JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB-UI) menyelenggarakan forum diskusi terbatas di Function Hall 9, Gedung Mohamad Sadli Kampus UI Salemba, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Dalam taklimat media yang diterima di Jakarta, Ahad (11/2) disebutkan kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kemeriahan acara HUT ke-60 LM FEB UI yang jatuh pada awal tahun ini.
Forum ini diikuti oleh konsultan LM FEB UI dengan dosen dan peneliti dari FEB UI.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif atas perkembangan digitalisasi UKM.
Pendalaman ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pemikiran berisikan pandangan dan solusi yang dapat menambah wawasan seluruh elemen yang terlibat dalam ekosistem usaha kecil menengah di Indonesia, terutama regulator dan pemilik usaha.
Pemilihan digitalisasi UKM sebagai topik diskusi, didasari oleh potensi Indonesia yang sangat
besar dalam dunia wirausaha. Hal tersebut dibuktikan dari publikasi Gambaran UMKM Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM pada situs resminya.
Pada publikasi tersebut menyebutkan bahwa UMKM memberikan kontribusi sebesar 60,5 persen
terhadap PDB Nasional dan berkontribusi terhadap ekspor nonmigas sebesar 15,6 persen.
Dari sisi digitalisasi, hasil survei dari UKM Center FEB UI pun menyebutkan bahwa sejumlah 15 persen UMKM sudah “switch to digital”.
Untuk digital behavior, sebanyak 88 persen usaha sudah aktif menggunakan aplikasi pesan instan dan 79 persen aktif dalam media sosial (Survei UKM Center FEB UI, Mei 2020).
Kepala UKM Center FEB UI, Zahra Kemala, Ph.D. merupakan salah satu peserta, yang juga dihadiri pejabat lainnya, yakni Kepala LM FEB-UI Dr Willem, Wakil Kepala Bidang Administrasi, Keuangan, dan SDM LM FEB-UI, Dr R Nugroho Purwantoro.
Selain itu, terdapat beberapa konsultan dari LM serta dosen dan peneliti dari kalangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI yang ikut serta dalam diskusi ini.
Saat membuka acara, R Nugroho Purwantoro dari perwakilan dari jajaran pimpinan LM FEB UI menyatakan forum ini memberikan kesempatan bagi seluruh peserta untuk memberikan pendapatnya.
Kepala Divisi Pelatihan LM FEB UI Mone Stepanus, Ph.D berperan sebagai moderator yang mengatur jalannya diskusi agar tetap mengacu kepada tujuan diskusi yang telah ditentukan.
Sesi awal berfokus membahas gambaran umum UKM di Indonesia saat ini.
Mone membuka sesi diskusi dengan membahas peranan penting UKM bagi perekonomian dan menerangkan kepada para peserta forum agar dapat memetakan permasalahan yang dihadapi UKM dan memberikan solusi pemecahannya.
Kemudian, Zahra Kemala, Ph.D memaparkan hasil survei yang dilakukan oleh UKM Center FEB UI. Survei menemukan sebanyak 61 persen pemilik UMKM berumur lebih dari 40 tahun, 37 persen berumur 25-40 tahun, dan 2 persen berumur kurang dari 25 tahun.
Sementara dari tingkat pendidikan, didominasi oleh lulusan SMA sebanyak 40 persen, lulusan SD sebanyak 22 persen, lulusan SMP sebanyak 21 persen, pemegang gelar sarjana/master/doktor sebanyak 11 persen, serta sebanyak 6 persen tidak memiliki latar belakang pendidikan.
Salah satu hasil dari survei ini menunjukkan bahwa pelaku UKM sudah mulai aktif menggunakan aplikasi pesan instan dan media sosial, namun masih belum terlalu familiar dengan e-commerce, baik itu dalam kegiatan membeli maupun menjual.
Sementara itu, Hapsari Setyowardhani, MM, menjelaskan mengenai dasar hukum dan kriteria dari UKM sesuai Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021.
Selanjutnya dilanjutkan mengenai pembahasan mengenai upaya pemerintah dalam pengembangan UKM, mencakup gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia, pembangunan infrastruktur digital dan non-digital, program dana PEN Rp191 triliun pada tahun 2021, literasi “Indonesia Makin Cakap Digital” oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta berbagai diklat bagi para technopreneur.
Rah Yuliantoro menjelaskan keunikan yang menjadi pembeda UKM dibanding jenis usaha lain, seperti di antaranya adalah change management tidak kompleks karena pegawai yang sedikit, distribusi informasi dan data yang efisien karena rantai birokrasi yang pendek, proses bisnis yang bersifat melebar dikarenakan banyak pekerjaan dikerjakan oleh satu pegawai, serta kecenderungan UKM untuk menjadi tech acceptor, tidak innovation driven dan tidak menjadikan teknologi sebagai sesuatu yang bisa menambah competitive advantage.
Sedangkan Dr Anna Amalyah menceritakan pengalamannya saat bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dalam program JakPreneur.
Program ini lebih banyak diikuti oleh peserta dengan usia 40 tahun ke atas dan difokuskan ke bagian pendampingan daripada pelatihan, agar para pelaku UKM dapat meningkatkan kualitas usahanya tanpa harus mengorbankan waktunya untuk tetap melakukan aktivitas jual beli dengan pelanggan.
