JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Tren harga minyak kini terpantau tengah mengalami pola penurunan, bahkan jadi yang paling tajam dalam satu bulan terakhir. Itu terjadi di tengah kekhawatiran melemahnya ekonomi global akan melunakkan permintaan bahan bakar, dan karena kerusuhan di Irak telah gagal mengurangi minyak mentah negara OPEC.
Dikutip dari CNBC, Rabu (31/8), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober turun 5,5 persen menjadi berakhir hari di USD 99,31 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate AS turun USD 5,37, atau 5,5 persen, menjadi menetap di USD 91,64 per barel.
Meski terjadi pola penurunan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih terus mencermati harga minyak dunia yang telah bergejolak di level tinggi dalam beberapa waktu terakhir.
“Harga minyak yang sempat menyentuh USD 125 per barel, turun di bawah USD 100, untuk kemudian melonjak lagi di atas USD 126 per barel. Tadi pagi saya mendapatkan data cek ada di USD 99 (per barel), tapi tetap pada level tinggi dan bergerak volatile,” terang Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (31/8/2022).
Tak hanya minyak, tren harga bergejolak juga turut menimpa minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). “Demikian juga dengan CPO, pernah menyentuh hampir mendekati RM (per ton), untuk kemudian drop menjadi hanya kisaran RM 800 (per ton), dan sekarang merangkak lagi,” ungkap dia.
Sri Mulyani lantas menyimpulkan, negara tetap harus waspada terhadap segala kemungkinan terkait harga komoditas energi tersebut. Pasalnya, lonjakan harga tersebut juga bakal berpengaruh terhadap nilai jual produk pangan di pasar domestik.
“Poinnya adalah, komoditas-komoditas pangan dan energi yang begitu menentukan kesejahteraan rakyat di mana pun, dihadapkan pada kenaikan yang melambung sangat tinggi, lebih dari 100 persen, dan bergejolak pada level yang tinggi,” tuturnya.(red)