Hukum  

Surat Keputusan Soal Remisi Salahi Aturan Hukum, OC Kaligis Gugat KPK di PTUN

OC Kaligis/Foto:istimewa

Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut dilayangkan terkait Surat Nomor: B/2848/HK.06.04/55/06/2020 perihal tanggapan atas surat OC Kaligis tertanggal 9 Mei perihal proses Administrasi dan Pemberian Remisi kepada Warga Binaan, tertanggal 16 Juni 2020 yang dikeluarkan KPK.

Dalam surat gugatan dengan Nomor: 136/G/2020/PTUN-JKT, OC Kaligis mengaku sangat dirugikan atas adanya surat KPK yang dinilainya menyalahi peraturan perundang-undangannya.

Kemenkumham Bali

“Selaku warga binaan Lapas Sukamiskin Kelas 1 Bandung yang sudah berusia 78 tahun, dan telah menjalani masa tahanan sejak tanggal 14 Juli 2015, sehingga jika dihitung dari masa penahanan, maka saya telah menjalani 2/3 dari masa pemidanaannya yaitu 4 tahun 11 bulan. Tentunya saya sangat dirugikan dengan adanya surat Tergugat,” kata OC Kaligis, sebelum sidang di PTUN Jakarta, Selasa (4/8/2020).

Ia menegaskan, bahwa KPK tidak pernah menetapkan dirinya sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator), yang mengakibatkan Penggugat tidak dapat memperoleh haknya untuk mendapatkan remisi sebagaimana dijamin oleh ketentuan perundang-undangan.

Menurut OC Kaligis, keputusan Tergugat merupakan objek sengketa tata usaha negara yang bersifat konkrit, individual dan final serta merugikan hak dan kepentingan Penggugat. Sehingga memenuhi ketentuan pasal 1 angka 9 UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Paradilan Tata Usaha Negara.

BACA JUGA  Ammar Zoni Minta Doa Saat Jalani Sidang Perdana Kasus Narkoba

Kemudian, lanjutnya, fakta lainnya di usianya yang sudah 78 tahun kondisi menurun dalam kemampuan fisik dan psikologis termasuk rentan mengalami gangguan kesehatan. Hasil pemeriksaan dokter dari laporan berkala medical ceck up Penggugat selama 3 bulan terakhir, di usia 78 tahun penyakit yang dideritanya antara lain 85 persen penyempitan jantung, prostat dan diabetes.

“Sebagai warga binaan saya mempunyai hak untuk mendapatkan remisi, tidak ada pengecualian ataupun syarat. Hal ini mengacu pada ketentuan Permenkumham No.3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebesan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat, khususnya pasal 4 yang menyebutkan, selain remisi sebagaimana dimaksud Pasal 3 Narapidana dan Anak dapat diberikan remisi kemanusiaan, remisi tambahan dan remisi susulan,” papar OC Kaligis.

“Saya juga mengajukan keberatan pada tanggal 26 Juni 2020, akan tetapi dalam jangka waktu 10 hari sejak surat tersebut diterima oleh Tergugat, Tergugat tidak juga memberikan tanggapan atau jawaban atas keberatan Penggugat,” sambungnya.

BACA JUGA  Nyaman Tanpa Ribet, Kejari Jaktim Buka Layanan Hukum Gratis dan Bayar Tilang di MPP DKI

Dengan demikian, kata OC Kaligis, secara hukum dengan serta merta Tergugat dianggap telah mengabulkan keberatan yang diajukan oleh saya selaku Penggugat. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 ayat (4) dan ayat (5) UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Menurut OC Kaligis, keputusan Tergugat juga bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangaan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik. Kemudian, tindakan Tergugat terbukti dalam mengeluarkan surat tersebut
bertentangan dengan asas kepastian hukum, asas keterbukaan dan asas perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

“Selaku Penggugat saya memohon agar PTUN Jakarta Cq Majelis Hakim mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Nomor: B/2848/HK.06.04/55/06/2020, mewajibkan Terguat untuk mencabut Surat Keputusan tersebut, dan mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan keputusan perihal persetujuan pemberian remisi kemanusiaan atas nama Penggugat,” harap OC Kaligis.

Diskriminatif

ilustrasi

Hingga saat ini, dirinya masih mengaku tidak habis pikir atas perlakuan diskriminatif terhadap dirinya terkait perkara tersebut. Meski bukan pelaku utama yang di OTT KPK, ia dihukum 7 tahun penjara.

BACA JUGA  Kejari Aceh Besar Launching Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa 

Sementara pelaku lainnya, yakni Syamsir Yusfan (vonis 3 tahun), Tripeni Irianto Putro (vonis tingkat banding 4 tahun), Dermawan Ginting (vonis 2 tahun), M. Yagari Bhastara (vonis 2 tahun), Gatot Pujo Nugroho (vonis 3 tahun), Evy Susanti (vonis 2,5 tahun) dan Rio Capela (vonis 1,5 tahun).

“Semua sudah bebas, hanya saja saja yang masih berada dalam tahanan, apakah saya ini perampok uang negara dan sangat membahayakan? sehingga terus diperlakukan seperti ini. Saya akan terus berjuang hingga akhir hayat,” pungkas OC Kaligis.(fir)

Tinggalkan Balasan