Ada fenomena menarik di kalangan pelaku UKM yang masih muda, pada rentang kelompok umur 20-29 tahun. Kelompok ini lebih memilih untuk menjadi reseller produk dari salah satu platform e-commerce China karena menghasilkan margin yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis usaha konvensional.
Pendalaman
Sesi selanjutnya mendalami isu dan masalah yang berkaitan dengan UKM. Hapsari menjelaskan bahwa ada beberapa isu dari pemerintah, seperti belum adanya database yang rapi, program yang tumpang tindih dan berulang, belum adanya koordinasi yang efektif, serta banyaknya pelaku UKM mengikuti diklat hanya fokus ke bantuan modal yang diberikan, bukan ke substansi pelatihan.
Dilihat dari perspektif lain, Zahra dan Rah menjelaskan tantangan yang dihadapi oleh pelaku UKM. Berdasarkan hasil survei, Zahra menyebutkan bahwa masih banyak pelaku UKM yang memiliki kerangka pikir tradisional, gadget yang outdated, waktu yang terbatas karena sibuk dengan aktivitas jual beli, infrastruktur jaringan yang terbatas, serta kurangnya akses terhadap informasi.
Sedangkan Rah menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi, di antaranya adalah tidak adanya kesinambungan hidup pada usaha yang dijalankan, literasi keuangan tidak efektif, literasi digital tidak terpahami dengan baik, dan banyaknya persaingan dalam e-commerce. Perlu digarisbawahi pula, bahwa memasuki platform ecommerce adalah digitalisasi pasar, bukan digitalisasi UKM.
Solusi
Sesi terakhir fokus membahas solusi dan pemecahan masalah. Hapsari menggagaskan bahwa perlu adanya satu big data yang dikelola pemerintah sebagai database UMKM seluruh Indonesia.
Database ini dapat digunakan oleh berbagai instansi pemerintahan maupun oleh pelaku UMKM untuk keperluan pemetaan pasar dan mengelola persaingan.
Selain itu, perlu adanya dukungan dari pemerintah lokal seperti pemda atau pemkot dalam hal pendampingan UMKM naik kelas. Optimalisasi lokalisasi layanan pun perlu dilakukan oleh pemerintah, terutama untuk usaha kuliner.
Zahra menambahkan bahwa pemerintah perlu membuat roadmap digitalisasi UKM, mengadakan pelatihan digital yang disesuaikan dengan segmentasi pasar, meningkatkan standar pelayanan ekosistem digital, dan perlu adanya suatu komunitas yang dapat saling mendukung praktik digitalisasi UKM.
Berdasarkan pengalaman terdahulu, Zahra pun menyebutkan bahwa pelatihan digitalisasi perlu dilakukan kepada seluruh karyawan, tidak hanya pemilik usaha, karena sering kali materi tidak tersampaikan dengan efektif sampai level pelaksana sehingga menghambat proses transfer ilmu yang dilakukan oleh pemerintah.
Dalam hal teknis pelatihan bagi pelaku UKM, Rah mengusulkan agar adanya suatu kuesioner untuk para peserta pelatihan, assessment form, indexing directory, dan journey card yang diisi secara berkala.
Anna Amalyah menambahkan mengenai pentingnya aspek branding bagi UKM, bahwa lebih baik fokus ke online profile seperti situs resmi atau media sosial, karena UKM memiliki banyak keunikan yang harus ditonjolkan oleh para pemiliknya.
Sebagai tilikan tambahan, Kepala Divisi Digital Economy ILUNI FEB UI, Imanul Hakim Camil memberikan alternatif lain untuk pengembangan UKM.
Berdasarkan pengalamannya, jauh lebih efektif menggunakan skema super offtaker daripada program pendampingan. Jadi bentuk usahanya yang dimitrakan dengan merek dan kualitas yang sudah terjamin agar omset lebih terjaga.
Karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa pelaku UKM selalu fokus ke omset penjualan, makanya sulit bagi mereka untuk mengikuti program pelatihan maupun pendampingan yang mengorbankan banyak waktu dan tenaga mereka yang bisa dialokasikan untuk berjualan.
Tujuan dari skema ini adalah agar terciptanya sebuah ekosistem dengan omset UKM yang sehat. Bentuk kerja sama nya akan lebih banyak melibatkan BUMDES.
Kegiatan ini diakhiri oleh closing statement dari pimpinan LM FEB UI, Willem, yang berpendapat bahwa keunikan UKM harus senantiasa dijaga karena banyak kelebihan UKM dibanding usaha yang lebih besar.
Pengembangan UKM harus lebih banyak melibatkan senior dengan usia 40 tahun keatas agar dapat memperluas jaringan UKM yang kuat dan autentik.
Sedangkan Nugroho menjelaskan mengenai peran Kementerian maupun Lembaga yang dapat diperkaya menjadi sentra pelayanan yang lengkap bagi para pelaku UKM.
Diharapkan pemerintah dapat menyediakan fasilitas dan layanan yang berkaitan dengan UKM, lalu pelaku UKMnya sendiri yang memilih mana yang akan mereka gunakan atau ikuti.
Bentuk seperti supermarket ini juga diharapkan dapat menjadi suatu platform matchmaking antar pelaku UKM dalam memulai bentuk kerja sama baru.(PR/02)