Jakarta, SudutPandang.id – Untuk Indonesia lebih baik, Advokat senior Pascalis A. Da Cunha menyampaikan sejumlah catatan sejumlah peristiwa hukum sepanjang tahun 2020. Berdasarkan pandangannya, pengacara asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menyebut penegakkan hukum di Indonesia masih belum berjalan sebagaimana mestinya.
“Menurut pandangan saya penegakkan hukum masih belum berjalan maksimal jika melihat sejumlah catatan peristiwa yang terjadi, dan ini menjadi PR pada tahun 2021,” ujar Pascalis, saat menyampaikan Refleksi Hukum Tahun 2020 di Jakarta, Rabu (29/12/2020).
Salah satunya, sebut Pascalis, Indonesia masih menjadi “surga” para pendukung kelompok radikalisme, padahal itu yang menjadi dasar terjadinya tindakan terorisme.
“Kita ketahui Densus 88 Polri berhasil membekuk mereka yang tergabung dalam kelompok radikal. Namun, meski sudah ada UU, telah ada BNPT, tetapi masih banyak masyarakat yang tertangkap karena melakukan kegiatan teror di Indonesia. Selain itu, masih banyak kelompok teroris melebarkan sayapnya di negeri ini,” ungkap Pascalis.
Pascalis juga menyoroti soal kebebasan beragama. Ia masih melihat secara kasat mata adanya upaya dari sekelompok masyarakat tertentu yang melakukan pemaksaan kehendak membatasi kegiatan keagamaan, sehingga terjadi diskriminasi terhadap kebebasan beragama.
“Diskriminasi, sikap intoleran masih terasa sampai saat ini di negeri yang berpedoman kepada Pancasila,” sebutnya.
Di tengah kemajuan teknologi, sambung Pascalis, masih banyak yang mudah terprovokasi akibat ujaran kebencian, kabar bohong alias hoaks di media sosial.
“Ini terjadi akibat tidak mau cek dan ricek, langsung menelan mentah-mentah informasi yang disebarkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab di media sosial, asal share yang berujung pelanggaran hukum UU ITE, meski banyak yang terjerat, namun belum juga turun pelanggaran yang terjadi,” ungkapnya prihatin.
“Jika dulu mulutmu harimaumu, maka di medsos jarimu akan berujung penjara, meski menuai pro kontra UU ITE, namun bagi pelaku yang terbukti menyebarkan fitnah, hate speech tentunya menjadi pembelajaran dan efek jera,” sambungnya.
Ia berharap kedepannya ada upaya lebih masif untuk mengedukasi masyarakat penggiat media sosial.
“Masalah lainnya adalah tindak pidana korupsi dan peredaran narkoba. Kejahatan yang masuk extraordinary crime ini masih belum reda di Indonesia,” katanya.
Presiden
“Terkait kondisi tersebut, meski Presiden tidak mencampuri urusan penegakan hukum di Indonesia, namun sebagai Kepala Negara perlu mempunyai kebijakan terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia yang konkrit dan tegas,” tambah Pascalis.
Dia berharap pemerintah bisa lebih memacu kebijakan politik hukumnya sehingga lebih terarah. Beberapa kebijakan hukum yang hendaknya menjadi concern pemerintah, antara lain, penyelesaian terhadap para kelompok pelanggar di Papua. Bukan fokus dengan pendekatan keamanan, tapi lebih kepada pendekatan sosial kemasyarakatan dengan memaksimalkan peran para tokoh agama dan tokoh adat setempat.
Terkait diskriminasi kebebasan beragama, Pascalis meminta pemerintah untuk terus memperjuangkan dan meningkatkan persamaan atas kebebasan beragama.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah perlu menginisiasi adanya UU lex specialis untuk hukum acara terhadap extraordinary crime. Karena selama ini, narkotika, korupsi, dan terorisme masih menggunakan hukum acara untuk kejahatan umum.
“Pengawasan lebih ketat pada Lembaga Permasyarakatan (LP) untuk mencegah penyebaran paham terorisme dan peredaran narkotika. Kemudian membangun LP baru yang letaknya di wilayah terluar atau terpencil jauh dari pusat kota agar komunikasi langsung para teroris dan pengedar narkoba dapat diminimalisir,” sarannya.
“Kita semua tentu berharap 2021, kondisi bangsa bisa lebih baik lagi. Terlebih pandemi bisa berakhir dengan ditemukannya vaksin Covid-19 yang ampuh. Kita sama-sama doakan, tahun depan, penegakan hukum semakin serius dan perekonomian akan pulih kembali,” pungkas alumni FH Unika Atmajaya Jakarta itu.(um)
.