“Bumi bukan milik investor, tapi titipan Tuhan yang harus kita rawat. Kita tak hanya dipanggil menyelamatkan jiwa, tetapi juga menyelamatkan dunia.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengeluarkan pernyataan tegas yang menegaskan bahwa investasi tidak boleh menjadi alasan untuk merusak alam. PGI menyerukan kepada seluruh pihak agar menjaga kelestarian lingkungan demi masa depan bumi dan kesejahteraan generasi mendatang.
Organisasi yang didirikan pada 25 Mei 1950 ini berharap pemerintah dan industri untuk menghentikan praktik perusakan lingkungan atas nama investasi dan pembangunan.
Dalam pernyataan resminya, yang diterima Kamis (12/6), PGI menyuarakan keprihatinan atas maraknya industri ekstraktif di Indonesia yang dinilai semakin mengancam kelestarian alam, keadilan sosial, dan martabat manusia.
PGI menilai bahwa banyak proyek tambang dan industri telah mengabaikan prinsip keberlanjutan.
“Hutan tropis dibuka, pulau-pulau kecil dijarah, sungai tercemar, masyarakat adat terusir dari tanah leluhurnya. Ini bukan kemajuan, ini bencana yang dibungkus pembangunan,” tegas Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan.
PGI menyoroti eksploitasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang terkenal sebagai surga wisata dan pusat keanekaragaman hayati dunia. Wilayah yang telah diakui UNESCO sebagai Global Geopark itu kini terancam aktivitas industri yang dinilai tak ramah lingkungan.
Kasus serupa juga terjadi di berbagai wilayah seperti Danau Toba, Teluk Weda (Halmahera), Pulau Sangihe, Morowali, hingga Kepulauan Aru dan Belitung.
“Praktik eksploitasi atas nama hilirisasi seringkali melupakan prinsip moral, keadilan ekologis, dan keselamatan makhluk hidup,” tulis PGI dalam pernyataannya.
PGI mengajak industri tambang untuk menerapkan standar responsible mining dan mematuhi prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent), demi menjunjung hak masyarakat lokal.
Mereka juga mendesak reklamasi dan pemulihan lingkungan dilakukan secara paralel, bukan menunggu hingga kerusakan tak lagi bisa dibalikkan.
Kepada pemerintah, PGI meminta adanya moratorium penerbitan izin tambang di wilayah konservasi, adat, dan daerah rentan ekologis. Pemerintah diminta meninjau kembali laporan AMDAL yang dinilai sering kali “lolos begitu saja” meski dampaknya merusak.
PGI juga mengingatkan para pemimpin gereja agar menjadi suara profetik di tengah krisis ekologi ini.
“Gereja tidak boleh diam saat alam terluka,” tegas PGI.
Pertobatan Ekologis
Mereka menyerukan pertobatan ekologis, sebuah kesadaran iman bahwa manusia bukan penguasa mutlak atas alam, melainkan penatalayan yang wajib menjaga keseimbangan ciptaan.
PGI menolak teologi antroposentris yang menempatkan manusia sebagai pusat dan pemilik alam.
“Kita hidup berdampingan, bukan berkuasa atas ciptaan. Keserakahan harus dihentikan,” seru PGI.
Di tengah gempuran kepentingan ekonomi dan oligarki industri, PGI mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk aktivis lingkungan, masyarakat adat, dan warga gereja untuk terus memperjuangkan keadilan ekologis. Alam, menurut PGI, bukan sekadar sumber daya, tapi rumah bersama yang harus dijaga.
“Bumi bukan milik investor, tapi titipan Tuhan yang harus kita rawat. Kita tak hanya dipanggil menyelamatkan jiwa, tetapi juga menyelamatkan dunia,” tutup Pdt. Darwin Darmawan.(01)