JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pengacara senior OC Kaligis, buka suara kasus eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Ia menyebut pemberitaan kasus tersebut setiap hari tak pernah berhenti terus bergulir baik dalam pemberitaan media maupun komentar netizen di media sosial. OC Kaligis membandingkan kasus Ferdy Sambo dengan kasus Novel Baswedan dan Denny Indrayana yang hingga saat ini belum ada kepastian hukum lantaran tidak bergulir ke pengadilan.
Pandangan itu dikemukakan OC Kaligis dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait penanganan kasus Novel Baswedan dan Denny Indrayana.
“Tiada hari tanpa berita pembunuhan tersebut, bahkan sebelum perkara ini sampai ke pengadilan, Ferdy Sambo dan keluarga secara sangat sadis, telah dihukum baik oleh media maupun oleh petinggi petinggi hukum yang turut mengambil bahagian memberi komentar yang menghukum,” ungkap OC Kaligis, dilansir dari isi suratnya, Kamis (8/9/2022).
OC Kaligis menyebutkan, kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan dan kasus dugaan korupsi Payment Gateway Denny Indrayana adalah fakta sejarah hitam penegakkan hukum yang tebang pilih. Bukti keduanya kebal hukum.
“Surat ini kami alamatkan khusus kepada Bapak Jaksa Agung, dan kepada semua pemerhati hukum, agar kita semua tidak terlena akan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia. Semua perkara pidana oknum KPK yang telah dinyatakan P.21 atau dinyatakan lengkap untuk dimajukan ke pengadilan, dipeti-eskan, termasuk perkara dugaan pidana Bambang Widjojanto, Abraham Samad dan lain-lain,” katanya.
“Semoga Pak Jaksa Agung yang saya hormati, akhirnya tidak lagi membela Novel Baswedan dan Prof. Denny Indrayana. Semoga.” harap penulis buku “KPK Bukan Malaikat” itu.
Berikut isi surat terbuka selengkapnya yang ditulis OC Kaligis untuk Jaksa Agung ST Burhanuddin:
Jakarta, Senin, 5 September 2022.
Nomor : 579/OCK.IX/2022
Kepada Yth.
Bapak DR. ST. BURHANUDDIN
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Di
KEJAKSAAN AGUNG R.I.
Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan
Hal: Mengapa Tersangka Kasus Dugaan Pembunuhan Novel Baswedan dan Kasus Dugaan Korupsi Prof. Denny Indrayana dipeti-eskan?
“HUKUM HARUS DITEGAKKAN SEADIL-ADILNYA TANPA PANDANG BULU.”
Pidato Kenegaraan Presiden Ir. Joko Widodo Di depan DPR, MPR Tanggal 16 Agustus 2022.
Dengan hormat,
Saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, advokat dan akademisi, berkantor di Jalan Majapahit No.18 – 20, Kompleks Majapahit Permai Blok B-122-123, dalam kedudukan saya tersebut di atas, bersama ini hendak mempertanyakan kepada Bapak, hal berikut ini :
1. Seperti mungkin bangsa Indonesia khususnya pemerhati hukum ikut menyaksikan berita mengenai kasus dugaan pembunuhan yang disangkakan kepada ex. Kadiv Propam, Ferdy Sambo, setiap hari menjadi santapan dunia berita.
2. Tiada hari tanpa berita pembunuhan tersebut, bahkan sebelum perkara ini sampai ke pengadilan, Ferdy Sambo dan keluarga secara sangat sadis, telah dihukum baik oleh media maupun oleh petinggi-petinggi hukum yang turut mengambil bahagian memberi komentar yang menghukum.
3. Bahkan Komnas HAM dilibatkan seolah-olah kasus dugaan pembunuhan tersebut terbilang sebagai crime against humanity, sebagaimana apa yang dilakukan Hitler terhadap etnis Yahudi atau kasus kejahatan kemanusiaan di Bosnia oleh Sibodan Milosevic, Presiden Serbia yang dituduh melakukan pembantaian kemanusiaan terhadap etnis Albania di Kosovo. Sibodan Milosevic akhirnya meninggal di sel tahanannya di Den Haag Belanda.
