Jakarta, SudutPandang.id – Managing Director IPSOS Indonesia, Soeprapto Tan mengemukakan bahwa saat ini masih ada 29 persen masyarakat yang tidak paham mengenai 3T (tracing, testing, treatment).
Sebaliknya, 99 persen masyarakat mengaku paham terhadap 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak).
“Artinya, masih ada masyarakat yang menganggap perilaku 3M dan 3T adalah dua hal yang terpisah, padahal kenyataannya justru kedua hal tersebut diakuinya merupakan satu paket dalam memutus mata rantai penularan COVID-19,” kata Soeprapto Tan, saat Dialog Produktif bertema “Optimisme Masyarakat Terhadap 3T”, yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (12/11).
Menurut Soeprapto, kampanye 3M pada awal-awal sangat kencang sekali dan terus berjalan sampai sekarang. Jika 3M tidak berjalan, maka 3T pasti akan lebih parah.
“Sekarang 3M sudah berjalan, saatnya kita mulai membicarakan 3T,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, salah satu faktor yang menghambat kampanye 3T adalah ketakutan atas stigma masyarakat. Sehingga pemerintah perlu mengimbau masyarakat agar tidak mengucilkan pasien positif COVID-19, namun memberikan dukungan dan keprihatinan agar stigma negatif di mata publik bisa menghilang.
“Meskipun vaksin COVID-19 nantinya sudah ditemukan dan bisa didistribusikan, perilaku 3M dan 3T harus tetap dijalankan,” katanya.
3M “Vaksin” Paling Ampuh
“Kalau misalkan mendapatkan vaksin Mei atau Juni (2021), kebiasan terhadap 3M dan 3T harus tetap kita jalankan sampai pemerintah benar-benar memberikan informasi bahwa COVID-19 sudah tidak ada,” sambung Soeprapto.
Saat ini, jelasnya, 3M masih satu-satunya cara “vaksin” paling ampuh. Sehingga harus konsisten dan jangan lengah untuk melakukan 3M.
“Bersamaan dengan itu kita semua serta masyarakat harus mendukung pelaksanaan 3T, terutama dalam hal testing. Karena apabila masyarakat tidak mau melakukan testing, maka tracing tidak akan terjadi,” tutup Soeprapto.(red/um)