“Menunda pembagian warisan, potensial akan menimbulkan masalah. Baik potensial masalah hubungan persaudaraan di antara ahli waris atau masalah dari aspek hukum yang rumit.”
Oleh Kurnianto Purnama, SH, MH
Beberapa waktu yang lalu, ada seorang teman saya bernama Atai, tinggal di daerah Kembangan, Kota Jakarta Barat bertanya pada saya melalui sebuah “WhatsApp Group Yayasan”.
“Kurnianto, apa sih pengertian warisan menurut hukum?”
“Tunggu ada waktu luang, saya akan coba menulis untukmu Ko Atai” jawab saya di WA Group itu.
Nah, kini saya mencoba menulisnya di sebuah café sebuah mall, seraya menunggu anak saya jalan-jalan di mall tersebut.
Ada pepatah Tiongkok mengatakan “Sejak zaman dahulu, siapa yang tidak akan mati ?”. Yang artinya, setiap orang pasti akan mati. Inilah kodrat kehidupan manusia di dunia, yang artinya hidup ini hanyalah sebentar. Bak setangkai bunga tumbuh, mekar, layu dan mati.
Tatkala manusia mati, maka sejak saat ia mati, atau sejak detik ia mati, terbukalah atau timbullah warisan. Harta-harta maupun hutang almarhum inilah disebut warisan. Di sinilah hukum waris yang memegang peranan untuk mengatur pembagian kepada ahli waris dari almarhum. Orang yang mati, diatur yang hidup.
Hukum waris di Indonesia ada dua peraturan hukum yang berbeda. Satu hukum waris menurut hukum Islam bagi yang beragama Islam, dan satu lagi hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bagi yang bukan beragama Islam.
Bagi yang beragama Islam, pembagian warisan untuk anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Laki-laki mendapat dua bagian, perempuan mendapat satu bagian. Dua banding satu.
Sedangkan bagi yang bukan beragama Islam, seperti orang Tionghoa, pembagian warisan untuk laki-laki dan perempuan sama porsinya. Satu banding satu.
Hukum waris tidak membedakan anak urutan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Semua anak porsinya sama.
Sejatinya warisan semakin cepat dibagi di antara ahli waris lebih baik. Sebab sejak pemiliknya meninggal, telah menjadi hak dari ahli waris. Maka menunda pembagian hak orang lain, kurang bijaksana. Terkecuali atas kesepakatan semua ahli waris.
Membagi warisan, tidak selalu harus menjual warisan itu ke pihak lain. Bisa dengan cara dialihkan ke satu ahli waris, dengan mengembalikan bagian ahli waris lain.
Menunda pembagian warisan, potensial akan menimbulkan masalah. Baik potensial masalah hubungan persaudaraan di antara ahli waris atau masalah dari aspek hukum yang rumit.
Demikian tulisan hukum waris dari saya, semoga bermanfaat.
*Penulis adalah Adokat Senior dan Penulis