Tri Indroyono

Mendekatkan Pasifik ke Indonesia

Mendekatkan Pasifik ke Indonesia
Prof. Baiq L.S.W. Wardhani, Dra., MA., Ph.D (Foto: Dok.Pribadi)

“Selain mampu menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan kekuatan-kekuatan besar dunia, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok, politik luar negeri Prabowo juga diharapkan mampu menjaga keseimbangan perannya di ASEAN dan di Pasifik.”

Oleh Baiq Wardhani

Kemenkumham Bali

Wilayah Pasifik (dikenal juga sebagai Pasifik Selatan, Pasifik Barat Daya, Kepulauan Pasifik, atau Oseania) terdiri dari negara-negara kepulauan kecil (kecuali Papua Nugini) yang terletak di sebelah timur Indonesia.

Negara-negara Pasifik umumnya dicirikan oleh kerentanan ekonomi, keterbatasan SDM, kecilnya wilayah, dan ancaman perubahan iklim yang menyebabkannya tidak menjadi prioritas dalam politik luar negeri Indonesia.

Meskipun ada upaya memperbaiki hubungan melalui kerjasama regional, banyak negara Pasifik merasakan bahwa Indonesia lebih memilih Asia Tenggara ketimbang Pasifik. Situasi ini mengesankan kebijakan diplomasi yang kurang efektif.

Citra negatif

Selain ASEAN, Pasifik Selatan adalah tetangga terdekat Indonesia. Sejak negara-negara di wilayah itu memperoleh kemerdekaan pada 1960-an, 1970-an, dan 1980-an, Indonesia dipandang sebagai tetangga yang agresif karena petualangan politiknya di masa lalu, seperti ‘Konfrontrasi’ Malaysia, ‘Integrasi’ Timor Timur, dan kemerdekaan Papua.

Terdapat solidaritas yang kuat di antara negara-negara Pasifik dalam mendukung aspirasi kemerdekaan Papua. Isu ini menjadi perhatian, baik di dalam negeri maupun di forum internasional. Negara-negara seperti Vanuatu, Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, dan Fiji melihat situasi di Papua sebagai bentuk kolonialisme modern.

Penanganan isu separatisme yang kurang tepat oleh aparat keamanan menyebabkan isu ini sering dibahas dalam sidang PBB dan forum internasional lainnya. Isu ini juga dijadikan oleh negara-negara Pasifik untuk menarik perhatian global terhadap situasi di Papua.

Sebagai negara besar, Indonesia sering dianggap bersikap dominan terhadap negara-negara kecil di Pasifik. Ada kekhawatiran bahwa kebijakan luar negeri Indonesia tidak selalu mempertimbangkan kepentingan negara-negara Pasifik.

Sejarah kolonial Pasifik juga mempengaruhi pandangan terhadap Indonesia. Pengalaman sejarah yang traumatik menyebabkan mereka sensitif terhadap isu-isu dominasi dan penindasan. Meskipun ada upaya untuk meredakan ketegangan di kalangan elit Pasifik, dukungan akar rumput untuk kemerdekaan Papua tetap kuat.

Inisiatif Indonesia

Di bawah kepemimpinan Presiden SBY, Indonesia melakukan restrukturisasi orientasi ke Pasifik dengan mengadopsi kebijakan luar negeri yang sebelumnya dianggap sebagai ‘halaman belakang’.

Presiden SBY memperkenalkan istilah ‘konektivitas’ dan ‘identitas’ sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat hubungan bilateral dan multilateral dengan Pasifik. Presiden Joko Widodo kemudian melanjutkan inisiatif tersebut.

Banyak kemajuan dalam hubungan dengan Pasifik. Alhasil, terdapat perubahan yang lebih nyata dalam aspek politik, ekonomi, dan budaya dalam kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Pasifik.

Indonesia memprakarsai banyak inisiatif untuk mengubah citra negatifnya dengan diplomasi multijalur melalui pendekatan kelembagaan, ekonomi, budaya, dan bantuan teknis.

Pendekatan kelembagaan dilakukan dengan mengintensifkan keterlibataan di forum-forum regional Pasifik sebagai associate member di Pacific Island Forum (PIF) dan Melanesian Spearhead Group (MSG) serta aktif di Pacific Island Development Forum (PIDF).

