“Indonesia sudah 79 tahun merdeka, namun belum juga terbebas dari korupsi, koruptor masih bisa bernapas lega. Untuk mencapai cita-cita yang telah diperjuangkan para pahlawan, salah satunya pemberantasan korupsi bukan hanya sebatas jargon maupun ucapan. Dirgahayu Indonesiaku.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – UU Perampasan Aset menjadi kesempurnaan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diatur dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, nasib RUU Perampasan Aset sampai saat ini tak kunjung ada kabar yang menggembirakan dari Senayan.
Hal itu disampaikan oleh praktisi hukum senior, Alexius Tantrajaya, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (18/8/2024).
“Selama RUU Perampasan Aset belum menjadi undang-undang, para koruptor masih bisa bernapas lega, terpidana kasus Tipikor masih bisa leha-leha dengan harta hasil jarahan mereka dari uang negara,” katanya.
Alexius mengatakan, pengesahan UU Perampasan merupakan keinginan publik agar pemberantasan korupsi semakin maksimal dilakukan para penegak hukum.
“Padahal naskah akademis dan naskah RUU Perampasan Aset sudah disampaikan ke DPR pada Februari 2023. Sudah setahun, belum juga ditindaklanjuti, ada apa ini?,” kata advokat senior ini heran.
Alexius kembali memaparkan setelah UU Perampasan Aset disahkan dan berlaku. Semua hasil korupsi para koruptor bisa dikembalikan ke negara dan bermanfaat digunakan untuk pembangunan,
“Bagi koruptor disamping hukum badan, juga harta yang diperoleh dengan segala upaya melanggar hukum akan menjadi sia-sia dan tidak dapat dinikmati, bahkan hidupnya akan menjadi menderita karena dimiskinkan,” paparnya.
“Apabila RUU Perampasan Aset koruptor bisa terwujud menjadi UU, kemungkinan kasus-kasus tindak pidana korupsi bisa berkurang, karena para koruptor takut dimiskinkan,” sambung Alexius.
Dalam UU tersebut, lanjutnya, proses penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara korupsi, tidak hanya terhadap kasus yang terjadi saja.
“Penegak hukum juga akan melakukan penelusuran atas harta yang dimiliki para pelaku terduga korupsi, apakah merupakan juga hasil dari korupsi. Bila terbukti, maka pada akhir seluruhnya akan dikembalikan kepada negara, sehingga koruptornya menjadi miskin dan dipenjara,” terangnya.
Ia menduga, terkendalanya pengesahan UU Perampasan Aset karena ulah oknum politisi. Mengingat keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dalam beberapa kasus, terindikasi perbuatan korupsi melibatkan oknum anggota DPR/DPRD sebagai anggota partai politik.
“Ini yang mungkin menjadi penghalang untuk dapat terwujudnya UU Perampasan Aset Koruptor ini.
Parpol
Sebagaimana harapan publik, ia berharap para politisi yang sedang mengemban amanat rakyat di Parlemen untuk mendukung pemberantasan korupsi dengan mengesahkan UU Perampasan Aset. Begitu juga dengan pimpinan parpol yang dapat memerintahkan kadernya di Senayan.
“RUU Perampasan Aset Koruptor ini harus berhasil menjadi UU, dan ini menjadi tugas partai politik dalam menempatkan para anggotanya sebagai wakil rakyat, harus benar selektif, sosok yang mempunyai kredibilitas dan berkualitas sebagai negarawan sejati yang memiliki komitmen untuk melanjutkan cita-cita pendiri negara ini, agar bangsa Indonesia secara bebas selalu dapat menikmati ketertiban, kemakmuran, kesejahteraan, pertahanan dan keamanan serta keadilan didalam menikmati kehidupannya di Indonesia,” papar Alexius.
Ia juga berharap kepada para wakil rakyat periode 2024-2029 yang akan dilantik untuk memprioritaskan dan memperjuangkan RUU Perampasan Aset menjadi UU. Begitu juga dengan komitmen pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk membuktikan penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.
“Indonesia sudah 79 tahun merdeka, namun belum juga terbebas dari korupsi. Untuk mencapai cita-cita yang telah diperjuangkan para pahlawan, salah satunya pemberantasan korupsi bukan hanya sebatas jargon maupun ucapan. Dirgahayu Indonesiaku,” pungkas Alexius.(um/01)