Badung, Sudutpandang.id – Penyidik Polres Badung menetapkan ZT, (65), dengan status tersangka setelah berkas dinaikan menjadi penyidikan terkait dugaan memberikan keterangan palsu pada akta autentik.
Penetapan tersangka ZT berawal dari laporan Hedar Geacomo Boy Syam yang dilayangkan ke Polres Badung, pada 5 Februari 2020 lalu, dengan laporan polisi No: LP-43/II/2020/Bali/Res Badung.
Warga Jalan Majapahit, Kuta, yang juga tokoh masyarakat ini dilaporkan atas dugaan menyuruh atau turut serta memberikan keterangan palsu dalam akta autentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 226 ayat(1) KUHP jo pasal 55 ayat(1).
Kapolres Badung, AKBP Roby Septiadi, saat dimintai konfirmasi melalui pesan singkat belum memberi balasan. Namun, Kasubag Humas Polres Badung Iptu Ketut Gede Oka Bawa seizin Kapolres Badung, AKBP Roby Septiadi, membenarkan pelaporan tersebut.
“Benar, tersangka ZT dilaporkan, bahkan sudah gelar perkara kemarin,” ujar Oka.
Terlapor ZT diduga menyuruh YP membuat draft perjanjian kerjasama untuk diserahkan ke kantor Notaris yang berisi keterangan yang tidak benar pada akta authentik. Dimana luas yang dicantumkan tidak sesuai dgn luas dari kedelapan SHM yang diperjanjikan.
Pihak kuasa hukum pelapor Bernadin, menyebutkan pihaknya juga telah melayangkan laporan ke Polda Bali dengan nomor laporan LP/195/IV/BALI/SPKT.
“Sudah dilporkan juga ke Ditreskrimsus Polda Bali,” ujar Bernadin.
Ia mengungkapkan, kronologi kejadian berawal dari ZT mengajak pelapor untuk menjalin kerjasama pembangunan dan penjualan obyek tanah milik ZT yang berlokasi di Cemagi, Mengwi, Badung pada tahun 2012. Saat itu ZT mendirikan perusahaan bernama PT. Mirah Bali Konstruksi sebagai badan hukum kerjasama.
Setelah kerjasama berjalan, ditandai dengan penggabungan dan pemecahan SHM yang dilanjutkan dengan pembuatan blok plan sampai dengan pembangunan beberapa unit rumah dan dijual kepada konsumen. Selanjutnya pada tahun 2017 disepakati kerjasama akan dibuatkan perjanjian di Notaris. Pada saat itu, YP, membuatkan draft perjanjian tersebut untuk selanjutnya diserahkan kepada Notaris BF. Harry Prastawa, SH.
Dengan mengacu pada draft tersebut, Notaris membuatkan Akta Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Penjualan No. 33 tanggal 27 September 2017. Di dalam Akta disebutkan bahwa ZT selaku pihak pertama memiliki obyek tanah dengan 8 SHM luas total 13.700 m2.
Sedangkan korban selaku pihak kedua melaksanakan pembangunan dan penjualan di atas tanah tersebut dengan nama Ombak Luxury Residence serta korban diwajibkan membayar nilai atas seluruh obyek tanah sebesar Rp.45 juta per m2. Total sebesar Rp.61,65 miliar dengan termin pembayaran 11 kali.
Setelah korban menandatangani Akta dan pembayaran, ia melakukan pengecekan SHM tersebut ternyata baru diketahui bahwa luas 8 SHM kurang dari 13.700 m2 dan hanya seluas 8.892 m2. Atas perbuatan tersangka, korban mengalami kerugian sekitar Rp21 miliar.
Sementara pihak terlapor, belum dapat dikonfirmasi.(tim)