4. Mengapa saya menyebutkan kasus kejahatan kemanusiaan Sibodan Milosevic?. Karena kebetulan saya berkesempatan menghadiri sidang Sibodan di Mahkamah Internasional Hak Azasi Manusia di Den Haag pada waktu itu.
5. Dari apa yang saya ketahui, mestinya keterlibatan Komnas HAM untuk kasus Ferdy Sambo yang terbilang kasus pidana, bukan genosida, sama sekali kehadirannya tidak relevan, apalagi media secara massif telah menghukum yang bersangkutan, termasuk hukuman kepada istri dan anak.
6. Mengapa saya agak menyentil kasus Ferdy Sambo?. Saya yang mengikuti kekejaman Novel Baswedan, mulai dari sebelum BAP terhadap para korban pencurian sarang burung walet sampai matinya Aan alias Julian, yang diduga akibat siksaan Novel Baswedan, kasusnya luput sama sekali dari berita. Ini terjadi diduga kelihaian Novel Baswedan adalah menguasai media, khususnya ICW, Harian Kompas dan Mingguan Tempo.
7. Perjuangan para korban, tersangka pencurian sarang burung walet sudah dimulai ketika para korban menghadap ke Komisi III DPR-RI. Kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR-RI pada tanggal 21 Agustus 2017, putusannya di waktu itu adalah: memanggil Jaksa Agung untuk dimintai keterangan mengapa kasus burung walet tidak dilanjutkan ke pengadilan, apalagi putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Bengkulu Putusan Nomor: 2/Pid.Prap/2016/PN.BGL, memerintahkan Jaksa untuk melimpahkan kasus dugaan pembunuhan dengan tersangka Novel Baswedan ke pengadilan?.
8. Bahkan di tahun 2004 korban Irwansyah Siregar dkk termasuk pengacaranya mendesak bertemu Bapak Presiden untuk melaporkan dugaan kekejaman Novel Baswedan saat menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Bengkulu. Di saat itu, Novel Baswedan bertindak sebagai penyidik terhadap para tersangka , dimana salah seorang bernama Dedi Nuryadi diduga disetrum, disiksa, ternyata dilepas, karena korban terperiksa salah tangkap.
9. Untuk menguji kebenaran imbauan Bapak Presiden terhadap penegakan hukum yang tidak tebang pilih, saya menggugat Kejaksaan Agung dalam dua gugatan perdata, masing-masing gugatan Nomor 958/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel dan gugatan Nomor: 145/PDT.G/2021/PN.JKT.SLT.
10. Di dalam gugatan kedua Nomor: 145/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Sel., saya menggugat Ombudsman, karena dalam gugatan pertama, pihak Tergugat, Kejaksaan menggunakan surat dari Ombudsman sebagai dasar mengapa Kejaksaan tidak kunjung melimpahkan kasus dugaan pidana Novel Baswedan ke pengadilan, padahal Jaksa sendiri yang menetapkan bahwa berkas perkara dugaan pidana tersebut telah lengkap.
11. Pasal 9 UU No.37/2008 tentang Ombudsman, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memutus perkara. Di dalam gugatan tersebut, Ombudsman yang seharusnya taat hukum sesuai sumpahnya, tak mengindahkan panggilan pengadilan, sehingga di seluruh acara gugatan, Ombudsman tak pernah hadir.
12. Untuk kedua kasus gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, semua bukti-bukti pendukung telah saya majukan. Bahkan pernah saksi korban langsung mendatangi pengadilan untuk memberi kesaksiannya. Sayangnya permohonan untuk menghadirkan mereka sebagai saksi korban, pada saat itu ditolak hakim, karena menunggu waktu mereka untuk bersaksi. Akhirnya mereka kembali ke Bengkulu, hanya dengan meninggalkan surat kuasa, mendukung usaha kantor kami, agar Jaksa mau melimpahkan perkara pembunuhan yang diduga dilakukan oleh Novel Baswedan.
