Menilik Prospek Merdeka Belajar di Era Prabowo Subianto

Prabowo
M Aminudin. FOTO: dok.pribadi
Oleh: M Aminudin*
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Media-media massa nasional seperti portal berita sudutpandang.id — media dalam jaringan (daring) yang terverifikasi dan mendapat sertifikat sebagai media profesiona oleh Dewan Pers — sejak petengahan Oktober 2024 ini ramai memberitakan bursa calon Menteri Kabinet Prabowo Subianto yang sudah dipanggil oleh Prabowo Subianto di kediamannya Jalan Kertanegara Jakarta dan di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Di antara yang telah diundang itu hampir dipastikan calon Menteri Pendidikan. Masyarakat luas, terutama pemangku pendidikan sedang menunggu kebijakan apa yang hendak ditempuh pemerintahan Prabowo Subianto di bidang pendidikan 5 tahun mendatang?
Apakah meneruskan kurikulum Merdeka Belajar? Atau mengganti kurikulum baru sama sekali atau kembali sebelum tahun 2019?
Jika menyimak pernyataan Prabowo Subianto sebelum Pilpres 2024 ini yang menyatakan bahwa “Pendidikan yang  di Indonesia sudah berada di koridor yang benar. Walaupun masih ada yang perlu diperbaiki”. Pernyataan itu bisa merupakan sinyal bagi kelangsungan Kurikulum Merdeka Belajar.
Memang dari segi legal formalistik, Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka Belajar memiliki basis yuridis sesuai amanat: (a) Pembukaan UUD 1945 alinea IV: dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (b) Pasal 31, pada ayat 3, yang menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (c) UU Sisdiknas Tahun 2003 di antaranya berbunyi menimbang bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan; dan (d) UU Sisdiknas tahun 2003, Pasal 3: menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Regulasi di bidang pendidikan tersebut merupakan payung hukum yang kuat bagi eksistensi dan kelangsungan Merdeka Belajar karena kata kuncinya terletak pada kalimat manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Ini seharusnya menjadi jangkar bagi kelangsungan Merdeka Belajar, sehingga kurikulum pendidikan tidak bongkar pasang sembarangan.
Dalam UU Sisdiknas tahun 2003, Pasal 3 juga menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ketentuan UU Sisdiknas itu lebih terakomodasi pada kurikulum merdeka belajar dibanding kurikulum sebelumnya. Merdeka Belajar lebih banyak project base learning untuk mengasah kompetensi yang jauh lebih penting dari menghapal. Dalam perspektif ini melalui project base learning anak-anak didik diharapkan bisa mengasah kemandirian, kreatifitas, dan karakter.
Dalam kurikulum Merdeka Belajar, “project base learning” memegang peran penting untuk melepas sekat-sekat di dunia pendidikan. Merdeka Belajar adalah melepaskan sekat antara dunia industri dan universitas, melepas yang disebut belajar, mengabdi pada masyarakat dan riset, melepaskan sekat fakultas dan universitas.
Sekolah/kampus, semua semua perusahaan, lembaga riset, dan organisasi nirlaba kelas dunia bisa menjadi mini universitas dan memberikan 20 SKS pengajaran.
Program Merdeka Belajar Indonesia saat ini butuh perubahan mindset yang berbeda, yakni bahwa anak muda mengambil risiko demi karir adalah hal yang normal. Selain itu, kegagalan dalam proses dengan mencapai cita-cita harus menjadi mindset sesuatu yang normal.
Gotong royong dan kolaborasi dengan masyarakat dan ekosistem itu menjadi hal yang penting. Karena saat ini harapan perubahan yang dilakukan akan menimbulkan kepercayaan diri untuk mengambil risiko dan hal yang berbeda dan itu harapan pribadi saya perubahan ini akan mencetuskan inovator yang baru dan berani mengambil risiko
Merdeka Belajar adalah sebuah konsep pengembangan pendidikan di mana seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change). Para pemangku kepentingan tersebut meliputi keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat.
Terdapat tiga indikator keberhasilan program Merdeka Belajar, yaitu partisipasi siswa-siswi dalam pendidikan Indonesia yang merata, pembelajaran yang efektif, dan tiadanya ketertinggalan anak didik. Yaswardi mengungkapkan bahwa ketiga indikator tersebut bisa tercapai dengan perbaikan pada hal-hal berikut.
