempat perundingan. Sebab beliau adalah seorang negarawan. Sedangkan, De Kock telah menyiapkan pasukan yang cukup di sekitar tempat perundingan. Semua pasukan kuda dan senjata perang telah siap untuk menangkap Pangeran, apabila perundingan gagal.

Sementara, Kolonel Cleerens yang biasa pura-pura baik, yang menjamin keamanan Pangeran, sehingga ia berhasil membujuk Pangeran untuk berunding, agar ia tidak malu secara moral, maka ia sengaja sembunyi dan tidak muncul selama perundingan.

Pangeran datang ditemani 3 orang puteranya yakni Diponegoro Anom, Raden Mas Janad dan Raden Mas Raab. Ada pula Panglima Perangnya Raden Basah Martanegara dan Kiai Badaruddin serta beberapa staf beliau lainnya. Sedangkan pihak Belanda, hadir Jenderal De Kock, Residen Valk, Letnan Kolonel Roest, penterjemah bahasa Jawa, Kapten J.J. Roefs.

BACA JUGA  Impeachment Presiden Jokowi

Di kala itu, pihak Belanda mau langsung membahas materi perundingan. Sedangkan Diponegoro mau menjajaki dulu materi perundingan, sebelum memasuki tahap perundingan berikutnya. Lalu terjadi perdebatan dan ketegangan saat itu. Karena terjadi kebuntuan dalam perundingan itu, maka De Kock melarang Diponegoro dan delegasi meninggalkan tempat perundingan.

Mendengar larangan itu, lantas Pangeran berkata;

“Tuan sudah berjanji mengadakan perundingan untuk mengakhiri perang secara damai”

“Bila Tuan dengan cara menipu dan mengkhianati seperti ini, untuk apa kami ke sini”

“Bila kami tahu seperti ini, untuk apa kami berunding, lebih baik kami melanjutkan perang”.

“Aku tidak ada yang tersisa, hanya nyawaku yang tersisa Tuan” tambah Pangeran.

“Aku siap mati demi tanah Jawa, aku takkan menyerah pada Tuan”

De Kock pun terperanjat mendengar perkataan Sang Pangeran.

Kemudian De Kock memerintahkan pasukan yang menjaga di luar untuk menangkap Pangeran dan rombongan. Karena Pangeran memang tidak siap tempur, lantas dengan mudah ditangkap dan ditawan. Sebetulnya, Pangeran hendak membunuh sang jenderal, saat melarang Pangeran pergi. Karena beliau menyadari, seorang satria dan seorang Pangeran Kraton Jogyakarta tidak baik membunuh seseorang bagaikan preman. Maka beliau urung membunuh jenderal itu.

BACA JUGA  Perbedaan KUHP dan KUHAP

Kemudian Pangeran menghampiri dan memeluk stafnya satu persatu dan meminum secangkir teh, dan dengan kesatria keluar gedung pertemuan dan siap ditahan.

Kemudian naik kereta meninggalkan tanah Jawa pada 28 Maret 1830.

Beliau ditahan selama 25 tahun hingga wafat di Makassar pada 8 Januari 1855 dalam usia 70 tahun. Meskipun Sang Pangeran telah wafat 162 tahun yang silam, namun sosok beliau sering menjadi renungan dan panutanku. Betapa besar jiwa dan satria nya Sang Kusuma Bangsa.

Dikau pelopor kemerdekaan

Betapa nestapa dikau dalam tahanan

Betapa dalam batin dikau tertekan

Dikau sungguh pahlawan

Namamu teringat selalu

Dalam raga dan jiwa bangsamu

Satria dan tauladan mu

Terukir dalam setiap kalbu

Dedikasimu terpatri dalam dada anak bangsa

Sekali dikau kusuma bangsa

Tetap kusuma bangsa

Tuk selama-lamanya.

Bali, 13 Agustus 2017

Kurnianto Purnama, SH.MH.