Pendekatan budaya juga dilakukan, di antaranya Festival Kuliner Nusantara di Samoa (2017), Festival Indonesia Auckland dalam Pacific Exposition (2019), The Symphony of Friendship di Selandia Baru (2022), dan Harmony for the Pacific (2024).

Bantuan teknik juga berperan penting, seperti Kerjasama Teknik Selatan-Selatan Triangular (KSST). Melalui KSST Indonesia memberikan berbagai bentuk bantuan teknik kepada negara-negara di Pasifik Selatan.

Program-program KSST meliputi pertanian, kesehatan, dan manajemen sumber daya alam, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik negara penerima. Indonesia juga mengirimkan para ahli di bidang tertentu untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan kepada tenaga kerja lokal.

Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional Badan Pembangunan Internasional Indonesia (LDKPI/Indonesian Agency for International Development Indonesian AID) menjadi agen resmi penyaluran berbagai bantuan teknis ke Pasifik. Lembaga ini memainkan peran penting dalam memperkuat posisi Indonesia di kawasan tersebut.

Tanggung Jawab Regional

Indonesia berambisi untuk menjadi kekuatan regional pada 2031 dan kekuatan utama pada 2045, dan modalitas Indonesia mendukung ambisi tersebut. Frasa “with great power comes great responsibility” (Semakin besar kekuasaan, semakin besar pula tanggung jawab) merangkum kebenaran tentang hubungan wewenang dan akuntabilitas.

Dengan potensinya menjadi negara besar, menjadi tantangan bagi Indonesia dengan jangkauan di luar ASEAN sebagai zona nyamannya. Mendekatkan Pasifik ke Indonesia tidak semata-mata karena faktor Papua. Perkembangan geopolitik di Indo-Pasifik mengharuskan Indonesia bergerak lebih strategis.

Tanpa mengesampingkan ASEAN, Indonesia perlu lebih mendekatkan Pasifik ke lingkaran konsentriknya dengan memainkan peran sebagai fasilitator transregionalisme Asia Tenggara-Pasifik. Memainkan peran fasilitator akan menguntungkan Indonesia dan Pasifik.

Membawa Pasifik lebih dekat ke Indonesia merupakan langkah strategis jangka panjang dalam politik luar negerinya. Transregionalisme memiliki keanggotaan yang lebih tersebar dan tidak selalu sama dengan organisasi regional biasa karena anggotanya dapat mencakup negara maupun bukan negara.

Untuk berfungsi sebagai fasilitator transregionalisme, Indonesia perlu mengubah mindset: pertama, saatnya Indonesia menjalankan peran lebih signifikan, tidak menjadikan isu kemerdekaan Papua sebagai kunci diplomasinya di Pasifik. Dalam kaitan ini Indonesia dapat memanfaatkan ASEAN Maritime Forum dan Pacific Islands Forum Fisheries Agency.

Kedua, meninggalkan persepsi lama yang melihat Pasifik sebagai wilayah pinggiran, dan mengubahnya menjadi wilayah strategis. Ketiga, perkembangan geopolitik di Indo-Pasifik yang menghadirkan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok dapat menyeret Pasifik menjadi titik api dalam rivalitas kekuatan global. Indonesia adalah kekuatan netral dalam merespons perkembangan geopolitik yang tidak menguntungkan tersebut.

Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto diharapkan melanjutkan praktik-praktik positif yang telah dilakukan oleh pendahulunya. Praktik yang baik dan positif telah terbukti mendekatkan Indonesia ke Pasifik.

Kecenderungan Prabowo dengan diplomasi tingkat tingginya dan agar Indonesia menjadi pemimpin negara-negara Selatan tentu diharapkan tidak meninggalkan Pasifik.

Selain mampu menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan kekuatan-kekuatan besar dunia, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok, politik luar negeri Prabowo juga diharapkan mampu menjaga keseimbangan perannya di ASEAN dan di Pasifik.

*Baiq Wardhani adalah Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga Surabaya.

BACA JUGA  Amerika dan Rusia Bahas Pertukaran Tahanan