Tri Indroyono

Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB: Israel Ingin Lenyapkan Palestina

Francesca Albanese
Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese. FOTO: HO-IG Francesca.albanese.unsr.opt

JENEWA, SUDUTPANDANG.ID – Israel dituduh berusaha “melenyapkan keberadaan Palestina”, demikian diungkapkan oleh pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di wilayah pendudukan Palestinaa, Francesca Albanese yang merilis laporan pada Senin (28/10/2024) malam.

Menurut Kantor Berita Anadolu, yang dikutip di Jakarta, Rabu (30/10/2024) laporan itu mengatakan bahwa Israel melakukan pemindahan paksa, penghancuran, dan genosida secara sistematis terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Kemenkumham Bali

Dalam laporan yang disampaikan kepada Majelis Umum PBB, Francesca Albanese menjelaskan adanya “pemindahan dan penggantian penduduk secara paksa yang dilakukan oleh negara, yang dilakukan secara sengaja dan jangka panjang” terhadap warga Palestina, khususnya setelah konflik meletus pada 7 Oktober 2023.

Laporan tersebut menyoroti tujuan Israel melakukan genosida dan mengaitkan situasi saat ini dengan “pembersihan etnis yang berlangsung selama puluhan tahun” untuk “melenyapkan keberadaan Palestina.”

Menurut Albanese, kekerasan Israel terhadap warga Palestina sejak Oktober tahun lalu tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan bagian dari upaya Israel memindahkan paksa warga Palestina.

Laporan itu juga menuduh Israel menghalangi investigasi internasional, termasuk menolak masuknya tim pencari fakta dari PBB dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

“Penolakan terhadap mekanisme PBB dan para penyelidik ICC secara terus menerus bisa dianggap sebagai penghalang terhadap keadilan,” kata Albanese dalam laporan itu.

BACA JUGA  Pemenang Nobel Perdamaian Malala Yousafzai Menikah Secara Sederhana

Ia menambahkan bahwa tindakan Israel itu bertentangan dengan perintah Mahkamah Internasional (ICJ) agar Israel mengizinkan penyelidik internasional memasuki Gaza dan mengambil langkah untuk menjaga bukti-bukti.

“Tidak diragukan lagi, genosida yang sedang berlangsung adalah konsekuensi dari status istimewa dan kekebalan yang diberikan kepada Israel secara berkepanjangan,” tulis laporan itu.

Albanese juga mengatakan bahwa Israel secara sistematis dan terang-terangan telah melanggar hukum internasional, termasuk resolusi Dewan Keamanan PBB dan perintah ICJ.

Status istimewa dan kekebalan itu membuat Israel sombong dan mendorongnya untuk terus menentang hukum internasional.

“Saat dunia menyaksikan genosida pemukim-kolonial secara langsung, hanya keadilan yang mampu menyembuhkan luka membusuk yang disebabkan oleh kepentingan politik,” kata Albanese.

Jalur Gaza

Laporan itu juga menyoroti besarnya kehancuran di Jalur Gaza. Diperkirakan, hampir 40 juta ton puing, termasuk sisa-sisa bahan peledak dan jenazah manusia, mencemari ekosistem.

Selain itu, lebih dari 140 lokasi pembuangan limbah sementara dan 340.000 ton limbah yang tidak diolah telah mencemari lingkungan sehingga menimbulkan penyakit seperti hepatitis A, infeksi pernapasan, diare, dan penyakit kulit.

“Seperti yang dijanjikan para pemimpin Israel, Gaza menjadi tak layak dihuni oleh manusia,” tambah laporan itu.

Disebutkan pula bahwa kebijakan Israel yang membatasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidup warga Palestina, seperti makanan, air, dan pasokan medis.

BACA JUGA  Pegawai Positif Covid-19, PN Jakarta Pusat Kembali Ditutup

“Serangan sistematis terhadap kemandirian pangan di Gaza menunjukkan adanya niat untuk menghancurkan populasinya lewat kelaparan,” kata Albanese.

Dia menyinggung Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Agustus yang menyatakan bahwa membuat warga Gaza kelaparan adalah “justifikasi dan tindakan moral”.

Tepi Barat

Laporan itu juga memperingatkan bahwa kekerasan sistematis meluas ke luar Gaza, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap munculnya genosida di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Sejak Oktober 2023, pasukan Israel dilaporkan telah melakukan lebih dari 5.500 penggerebekan di Tepi Barat, di mana ratusan warga Palestina tewas dan ribuan lainnya terluka.

Menurut Albanese, meningkatnya kekerasan di Tepi Barat dipicu oleh para pemukim Yahudi yang didukung oleh pasukan Israel.

Dia mengutip beberapa kejadian mengkhawatirkan, di mana anak-anak Palestina menjadi sasaran sistematis sehingga sedikitnya 169 anak tewas sejak Oktober 2023.

Hampir 80 persen kematian anak-anak itu disebabkan oleh luka tembak di kepala atau bagian tubuh seperti perut, dada, dan punggung.

“Kehancuran yang melanda Gaza kini menyebar ke Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur,” kata Albanese, memperingatkan.

Ia menambahkan bahwa sejumlah pejabat Israel, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, secara terbuka mendukung kekerasan dan penangkapan massal terhadap warga Palestina.

Saat ini, 9.400 warga Palestina ditahan dalam kondisi yang parah.

BACA JUGA  Pamit di Akhir Masa Jabatan, Menlu Retno Marsudi: Jangan Tinggalkan Palestina 

Dunia “harus bertindak sekarang”

Albanese mendesak masyarakat internasional untuk bertindak tegas. Dia mengatakan negara-negara anggota PBB “harus bertindak sekarang” untuk mencegah kekejaman baru “yang akan semakin melukai sejarah umat manusia”.

Ia mendesak penggunaan pengaruh politik, yang dimulai dengan embargo senjata penuh dan sanksi, agar Israel menghentikan serangan terhadap warga Palestina, menerima gencatan senjata, dan mundur sepenuhnya dari wilayah Palestina yang diduduki sesuai pendapat ICJ pada 19 Juli 2024.

Selain itu, ia meminta anggota-anggota PBB untuk secara resmi mengakui Israel sebagai “negara apartheid dan pelanggar hukum internasional” serta mendukung investigasi independen secara menyeluruh.

Mereka juga diminta untuk memastikan bantuan kemanusiaan bisa memasuki Gaza tanpa hambatan serta memberikan dan dan perlindungan penuh terhadap UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.

Terakhir, Francesca Albanese mendesak Mahkamah Pidana Internasional untuk menyelidiki dugaan kejahatan genosida dan apartheid oleh Israel. (Ant/02)