Oleh Eko Wahyuanto
Menjelang berakhirnya abad ke-20 perkembangan teknologi telematika yang sedemikian pesat dan terus menerus telah mendisrupsi berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang penyelenggaraan pos nasional, terutama pada piranti alat tukar pembayaran yang berupa prangko.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menerbitkan prangko sebagaimana diamanahkan oleh Undang-undang No. 38 tahun 2009 tentang Pos.
Kementerian Kominfo yang menjalankan sebagian tugas pemerintahan di bidang informasi dan teknologi informatika, dalam tatanan baru transformasi digital di antaranya menerapkan penggunaan barcode/QR code yang kini telah menjadi trend baru dalam ekosistem penyelenggaraan pos di tanah air.
Penggunaan barcode itu sejalan dengan perkembangan dunia digital yang semakin maju, ditandai munculnya sarana telekomunikasi modern yang secara alami menuntut perkembangan fungsi dari prangko.
Prangko yang pada awalnya dipergunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pelunasan tarif pos saat ini telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman.
Prangko itu sendiri hanya merupakan label atau carik kertas atau teraan di atas kertas dengan bentuk dan ukuran tertentu, baik bergambar maupun tidak bergambar, dan memuat nama negara penerbit atau tanda gambar yang merupakan ciri khas negara penerbit serta mempunyai nilai nominal tertentu berupa angka dan atau huruf.
Dalam Permenkominfo RI No. 21 Tahun 2012 Bab 1 pada Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa fungsi utama prangko adalah sebagai biaya pengiriman pos.
Selain itu prangko berfungsi sebagai collected items (fillatelis), alat edukasi masyarakat seperti terkait kebudayaan suatu bangsa, sejarah dunia, media komunikasi dan promosi pariwisata, dan momentum sejarah.
Secara fisik prangko dicetak menggunakan material sekuriti berupa kertas, tinta, foil dan teknik cetak sekuriti (bisa berupa teknik cetak offset, rotogravure, intaglio, hot stamping, screen print, perforasi, dan digital numbering).
Digital Stamp
Pada tahun 2022 ini telah dicanangkan adanya uji coba penerbitan prangko digital atau prangko yang dikemas secara hybrid, yaitu prangko konvensional yang dilengkapi fitur digital, baik berupa barcode atau QR code.
Barcode atau QR code ini bisa menampilkan deskripsi prangko dan atau sebagai alat track and trace kiriman yang menggunakan prangko, sehingga pengguna jasa pengiriman pos dapat melacak dimana posisi barang kirimannya.
Tentu saja penambahan fitur pada prangko akan sangat berpengaruh pada ongkos produksi prangko, sehingga untuk tahun anggaran 2022 fitur ini belum dapat diterapkan ke seluruh terbitan prangko, apalagi sifatnya masih ujicoba.
Oleh sebab itu barcode/QR code yang ditambahkan hanya untuk mendeskripsikan prangko tersebut agar penentuan seri prangko yang dipilih dapat dilakukan pada awal tahun, segera setelah SK penerbitan prangko diterbitkan, sehingga memiliki waktu persiapan yang cukup.
Jika fitur barcode akan digunakan sebagai alat track and trace kiriman, maka fitur ini harus diterapkan pada seluruh terbitan prangko karena adanya kalangan tertentu yang memilih prangko jenis tertentu sebagai alat bayar kirimannya.
Maka, dalam kaitan ini perlu kiranya diterbitkan prangko definitif yang digunakan khusus untuk pemrangkoan dengan memuat barcode/QR code yang dapat berfungsi untuk kepentingan track and trace.
Kemudahan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat serta kebutuhan pemerintah untuk tetap menyebarluaskan informasi melalui gambar yang ada di dalam prangko dapat dikembangkan dengan penggunaan QR code dan teknologi Augmented Realty.