13. Dalam banyak kasus dugaan korupsi, Jaksa Agung berhasil. Sayangnya dalam kasus sangkaan pembunuhan yang diduga dilakukan Novel Baswedan, Jaksa Agung bukan saja tidak mematuhi perintah pengadilan, bahkan dalam gugatan saya terhadap Novel Baswedan, Jaksa Agung bertindak sebagai pihak pengacara Novel Baswedan, yang membela mati-matian Novel Baswedan, agar Novel tidak dimajukan ke pengadilan.
14. Contoh tebang pilih lainnya. Kasus dugaan korupsi Prof. Denny Indrayana.
15. Hasil gelar perkara Bareskrim atas kasus dugaan korupsi Prof. Denny Indrayana.
16. “Jawaban Bareskrim terhadap gugatan Praperadilan Nomor: 153/Pid/Prap/2018/Pn.Jkt.Slt: Bahwa terhadap Laporan Polisi LP/226/II/2015 Bareskrim tanggal 24 Februari 2015 telah melakukan penyidikan perkara tindak pidana dugaan korupsi pada kegiatan implementasi payment gateway pada Kemenkumham RI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan atau pasal 3 dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1)ke 1 KUHP, dengan cara mencari dan mengumpulkan bukti guna menemukan tersangka sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 2 KUHAP”.
17. “Untuk itu juga telah dilakukan tindakan hukum sebagaimana disebutkan di bawah ini berupa pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, ahli dan tersangka terkait dengan LP tersebut yaitu:
- Telah melakukan pemeriksaan 93 orang saksi
- Telah melakukan pemeriksaan 7 ahli
- Telah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka
- Telah menyita barang bukti antara lain 13 bundel berkas terkait payment gateway Dirjen Imigrasi tahun 2014, 722 lembar surat, 77 print out email, Laporan keuangan hasil investigatif dalam rangka perhitungan kerugian negara atas implementasi payment gateway pada Kementerian Hukum dan HAM RI T.A. 2014 Nmr: 60/HP/XIV/2015 tgl. 9 Juli 2015.”
18. Di depan Komisi III DPR-RI, Menteri Hukum dan HAM, Bapak Yasonna menyebut Payment Gateway melanggar Hukum.
19. Sayangnya kasus dugaan korupsi Prof. Denny Indrayana kasus tak kunjung dilimpahkan, karena Jaksa diduga melindungi dengan cara taktik bolak balik berkas, disertai perintah Kejaksaan kepada penyidik polisi agar melengkapi berkas, sekalipun berkas telah dilengkapi dengan bukti-bukti yang lebih dari cukup.
20. Kasus Prof. Denny Indrayana kembali membuktikan fakta terjadinya tebang pilih dalam pelaksanaan hukum.
21. Kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan dan kasus dugaan korupsi Payment Gateway Prof. Denny Indrayana adalah fakta sejarah hitam penegakkan hukum yang tebang pilih. Bukti Novel Baswedan dan Prof. Denny Indrayana kebal hukum.
22. Surat ini kami alamatkan khusus kepada Bapak Jaksa Agung, dan kepada semua pemerhati hukum, agar kita semua tidak terlena akan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia. Semua perkara pidana oknum KPK yang telah dinyatakan P.21 atau dinyatakan lengkap untuk dimajukan ke pengadilan, dipeti-eskan, termasuk perkara dugaan pidana Bambang Widjojanto, Abraham Samad dan lain-lain.
23. Semoga Pak Jaksa Agung yang saya hormati, akhirnya tidak lagi membela Novel Baswedan dan Prof. Denny Indrayana. Semoga.
Hormat saya,
Prof. Otto Cornelis Kaligis.
Cc. Yth. Semua teman-teman media pencinta tegaknya hukum.(tim)