Yang pertama, adalah hadirnya kebijakan, prosedur, dan pendanaan yang efektif dan efisien. Di dalamnya termasuk kontribusi eksternal, baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Pembelanjaan anggaran pendidikan pun lebih efisien dan akuntabel.
Kedua, adalah perbaikan infrastruktur dan teknologi pendidikan. Infrastruktur kelas di masa depan harus lebih baik dari hari ini. Kemudian platform pendidikan nasional berbasis teknologi juga digalakkan.
Sedangkan ketiga adalah adanya kepemimpinan, andil masyarakat, dan budaya yang mendukung. Dalam hal ini, kompetensi guru, kepala sekolah, dan pemerintah daerah harus menjadi perhatian. Selain itu, kolaborasi dan pembinaan baik lokal maupun global antara guru, satuan pendidikan, dan industri juga perlu dihadirkan.
Di tingkat implementasi, sejak 2020 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggagas kebijakan Merdeka  Belajar  Kampus  Merdeka  (MBKM)  untuk menghadirkan solusi dalam menjembatani kebutuhan antara perguruan tinggi dan industri terkait kompetensi lulusan pendidikan tinggi.
Upaya untuk  memenuhi kebutuhan industri akan lulusan  siap kerja memang masih menjadi salah satu tantangan yang dihadapi institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Tantangan inilah yang  mendorong  Kemendikbudristek  untuk  merancang program  yang  mendorong  pemerataan  akses  bagi mahasiswa untuk belajar di luar kelas serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang relevan bagi kebutuhan  profesional.  Melalui  beragam  pilihan  aktivitas  seperti  praktik  magang  dan  studi  independen, pertukaran pelajar, wirausaha, dan pilihan proyek lain selama tiga semester, mahasiswa diharapkan semakin teruji dalam melakukan praktik baik yang mendukung pembelajaran di kampus hingga semester akhir.
MBKM merupakan “matchmaking” yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat berguru langsung kepada praktisi-praktisi terbaik di industri.
Pendekatan ini memberikan percepatan akses mahasiswa pada kemampuan berstandar tinggi (high-standard skills).
Hingga menjelang akhir 2024 ini, lebih dari 2 juta mahasiswa sudah berpartisipasi pada kesempatan belajar di luar kampus melalui  kebijakan  Kampus  Merdeka  sejak  2020.  Langkah  ini  menjadi  salah  satu  solusi  untuk  memberi pengetahuan  berbasis  pengalaman  dan  meningkatkan  daya  saing  bagi  lebih  dari  9,8  juta  mahasiswa  Indonesia yang tersebar dalam 32.592 program studi di 4.356 institusi perguruan tinggi.
Dengan  kompleksitas  jumlah  dan  skala  tersebut  yang  didukung  dengan  platform  Kampus  Merdeka,  pelaksanaan kebijakan ini  tidak hanya mencocokkan kebutuhan antara mahasiswa dan  industri melainkan juga memungkinkan mahasiswa dapat mendaftar pada program yang diminati secara langsung.
Kemajuan dunia pendidikan melalui pendekatan Merdeka Belajar yang diwariskan pada Pemerintah Prabowo tentu sesuatu yang menggembirakan.
Tapi benar kata Prabowo Subianto, kebijakan pendidikan tetap saja perlu diperbaiki. Tentu saja perbaikan itu dilakukan dengan metode evaluasi yang berlaku dalam dunia pendidikan yang terdiri atas evaluasi kebijakan secara formatif dan sumatif.
Evaluasi kebijakan pendidikan merupakan sebuah prosedur yang digunakan untuk menilai seberapa besar suatu kebijkan pendidikan memberikan hasil  menggunakan pembandingan antara tujuan dan target dengan hasil yang diperoleh prosedurnya harus dikerjakan pada saat implementasi penerapan analisa kebijakan pendidikan, yang bertujuan untuk mengetahui  bagaimana kebijakan pendidikan tersebut berjalan apakah berjalan dengan baik atau mendapatkan kendala, diperlukan perubahan atau hanya perbaikan. Jika Prosedur evaluasi itu dilakukan akan menciptakan kebijakan baru pada dunia pendidikan lebih baik di Indonesia. (Editor/02)
*Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS). Pernah menjabat sebagai Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR-RI tahun 2005. Staf Ahli DPR-RI 2008. Pengurus Pusat Ikatan Alumni UNAIR, Entreneurship Depart.
BACA JUGA  Muhammadiyah: Turunkan "Presidential Threshold" Untuk Perbanyak Kandidat Capres