Indonesia juga sudah mulai menerbitkan prangko dengan identifikasi digital QR code atau setidaknya prangko dengan varian berbagai fitur seperti seri peringatan Peruri Emas 50 Tahun.
Beberapa negara juga sudah menerbitkan prangko yang dibubuhi identifikasi digital seperti barcode dan QR code seperti Yunani, Amerika Serikat, Thailand, Prancis, China, dan Inggris.
Perkembangan teknologi digital (barcode dan QR code) dalam proses track and trace pengiriman surat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat serta memenuhi kebutuhan pemerintah untuk tetap menyebarluaskan informasi melalui gambar yang ada di dalam prangko.
Perkembangan teknologi digital tidak hanya berakhir pada penerapan augmented realty, barcode, QR code saja, melainkan sekarang sudah bergeser menuju ke teknologi crypto yang menggunakan basis blockchain dalam aplikasinya.
Crypto Stamp
Baik digital stamp maupum crypto stamp, keduanya merupakan aset digital milik Indonesia, meskipun secara infrastruktur dapat dikatakan belum memadai mengingat segi peralatan dan biaya produksinya relatif mahal. Tetapi paling tidak Indonesia sudah menjemput masa depan format prangko berbasis crypto.
Dalam mengembangkan model Crypto Stamp diharapkan Peruri sudah mulai menyusun proses bisnis penerbitannya, mulai dari perencanaan, design, sistem, dan business process, serta pola distribusi hingga ke pembeli.
Termasuk di dalamnya besaran biaya produksi dan maintenance agar pemerintah mempunyai gambaran yang jelas untuk menentukan tarif atau harga jual prangko crypto.
Dalam upaya menandai ujicoba terbitnya crypto stamp, prangko yang diterbitkan bisa saja merupakan prangko yang pernah diterbitkan secara konvensional. Sebagai contoh seri Kepala Negara RI atau prangko COVID-19, karena kedua prangko tersebut mempunyai magnitude atau daya tarik yang luar biasa.
Tetapi khusus untuk tahap ini Indonesia belum mempunyai kesiapan dari peraturan dasar mengenai penggunaan teknologi crypto di dalam kehidupan sehari hari, sementara crypto stamp diramalkan bakal menjadi trend baru dalam penggunaan teknologi Non Fungible Token (NFT).
Di beberapa negara seperti Austria, Brasil dan Amerika jenis prangko dengan teknologi NFT juga baru diujicobakan. Ini merupakan aset digital yang tidak dapat direplikasi atau diduplikasi, dan bukan merupakan alat tukar, namun bisa diperjualbelikan.
NFT berjalan diatas teknologi blockchain, sehingga yang bisa mengetahui penerbit NFT hanya pembeli pertama dan pemilik saat ini. NFT juga diimplementasikan pada karya seni digital seperti gambar dan musik. Salah satu NFT yang sangat terkenal saat ini adalah CryptoKitties.
Dalam kaitan ini di Indonesia diperlukan adanya ekosistem blockchain yang secara pengelolaan menjadi aset digital RI, meskipun secara infrastruktur dapat dikatakan belum memadai mengingat dari segi peralatan dan biaya produksi cukup mahal. Tetapi paling tidak Indonesia sudah menjemput masa depan format prangko berbasis crypto.
Terkait upaya mempersiapkan kedua prangko tersebut, yakni digital stamp dan crypto stamp, Kementerian Kominfo melalui Direktorat Pos terus melakukan telaahan dan kajian bersama kalangan pegiat prangko, budayawan, akademisi, PT Pos Indonesia, dan Peruri.
Kementerian Kominfo memang berkomitmen mendorong pengembangan prangko digital di Indonesia. Maka, ke depan perlu dikembangkan pola benchmarking ke negara-negara yang telah terlebih dahulu menerbitkan prangko digital dan crypto stamp.
*Eko Wahyuanto adalah Analis Kebijakan Ahli Madya Kominfo.