JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Koalisi Indonesia Maju (KIM) pimpinan Ketum Gerindra Prabowo Subianto telah meraih dukungan mayoritas parpol peserta Pemilu 2024. Koalisi ini terdiri atas Gerindra, PBB, PAN, Golkar, Gelora, serta Demokrat yang bergabung belakangan setelah PKB mundur dari Koalisi IM.
PBB dan Gelora adalah partai non parlemen. Partai non Parlemen lainnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), disebut-sebut juga akan segera bergabung. Dengan demikian, kekuatan Prabowo secara elektoral dan infrastruktur mendekati sempurna.
Setelah mendapat banyak dukungan, PR terbesar Prabowo kini adalah menentukan bacawapres yang akan mendampinginya. Apakah dari internal koalisi atau non partai di luarnya.
Sejauh ini, ada tiga nama potensial yang banyak disebut: Airlangga Hartarto usulan Golkar, Erick Tohir usulan PAN, dan Yusril Ihza Mahendra usulan PBB.
Di luar itu, ada isu Gibran Rakabuming Raka, putra Prediden Jokowi yang kini menjabat Walikota Solo. Dia anggota PDIP dan terhambat masalah umur sehingga harus menunggu putusan MK. Ada juga beberapa nama di luar nama tersebut, antara lain Yenny Wahid, putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid.
Mengingat besarnya dukungan parpol, sebaiknya Prabowo tidak memilih bacawapres dari non parpol untuk menghindari munculnya gesekan antara parpol pengusung maupun pendukung.
Menimbang kebutuhan akan kepemimpinan yang kuat di masa jabatan 5 tahun ke depan, dan beban kerja akan berbagai tantangan yang harus dihadapi, maka yang dibutuhkan adalah cawapres yang bukan saja mampu mendongkrak elektabilitas, tetapi juga mampu membantu Prabowo menjalankan tugas.
Wapres Prabowo bukan sekedar “ban serep” tetapi tokoh yang mampu bekerja membantu Prabowo dalam menata kehidupan bernegara yang “kisruh” pasca amandemen UUD 45.
“Saya menyarankan agar Prabowo memilih cawapres dari parpol non parlemen yang bisa menjadi “jalan tengah” yang bisa diterima, baik oleh Gerindra sendiri maupun Golkar, PAN, Demokrat, Gelora dan PSI. Bacawapres jalan tengah itu ada pada Ketua Umum PBB, Prof. Yusril Ihza Mahendra,” kata Pengamat Politik dari Lembaga Riset Publik (LRP) Muhammad Al-Fatih dalam rilisnya, Selasa (19/9/2023).
Al-Fatih menyampaikan ada beberapa alasan Yusril sebagai jalan tengah. Pertama, Yusril dapat dikatakan seorang negarawan, intelektual, dan politisi yang pernah tiga kali menjabat menteri strategis di bawah tiga presiden yang berbeda.
Dia pernah bicara dalam suatu podcast, bahwa apabila terpilih jadi wapres, kemungkinan besar dirinya akan mundur dari Ketua Umum PBB dan sepenuhnya mem-backup Prabowo sebagai presiden. Dia ingin berdiri di atas semua golongan.
Kedudukan Yusril di partainya memang unik dalam sejarah kepartaian di Indonesia. Dia mempunyai kemiripan dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Pertama RI. Kedua-duanya sama-sama cerdas dan intelektual. Sjahrir adalah Ketua Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Yusril adalah Ketua Partai Bulan Bintang (PBB).
Kapasitas dan kemampuan pribadi kedua tokoh ini jauh lebih besar dibandingkan partai yang dipimpinnya. Sjahrir adalah tokoh besar di panggung sejarah negara kita, tetapi PSI tetap partai kecil dibanding PNI, Masyumi, NU dan PKI.
Demikian juga Yusril. Dia tokoh penting dalam panggung sejarah Indonesia kontemporer, tetapi PBB tetap partai kecil dibanding partai sezamannya seperti PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, Nasdem dan PPP.
Kedua, Yusril adalah sosok mewakili daerah-daerah luar Jawa. Dia Melayu campuran Minangkabau, lahir dan dibesarkan di Belitung. Ini penting sebagai simbol perekat persatuan dan kesatuan bangsa kita yang majemuk. Prabowo meskipun mempunyai ibu asal Manado, namun secara kultural lebih dianggap “Jawa”.
“Kombinasi Prabowo-Yusril ibarat dwi-tunggal Soekarno-Hatta,” kata Al-Fatih.
