Tri Indroyono

Uji Sahih RUU Perubahan Kelima UU Pemda, Komite I DPD RI Sambangi NTB

Uji Sahih RUU Perubahan Kelima UU Pemda, Komite I DPD RI Sambangi NTB
Komite I DPD RI mengadakan Uji Sahih RUU Perubahan Kelima UU Pemda di kantor Pemprov NTB, Selasa (28/5/2024). Foto:Humas DPD RI

MATARAM, SUDUTPANDANG.ID – Komite I DPD RI menyusun rancangan UU (RUU) perubahan kelima atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Hal ini untuk mencermati pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sejak tahun 2014 dan lahirnya berbagai Peraturan Perundang-undangan serta dinamika sosial politik masyarakat.

Sebagai salah satu proses dari penyusunan dan dalam rangka mendapatkan respon dari masyarakat, Komite I DPD RI mengadakan uji sahih Uji Sahih RUU Perubahan Kelima UU Pemda di kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (28/5/2024).

Kemenkumham Bali

Dalam kegiatan tersebut hadir dari unsur pemerintah daerah, dan Forkopimda, antara lain dari Polda NTB, Korem 162/Wira Bhakti, Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Pemprov NTB, dalam hal ini Pj. Sekda H. Ibnu Salim, SH., M.Si., dalam sambutannya menyatakan bahwa lahirnya UU Pemda merupakan tonggak pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Namun, menurutnya, dalam pelaksanaannya terjadi bias-bias karena tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah, bahkan terjadi penarikan sebagian kewenangan daerah.

“Uji sahih ini merupakan forum yang tepat untuk memberikan masukan terhadap rancangan yang tengah disusun oleh Komite I DPD RI,” katanya.

BACA JUGA  Kurangi Ketergantungan Energi Fosil, Muhammadiyah Pasang 1.000 Panel Surya

Anggota DPD RI Dapil NTB, Evi Apita Maya menjelaskan bahwa kunjungan kerja Komite I ke NTB dalam rangka uji sahih perubahan kelima UU Nomor 23 Tahun 2014.

Wakil Ketua Komite I, Filep Wamafma sebagai ketua delegasi Komite I menyampaikan bahwa perubahan UU Pemda dirasakan perlu karena secara faktual. Beberapa ketentuan telah diubah oleh UU Cipta kerja dan beberapa UU sektor. Perubahan regulasi itu menimbulkan masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Selain itu, lanjutnya, DPD menilai bahwa penyelenggaraan otonomi daerah untuk mewujudkan demokrasi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan aspirasi dan prakarsa masyarakat setempat belum berjalan secara optimal.

“Di samping itu, terdapat muatan UU Nomor 23 Tahun 2014 yang hingga saat ini tidak dilaksanakan, antara lain desain besar otonomi daerah (Desartada). Terdapat beberapa materi RUU Pemda, di antaranya urusan pemerintahan/kewenangan, aspek regulasi lokal hingga aspek pembinaan dan pengawasan,” paparnya.

Filep mengatakan, tujuan uji sahih dilakukan untuk memperoleh aspirasi dari pemerintah daerah kalangan perguruan tinggi dan masyarakat.

Pembicara Rosiady H. Sayuti, M.Sc, Ph.D dan Dr. Rossi Maunofa Widayat, S.IP., MA. Rosiady yang juga dosen Universitas Mataram tersebut menilai bahwa arah RUU Pemda ini berfokus pada penataan daerah.

BACA JUGA  Mendarat di Papua Nugini, Presiden Jokowi Disambut PM James Marape

“Pertimbangannya yakni aspek keseimbangan keuangan antar daerah, pemerataan pembangunan, dan keberagaman daerah, selain itumemperkuat fungsi pengawasan oleh DPRD terhadap pemerintah daerah, serta meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah,” terang mantan Sekprov NTB itu.

Ia menambahkan, adanya dampak yang mungkin ditimbulkan dari revisi kebijakan. Dampak tersebut bisa positif dan bisa pula negatif. Dampak positif dalam hal peningkatan taraf hidup, peningkatan akses terhadap pendidikan dan Kesehatan serta peningkatan toleransi dan keragaman.

“Sementara dampak negatif di antaranya ketidaksetaraan dalam arti transformasi ekonomi dapat memperlebar jurang kesenjangan antara kaya dan miskin, disintegrasi sosial yang ditunjukkan pada hilangnya nilai-nilai dan tradisi budaya tradisional serta timbulnya kerusakan lingkungan,” katanya.

Dr. Rossi Maunofa Widayat, S.IP., MA, dosen Universitas Muhammadiyah Mataram menyatakan bahwa desentralisasi tidak hanya berorientasi pada kemudahan pelayanan publik dan memperpendek rentang kendali, namun desentralisasi mesti merepresentasikan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di daerah.

Menurutnya, desentralisasi di tengah keragaman dan kemajemukan identitas lokal harus didesain lebih representatif dan solutif bagi kebutuhan daerah. Secara umum, desentralisasi dan otonomi daerah dilihat dari beberapa kategori, diantaranya sosial, politik, administrasi, dan ekonomi.

BACA JUGA  PUPR NTB Minta Rekanan Perbaiki Jalan Rusak di Lombok Barat-Lombok Utara

Di sesi diskusi, peserta mempertanyakan arah RUU Pemda, khususnya dalam memperkuat desentralisasi dan pemerintah daerah, termasuk tanggapan usulan ini mampu menjawab sepuluh faktor problem yang ada.

Sebagai informasi, acara dimulai pada pukul 10.00 WITA dan berakhir pada pukul 13.00 WITA. Adapun para senator yang turut hadir antara lain Dr. Pangeran Habib Abdurrahman Bahasyim, H. Darmansyah Husein, Hj. Andi Nirwana, Dr. Abdul Kholik, lr. Abraham Liyanto, H. Nanang Sulaiman, dan Dr. Ajieb Padindang.(PR/01)