Tanggung Jawab Hukum “Rumah Sakit” dalam Sengketa Layanan Medis

Dr. Najab Khan, SH., MH

Potensi sengketa layanan medik di Rumah Sakit dan atau sengketa tindakan medis dokter terhadap pasien di Rumah Sakit biasanya dipicu oleh faktor “adanya dugaan kelalaian tindakan medis” atau sering dipicu adanya dugaan kelalaian kewajiban layanan medis Rumah Sakit terhadap pasien serta dipandang merugikan pasien. Untuk jenis sengketa kelalaian/kesalahan tindakan medis dokter terhadap pasien jelas menjadi tanggung jawab dokter (tenaga kesehatan). Namun tanggung jawab dokter/tenaga kesehatan tersebut ternyata tidak membebaskan tanggung jawab Rumah Sakit terhadap kelalaian/ kesalahan dokter/tenaga kesehatan itu sendiri (Pasal 17 ayat 1 Permenkes No.290/MENKES/PER/III/2008 Tahun 2008 tanggal 26 Maret 2008, Pasal 46 UU Rumah Sakit, Pasal 58 UU Kesehatan, Pasal 1365, Pasal 1367 KUHPerdata).

Sedangkan bila terjadi sengketa layanan kesehatan di Rumah Sakit terutama menyangkut sengketa kelalaian kewajiban Rumah Sakit terhadap pasien dan merugikan pasien jelas menjadi tanggung jawab Rumah Sakit saja, bukan tanggung jawab dokter/tenaga kesehatan (Pasal 32 huruf q UU Rumah Sakit Jo. Pasal 58 UU Kesehatan Jo. Pasal 17 ayat 2 Permenkes No.290/MENKES/PER/III/2008 Tahun 2008, tanggal 26 Maret 2008, Pasal 1365, Pasal 1366 KUHPerdata ).

Kemenkumham Bali

Demikian pula Rumah Sakit selaku recht person (badan hukum) dapat diminta pertanggungjawaban tanpa harus mengkaitkan dokter atau tenaga kesehatan lainnya jika ternyata Rumah Sakit lalai, tidak menyelenggarakan rekam medik yang baik, apalagi tidak melengkapi syarat persetujuan tindakan kedokteran dari pasien sewaktu dilakukan tindakan medis di Rumah Sakit sehingga merugikan pasien. Hal lain yang sering dilupakan oleh pihak Rumah Sakit adalah kewajiban melaksanakan sistem rujukan. Sistem rujukan yang dikenal menurut UU Rumah Sakit merupakan sistem ajakan atau sistem pengalihan pengobatan dan sistem rujukan ini menjadi kewajiban Rumah Sakit untuk melaksanakannya.

BACA JUGA  “Kebijakan yang Tidak Bijak” (Catatan, Pembebasan 35.000 Napi di Indonesia)

Rumah Sakit suka abai dan memaksakan diri memberi layanan kesehatan terhadap pasien walau diluar jangkauan kemampuan pelayanannya. Padahal seharusnya jika Rumah Sakit tidak berkemampuan dalam memberi layanan yang dibutuhkan pasien (misalnya karena minim alat kesehatan atau kurangnya tenaga kesehatan yang mumpuni), maka seharusnya Rumah Sakit wajib melaksanakan rujukan ke Rumah Sakit lain yang dipandang memiliki peralatan dan memiliki tenaga kesehatan yang lebih memadai dengan suatu persetujuan pasien. Situasi demikian juga merupakan salah satu faktor timbulnya sengketa medik dan menurut UU Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Rumah Sakit, bukan merupakan tanggung jawab tenaga kesehatan. Selain kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur didalam ketentuan Pasal 29 UU Rumah Sakit, Rumah Sakit juga berkewajiban melakukan akreditasi secara berkala, wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.

BACA JUGA  “Pro-Kontra” Efektifitas Presiden dan Wakil Presiden Menjalankan Fungsi dan Kewenangannya

Layanan kesehatan oleh sarana kesehatan (Rumah Sakit) yang menjadi kewajiban Rumah Sakit dapat dilakukan melalui pemeliharaan secara promotif, preventif, kuratif, rehabilitative dan dilaksanakan dalam bentuk:

  1. pelayanan kesehatan
  2. pelayanan kesehatan tradisional
  3. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
  4. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
  5. kesehatan reproduksi f. keluarga berencana
  6. kesehatan sekolah
  7. kesehatan olahraga
  8. pelayanan kesehatan pada bencana
  9. pelayanan darah
  10. kesehatan gigi dan mulut
  11. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
  12. kesehatan mata
  13. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
  14. pengamanan makanan dan minuman
  15. pengamanan zat adiktif dan/atau
  16. bedah mayat.

Pada bentuk-bentuk pelayanan kesehatan jenis ini sering memicu sengketa pelayanan medis. Jika timbul sengketa layanan tindakan medis dokter terhadap pasien atau jika timbul sengketa layanan kesehatan pasien di Rumah Sakit dan dianggap merugikan pasien maka pasien / keluarga pasien dapat menuntut ganti rugi terhadap dokter/tenaga kesehatan dan atau terhadap Rumah Sakit selaku penyelenggara layanan kesehatan, baik secara kumulatif atau sendiri-sendiri berdasarkan asas lex spesialis derogate legi generali (Pasal 46 UU Rumah Sakit, Pasal 58 UU Kesehatan, Pasal 66 UU Praktik Kedokteran, Pasal 1365, Pasal 1366, Pasal 1367 KUHPerdata).

BACA JUGA  Kenang Sinyo Sarundajang, OC Kaligis: Sahabat yang Baik

Intinya, setiap perbuatan yang dilakukan secara salah/lalai/melawan hak di bidang kesehatan atau setiap peristiwa penyalah gunaan kewajiban hukum kesehatan/hukum Rumah Sakit/hukum praktik kedokteran dan menimbulkan kerugian kepada orang lain maka dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).

F. Kesimpulan

– Rumah sakit memiliki 2 (dua) pertanggungjawaban hukum terhadap pasien. Pertama, Rumah Sakit bertanggungjawab terhadap penyalah gunaan kewajiban layanan jasa kesehatan di Rumah Sakit (seperti, melakukan kelalaian/kesalahan melaksanakan sistem rujukan, lalai menyediakan atau melakukan transfusi darah sesuai kebutuhan medis rasional pasien, lalai melaksanakan persetujuan tindakan kedokteran kepada pasien, atau memberi informasi yang tidak benar tentang layanan Rumah Sakit dan merugikan pasien). Kedua, Rumah Sakit juga bertanggungjawab terhadap kelalaian/kesalahan tindakan medis dokter yang merugikan pasien.(doktrin vicarious liability).

Tinggalkan Balasan