Hukum  

Pil Pahit Kakek Wijanto Halim, Permohonan Kasasi Ditolak MA

Mahkamah Agung
Gedung Mahkamah Agung/mi

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Wijanto Halim, kembali harus menelan pil pahit atas gugatannya terhadap Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya menyatakan menolak Permohonan Kasasi (PK) yang dilayangkan kakek berusia 88 tahun ini.

Penolakan tersebut sesuai dengan Register Perkara Nomor:446 K/TUN/2021 tertanggal 30 November 2021 dalam perkara Nomor: 37/G/2020/PTUN.SRG. Dalam perkara tersebut, Wijanto Halim menggugat Kepala Kantor BPN lantaran tidak terima pemblokiran atas sertifikat miliknya Nomor 3363, 3364, 3365, 3366 dan 3367.

Kemenkumham Bali

Suherman Mihardja, selaku pihak turut tergugat intervensi dalam perkara tersebut mengaku heran dengan gugatan yang dilayangkan Wijanto Halim.

“Gugatan tersebut seakan mengada-ngada saja, sangat aneh, bagaimana mungkin Kantor BPN Kota Tangerang dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung (Peninjauan Kembali) yang sudah berkekuatan hukum tetap, lalu melakukan pemblokiran sertifikat milik pihak yang kalah, lalu digugat sungguh aneh,“ katanya dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu (11/12/2021).

“Saya waktu kalah di tingkat Kasasi kemudian mengajukan Peninjauan Kembali, dan Kepala Kantor BPN Kota Tangerang memproses pembatalan sertifikat milik saya, dan saya tidak melakukan gugatan ke Kepala Kantor BPN,” lanjut Suherman Mihardja, pengusaha yang juga berprofesi sebagai pengacara.

Selaku ahli waris dari almarhum Surya Mihardja, dirinya sudah memenangkan perkara perdata sebagaimana adanya putusan Peninjauan Kembali (PK) MA RI No:52 PK/Pdt/2018 tertanggal 7 Maret 2018.

“Dalam amar putusannya berbunyi, mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali Ningsih Rahardja (Tjoa Tjoet Nio), Mareti Mihardja, Julia Mihardja, Yuliana Mihardja dan Suherman Mihardja, SH, MH. Kemudian, membatalkan Putusan Mahkamah Agung RI No.2937 K/Pdt/2015, tanggal 29 Febuari 2016 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Banten No.16/Pdt/2015/PT.BTN tanggal 6 April 2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 645/Pdt/Pdt.G/2013/PN.TNG tanggal 18 September 2014,” papar Suherman membacakan isi putusan Peninjauan Kembali MA RI No:52 PK/Pdt/2018 tertanggal 7 Maret 2018.

Ia menjelaskan, sesuai dengan putusan PK tersebut yang telah membatalkan putusan MA RI No.2937 K/Pdt/2015, tanggal 29 Febuari 2016, dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (incraht), dirinya mengajukan permohonan pembatalan sertifikat SHM No. 3363, 3364, 3365, 3366 dan 3367/Benda atas nama Wijanto Halim pada 25 Mei 2018.

Kemudian pada tanggal 12 September 2018, ia kembali mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat SHM 49 dan SHM 51/Benda atas nama Ningsih Rahardja, Mareti Mihardja, Julia Mihardja dan Suherman Mihardja selaku ahli waris almarhum Surya Mihardja.

“Perkara dengan Wijanto Halim sudah berlangsung sejak tahun 1990, sejak dengan orangtua saya hingga sekarang sudah 32 (tiga puluh dua) tahun baik secara pidana, Praperadilan, PTUN serta perdata yang semuanya sudah berkekuatan hukum tetap (inchracht) dengan kemenangan di pihak saya dikarenakan bukti dan fakta-fakta yang benar,” ungkapnya.

Ia menyebut, Wijanto Halim selain perkara tersebut juga melakukan gugatan perdata lainnnya yang dinilainya sama sekali tidak berbobot. Gugatannya terkesan hanya mau mengulur-ulur waktu dan mengada-ada dengan mengulang-ulang permasalahan yang semua sudah pernah dibahas serta diajukan dalam persidangan baik dalam kasus pidana, perdata, PTUN dan Praperadilan sejak 1990 – 2020.

“Sebelumnya sebagai contoh permohonan kepada Majelis Hakim untuk menyatakan sah surat keputusan Kepala Kantor BPN Kota Tangerang mengenai pembatalan sertifikat milik saya No 49 dan 51/Benda. Padahal itu sudah ada di putusan Kasasi Mahkamah Agung yang memenangkannya dan kemudian dibatalkan di putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, bahkan dalam gugatan lain memohon kepada Majelis Hakim bahwa sertifikat miliknya tersebut sah dan berkekuatan hukum,” paparnya.

“Padahal sertifikat tersebut terbit karena putusan Kasasi Mahkamah Agung yang mana Putusan Kasasi kemudian dibatalkan oleh Putusan Peninjauan Kembali (PK) sejak 7 Maret 2018,” tambah Suherman buka-bukaan kepada wartawan.

Sementara itu, terkait putusan MA tersebut Wijanto Halim tidak dapat dikonfirmasi.(tim)

Tinggalkan Balasan