Ketiga, Yusril adalah sosok politisi Islam moderat yang diterima oleh semua golongan, modernis maupun tradisionalis. Almarhum Gus Dur mengatakan kakek Yusril adalah ulama NU kultural, ayahnya yang Masyumi.
Karena itu, Yusril akrab dengan amalan-amalan keagamaan yang dipraktikkan kalangan NU. Maka, tidak heran jika Yusril akrab dengan keluarga Hadratusyeikh Hasyim Asy’ari sejak Pak Ud, Gus Dur, dan Gus Solah.
Dia juga dikenal sangat dekat hubungannya dengan para Kyai Langitan, sejak K.H. Abdullah Faqih sampai putranya yang sekarang mengasuh Pondok Pesantren Langitan, K.H. Ubaidillah Faqih.
Yusril juga sangat dekat dengan KH Said Agil Siradj. Posisi Yusril yang dekat dengan tokoh dan kiyai NU ini dapat mengimbangi posisi Cak Imin dan juga mengimbangi Erick Tohir yang belakangan ini dengan berbagai cara mencoba mendekati kalangan NU.
Yusril tentu tidak asing di kalangan Muhammadiyah. Dia aktif di Majelis Hikmah PP Muhammadiyah masa kepemimpinan A.R. Fachruddin dan aktif pula mengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hubungannya dengan Persis dan Dewan Dakwah juga berlangsung sejak lama. Yusril memang murid Mohammad Natsir, tokoh penting bukan saja Masyumi, tetapi juga Persis dan Dewan Dakwah.
Keempat, selain aktif dalam gerakan Islam, secara pribadi Prabowo sudah mengenal Yusril sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Yusril termasuk orang kepercayaan Presiden Soeharto dan membantu Presiden Kedua RI itu sampai akhir hayatnya tanpa cacat sedikit pun.
“Dengan demikian, secara pribadi, nilai lebih ini tidak dimiliki oleh calon lain yang disebut-sebut sebagai bacawapres Prabowo,” kata Al-Fatih.
Kelima, Yusril adalah tokoh yang mempunyai pengalaman internasional. Dia terlibat dalam penyusunan berbagai konvensi PBB sebagai instrumen hukum internasional.
Yusril pernah beberapa kali memimpin delegasi Indonesia dalam sidang Dewan HAM PBB di Jenewa. Dia pernah pula menjadi Ketua Panitia Penyelenggara KTT Asia Afrika II (2004) dan Konfrensi Internasional Tsunami (2005). Pernah pula dia menjadi President dari Asian African Legal Consultative Organization berkedudukan di New Delhi (2003-2004).
Dengan menunjuk Yusril sebagai bacawapres, maka posisi Menteri Koordinator (Menko) bisa dibagi rata kepada Golkar, PAN, dan Demokrat. Sikap Yusril yang selama ini dikenal moderat dan kompromistis, akan lebih memudahkan kompromi dalam mengatur posisi menteri-menteri.
Apalagi Yusril pernah diminta bantuan pribadinya untuk menengahi konflik internal Golkar dan PPP. Dengan demikian, Yusril dapat berbuat banyak membantu Prabowo menengahi potensi ketegangan di antara partai-partai koalisi.
“Jika analisis saya di atas bisa diterima, maka saya yakin ia akan jadi pukulan telak untuk Pasangan PDIP yang mungkin akan mengusung Mahfud MD. Karena akan ada pertarungan dua profesor hukum terkemuka di negeri ini dalam pertarungan Pilpres. Tetapi jika Prabowo tidak memilih Yusril Ihza Mahendra sementara jika PDIP memilih Mahfud MD, maka ini akan jadi kelemahan Paslon Koalisi Indonesia Maju,” terangnya.
Posisi Anies Baswedan yang dikesankan sebagai intelektual Islam, juga dapat diimbangi Yusril dengan kapasitas intelektual yang dimilikinya. Selain mumpuni dalam ilmu hukum, Yusril mempunyai pendidikan S3 Ilmu Politik dan Filsafat Islam. Jarang-jarang ada orang yang berminat menggabungkan disiplin ilmu yang berbeda itu.
“Saya berpendapat Yusril bisa menjadi bacawapres jalan tengah dari Koalisi IM pimpinan Prabowo. Insya Allah, dia bukan saja dapat diterima sebagai kompromi kubu IM, tetapi juga sebagai kompromi seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” tandasnya. (05)