“Yang namanya transaksi jual beli tanah tentunya harus sesuai prosedur, bukan seperti jual beli goreng pisang. Diduga banyak yang main mata, ini kan namanya merampas hak klien kami, masa ahli waris tidak dilibatkan.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kisah miris datang dari Kabupaten Tangerang, Banten. Seorang ahli waris mengaku terusir dari lahan milik kakeknya. Saat ini, ia sedang berjuang untuk memperoleh keadilan atas haknya sebagai para ahli waris lainnya dengan pendampingan Advokat Oktavianus Setiawan, SH.
Oktavianus Setiawan, praktisi hukum yang dikenal sering membela rakyat kecil mengungkapkan kronologi persoalan tersebut.
“Pertama-tama saya mengapresiasi kinerja Polres Tangerang Selatan (Tangsel) pimpinan Bapak AKBP Iman Imanuddin yang telah berkerja luar biasa menindaklanjuti pengaduan masyarakat (Dumas), salah satu terkait persoalan tanah klien kami, Bapak Ruslan, salah satu ahli waris Jamrut Bin Ista yang berlokasi di Desa Caringin, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang,” kata Oktavianus, dalam keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/8/2021).
Menurut Oktavianus, langkah cepat Polres Tangsel merupakan awal titik terang bagi perjuangan kliennya yang sedang berjuang atas hak tanah peninggalan kakeknya.
“Kami harap pihak kepolisian dapat mengungkap siapa pun yang terlibat pihak-pihak yang diduga telah bermain dalam pengaduan kami ini,” harap Advokat dari Kantor Pengacara Stefanus Gunawan & Rekan ini.
Ia mengungkapkan kronologi kliennya yang harus kehilangan haknya sebagai salah satu ahli waris Ista Jambrut, bahkan saat ini terusir dan tinggal di kontrakan.
“Jadi klien kami ini Bapak Ruslan adalah salah satu ahli waris yang sah dari pemilik tanah Ista Jamrut yang memiliki tanah seluas 12.000 meter persegi berdasarkan bukti kepemilikan Girik Nomor 976. Bukti klien kami sebagai salah satu ahli waris adalah fatwa waris yang sudah ditandatangani pihak terkait dalam hal ini Kades Caringin dan Camat Legok,” ungkap Oktavianus.
“Klien kami Bapak Ruslan adalah anak ketiga dari 6 bersaudara yang diberikan amanah untuk mengurus hak waris dari almarhum Jamrut. Sebelum menjadi klien kami saya pastikan terlebih dahulu kebenarannya, apakah betul salah satu ahli waris, dan ternyata datanya memang valid, Pak Ruslan beserta kakak dan adiknya adalah ahli waris yang sah,” tambahnya.
Pihaknya pun tergerak untuk membantunya Ruslan, yang menurutnya orang terzalimi. Terungkap, tanah kakeknya seluas 12 ribu meter persegi telah diperjualbelikan tanpa sepengetahuan kliennya.
“Tanah milik kakek hanya sisa kurang lebih 3.700 meter persegi, sehingga harus kami bantu memperjuangkan haknya. Banyak kejanggalan yang kami ungkap, itu adalah ranahnya kepolisian untuk mengungkap adanya kongkalikong yang menyebabkan hak klien kami terampas,” tutur Oktavianus.
Kades Caringan
Setelah sah menjadi kuasa hukum Ruslan, dirinya langsung bergerak menggali persoalan. Di antaranya melakukan konfirmasi ke Kepala Desa (Kades) Caringin dan membuat Dumas di Polres Tangsel.
“Awalnya Pak Kades begitu welcome dengan ketika dikonfirmasi, terungkap dalam SPT PBB masih atas nama Ista Jamrut dan luasnya jika ditotal 12 ribu meter persegi, namun faktanya banyak yang sudah dijual. Kok bisa diperjualbelikan tanpa melibatkan ahli waris, kemudian siapa yang menjual dan yang membeli?. Lebih mengherankan lagi, Kades tidak memperlihatkan buku desa,” ungkapnya.
“Yang namanya transaksi jual beli tanah tentunya harus sesuai prosedur, bukan seperti jual beli goreng pisang. Diduga banyak yang main mata, ini kan namanya merampas hak klien kami, masa ahli waris tidak dilibatkan,” sambung Oktavianus.
Namun, lanjutnya, sikap Kades langsung berubah drastis, terkesan menghindar dan menutupi sesuatu dengan alasan baru menjabat di Desa Caringin.
“Entah apa yang menyebabkan Pak Kades ini berubah, diduga ada pihak-pihak lainnya yang merasa terusik. Yang lebih mengherankan surat kami yang dilayangkan secara resmi ke Kades, hanya dijawab di selembar kertas tanpa kop, bukan layaknya dari instansi pemerintahan. Dugaan kami adanya kongkalikong pun semakin menguat, dan ditambah adanya intimidasi terhadap klien kami,” katanya.
Ia menegaskan, kliennya Ruslan dkk tidak menuntut lebih, hanya memperjuangkan haknya saja sebagai salah satu ahli waris dari Jamrut.
“Gak ada niatan untuk minta ganti rugi, atau kepentingan lain, klien kami hanya meminta hak saja sebesar 1 per 7, dan jika ada pihak-pihak yang menghalang-halangi atau diduga kongkalikong itu sepenuhnya menjadi kewenangan polisi, karena Indonesia ini kan negara hukum. Jika memang terbukti melanggar hukum siapa pun dia, tentu ada konsekuensinya,” tegas Oktavianus.
Terkait persoalan ini, baik pihak Kades Caringin Supriyadi maupun Camat Legok Cucu Abdurrosyied, belum dapat dikonfirmasi.(tim)