Ngaku Kena Gangguan Mental hingga Overstay, Bule Amerika Dideportasi 

Ngaku Kena Gangguan Mental hingga Overstay, Bule Amerika Dideportasi 
Petugas Rudenim Denpasar mengawal proses deportasi JRA, WNA asal Amerika Serikat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.(Foto: Rudenim Denpasar)

BADUNG-BALI, SUDUTPANDANG.ID – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar mendeportasi bule asal Amerika Serikat berinisial JRA lantaran melanggar batas izin tinggal atau overstay.

WNA tersebut dipulangkan melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali dengan tujuan akhir Dallas Forth Worth International Airport, Amerika Serikat pada Selasa (12/11/2024).

Kemenkumham Bali

Siaran pers Rudenim Denpasar, Kamis (14/11/2024) menyebutkan bahwa JRA terbukti melanggar Pasal 78 ayat (3) UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menjelaskan, kejadian bermula ketika bule Amerika Serikat itu melaporkan diri ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Ngurah Rai setelah mengetahui bahwa ia telah tinggal melebihi batas waktu izin tinggalnya lebih dari 60 hari.

Berdasarkan izin tinggalnya, JRA seharusnya meninggalkan Indonesia pada pertengahan Agustus 2024. Namun, gangguan mental yang diakuinya membuat JRA kehilangan kesadaran terhadap waktu, sehingga ia lupa untuk memperpanjang izin tinggalnya.

“JRA, yang tiba di Indonesia pada Juni 2024 menggunakan Visa on Arrival, awalnya berniat mengeksplorasi berbagai destinasi wisata di Bali seperti Canggu, Ubud, dan Uluwatu,” ungkapnya.

BACA JUGA  Kakanwil Kemenkumham Bali Luncurkan Aplikasi 'Lapor Bang Made' di Rudenim Denpasar

Namun, lanjutnya, pada dua minggu pertama setelah kedatangannya, JRA mulai mengalami gangguan mental yang mempengaruhi kemampuannya untuk mengelola waktu. Ketika menyadari izin tinggalnya telah habis, ia mencoba memperpanjang izin tinggal secara daring, tetapi situs yang digunakan tidak berfungsi.

“Dalam kondisi terdesak, JRA mencari bantuan dari agen visa yang menjanjikan untuk mengurus perpanjangan izin tinggalnya dengan biaya tertentu. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil,” jelas Dudy.

Setelah tidak menemukan solusi, ia akhirnya berkonsultasi dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat yang memberikan dua opsi: membayar denda overstay atau melapor ke imigrasi untuk memproses deportasi.

“Karena tidak memiliki dana untuk membayar denda overstay, JRA memilih melapor ke Kantor Imigrasi Ngurah Rai. Dalam pemeriksaan JRA diketahui telah overstay selama 82 hari, ia menyampaikan permintaan maaf atas pelanggaran yang dilakukannya,” terangnya.

Dudy menuturkan, JRA kepada petugas menyatakan tidak berniat melanggar hukum Indonesia. Ia mengaku mengalami kendala mental yang membuatnya ehilangan kendali atas waktu.

Karena proses deportasi tidak dapat dilakukan segera, JRA didetensi di Rudenim Denpasar sejak awal November 2024 setelah diserahkan Kanim Ngurah Rai.

BACA JUGA  Bawa Uang Terlalu Banyak, Raffi Ahmad Tertahan di Imigrasi Amerika

Selama masa pendetensian, pihak imigrasi memproses semua dokumen yang diperlukan untuk memastikan pemulangannya berjalan lancar.

Gede Dudy Duwita, menegaskan bahwa pihaknya akan terus menindak tegas pelanggaran keimigrasian.

“Kami tidak akan berkompromi dengan pelanggaran izin tinggal oleh warga negara asing. Penegakan aturan keimigrasian adalah prioritas untuk menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya di Bali sebagai daerah wisata internasional,” tegas Dudy.

ignorantia juris non excusat

Menanggapi alasan bule Amerika Serikat mengalami gangguan mental hingga melanggar aturan izin tinggal di Indonesia, Dudy mengingatkan prinsip hukum ‘ignorantia juris non excusat’, yang berarti “ketidaktahuan terhadap hukum bukan alasan pembenar.”

Ia menjelaskan, asas ini berlaku universal, termasuk di Indonesia. Semua orang, termasuk warga negara asing, diharapkan memahami aturan hukum di negara yang mereka kunjungi. Ketidaktahuan bukan alasan untuk melanggar hukum, apalagi di sektor keimigrasian yang berdampak langsung pada ketertiban negara.

“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” pungkas Dudy.

BACA JUGA  Kasus Bangunan Roboh Timpa Warga di Cengkareng Berakhir Damai, Pemilik Ganti Rugi

Kakanwil Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menambahkan bahwa pengawasan terhadap WNA di Pulau Dewata akan terus ditingkatkan.

“Kami berkomitmen untuk melindungi kepentingan warga lokal dan memastikan lingkungan Bali tetap aman dan tertib bagi wisatawan asing yang patuh pada aturan,” tegasnya.(One/01)