“Tidak perlu khawatir langkah hukum ini bukan preseden buruk bagi kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers dalam memberitakan penyidikan perkara tertentu. Tetap berkarya untuk menyuarakan kebenaran, tetap menjadi pilar demokrasi keempat di Indonesia berdasarkan fakta dan tentunya kode etik jurnalistik.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menuai pandangan beragam. Salah satunya disampaikan oleh praktisi hukum senior Alexius Tantrajaya. Ia menyatakan bahwa kasus tersebut bukan untuk menakut-nakuti wartawan apalagi mengekang kebebasan pers.
Menurut Alexius Tantrajaya proses hukum dalam kasus yang diduga melibatkan dua oknum pengacara dan wartawan tersebut merupakan jawaban tindakan hukum murni yang dilakukan Kejagung. Bukan untuk menakuti wartawan dalam pemberitaan apalagi pembredelan.
“Kasus ini akan menjadi pedoman bagi wartawan untuk membuat berita berdasarkan fakta,” ujar Alexius Tantrajaya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Alexius berpandangan, penetapan tiga orang tersangka oleh Kejagung adalah hasil dari proses penyelidikan dan penyidikan yang didasarkan atas bukti-bukti dan saksi-saksi yang sudah didapatkan terlebih dahulu.
“Pastinya tidak serta merta menjadikan ketiga orang itu sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara dugaan korupsi, seperti tata niaga timah, impor gula, dan vonis lepas ekspor CPO,” katanya.
“Bila Kejagung menetapkan para tersangka asal-asalan tidak didasarkan cukup bukti unsur pidana yang salah satunya adalah TB sebagai Direktur Pemberitaan Jak-TV tentunya akan berisiko, akan bisa menimbulkan anggapan negatif dari kalangan wartawan,” sambung praktisi hukum lulusan FH Jayabaya itu.
Berdasarkan siaran pers Kejagung, diduga ada pemufakatan untuk menyerang Korps Adhyaksa dengan imbalan sebesar Rp.478 juta.
“Bila itu yang terjadi tentunya ada konsekuensi hukum. Jadi kasus ini merupakan jawaban tindakan hukum murni yang dilakukan Kejagung dan bukan untuk menakuti wartawan dalam pemberitaan, pembredelan ataupun mengekang kebebasan pers,” jelasnya.
“Jadi tidak perlu khawatir langkah hukum ini bukan preseden buruk bagi kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers dalam memberitakan penyidikan perkara tertentu. Tetap berkarya untuk menyuarakan kebenaran, tetap menjadi pilar demokrasi keempat di Indonesia berdasarkan fakta dan tentunya kode etik jurnalistik,” pungkas Alexius.
Kejagung
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya meminta agar kasus ini tak disangkut-pautkan dengan profesi jurnalistik.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar saat mendatangi Sekretariat Dewan Pers di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
“Berkali-kali saya sampaikan bahwa terkait dengan apa yang sedang dikerjakan oleh penyidik terhadap yang bersangkutan itu lebih kepada perbuatan personal. Itu, perbuatan personal,” ujar Harli Siregar, saat mendatangi Dewan Pers Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Menurut Harli, keterlibatan TB bukan karena dia jurnalis, melainkan karena apa yang ia lakukan secara pribadi.
“Itu perbuatan personal. Bahwa media itu hanya sebagai alat karena dia ketepatan berprofesi di media,” tegasnya.(tim)