“Presiden Prabowo Subianto harus segera menetapkan Rakutta Sembiring Brahmana sebagai Pahlawan Nasional, sekaligus menganugerahkan tanda bintang jasa dan kehormatan negara. Ini bentuk keadilan sejarah.”
MEDAN, SUDUTPANDANG.ID – Desakan agar Rakutta Sembiring Brahmana, tokoh pejuang asal Tanah Karo, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional semakin menguat. Berbagai elemen masyarakat Sumatera Utara menyerukan kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, untuk segera menganugerahkan gelar tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2025 mendatang.
Rakutta Sembiring Brahmana dikenal sebagai sosok pejuang kemerdekaan yang mengorbankan jiwa, raga, dan harta demi tegaknya Republik Indonesia. Ia tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin daerah pertama di Tanah Karo pascakemerdekaan dan memiliki rekam jejak pengabdian lintas wilayah selama hampir dua dekade.
Cicit kandungnya, Lentini Krisna Prananta Sembiring Brahmana, S.E., menegaskan bahwa perjuangan Rakutta bukan hanya milik keluarga, melainkan bagian dari sejarah besar bangsa Indonesia, khususnya warga Sumatera Utara yang ikut menopang berdirinya republik ini.
“Penetapan Rakutta Sembiring Brahmana sebagai Pahlawan Nasional bukan sekadar penghargaan bagi keluarga besar beliau, tetapi pengakuan negara terhadap perjuangan mati-matian bangsa Indonesia, khususnya warga Sumatera Utara,” ujar Lentini Krisna Sembiring Brahmana, dalam keterangan tertulis, Minggu (26/10/2025).
Krisna, yang akrab disapa Lentini, adalah cicit Rakutta Sembiring Brahmana. Ia diketahui pernah menjadi calon anggota DPRD Kota Medan Dapil 5 (Partai Garuda, 2019 – 2024) dan calon anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang Dapil 4 (Partai Buruh, 2024 – 2029).
Usai Proklamasi, Rakutta dipercaya menjabat sebagai Bupati Karo pertama merangkap Ketua DPRD Karo pertama (1946 – 1954), lalu dipindahkan ke Asahan sebagai Bupati Asahan sekaligus Wali Kota Tanjungbalai (1954 – 1960) karena kekosongan pimpinan.
Perannya berlanjut di tingkat nasional sebagai anggota Konstituante RI Fraksi PNI Marhaenisme, serta sebagai residen Biro Urusan Antardaerah Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 1960 – 1964, ia kembali dipercaya menjabat Wali Kota Pematangsiantar.
Selama memimpin di berbagai wilayah tersebut, Rakutta membangun berbagai fasilitas umum bagi masyarakat, menjadi pengayom adat dan budaya berbagai suku di Sumatera Utara, serta mengajarkan teknik pertanian padi, mulai dari menanam, merawat, memanen, hingga mengolah saat ia diamanahkan Presiden Sukarno memimpin Kabupaten Asahan.
Meski total masa jabatannya mencapai 18 tahun, Rakutta wafat dalam kesederhanaan. Ia hanya meninggalkan rumah berdinding papan di Jalan Mahoni, Padang Bulan, Medan, yang dibelinya ketika masih menjabat sebagai Bupati Asahan.
Hidup Sederhana dengan Jiwa Besar
Lentini menuturkan, kesederhanaan Rakutta menjadi teladan moral bagi para pemimpin masa kini.
“Beliau sering makan di warung kecil di Tebingtinggi bersama sopir dan asistennya. Bahkan, pernah berutang makan sebelum berangkat rapat dengan gubernur di Medan,” kenang Lentini.
Kesederhanaan itu juga diwariskan kepada keluarganya. Anak-anaknya hanya diberi bahan pakaian untuk dijahit dengan ukuran besar agar bisa dipakai bertahun-tahun demi berhemat.
Masih banyak catatan sejarah yang telah beliau torehkan sejak masa kecil hingga menjelang wafatnya. Kisah perjuangan beliau pernah diseminarkan beberapa kali di Medan dan Tanah Karo, serta dituangkan sebagian dalam buku berjudul Keteladanan dari Limang.
Lentini menilai negara memiliki utang sejarah terhadap sosok Rakutta.
“Presiden Prabowo Subianto harus segera menetapkan Rakutta Sembiring Brahmana sebagai Pahlawan Nasional, sekaligus menganugerahkan tanda bintang jasa dan kehormatan negara. Ini bentuk keadilan sejarah,” tegasnya.
Ia juga mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Medan dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara untuk mempercepat pengusulan resmi kepada pemerintah pusat agar penetapan dilakukan pada 10 November 2025.
“Semakin lama ditunda, semakin terhapus pula jejak besar seorang tokoh yang telah mengabdi tanpa pamrih bagi republik ini,” pungkas Krisna.(PR/01)


