Bela Terawan, OC Kaligis Tak Peduli dengan Putusan IDI

OC Kaligis Terawan
Pengacara senior OC Kaligis menyatakan keputusan IDI yang memecat Terawan Agus Putranto tidak punya kekuatan hukum mengikat yang dapat dieksekusi (Foto:dok.SP)

“Kepada yang saya hormati Letnan Jenderal TNI (Purn) Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K): Tetap tenang berkarya di dunia kesehatan, saya yang pernah sembuh melalui DSA akan tetap berobat ke DR. Terawan.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pengacara senior OC Kaligis buka suara soal pemecatan Terawan Agus Putranto sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI). OC Kaligis menegaskan tidak peduli terhadap putusan IDI, ia akan tetap berobat ke mantan Menteri Kesehatan tersebut.

Kemenkumham Bali

Hal itu disampaikan OC Kaligis melalui surat terbuka yang tujukan kepada media, Jumat (1/4/2022).

“Kalaupun IDI mencabut izin praktik Bapak, anggap saja saya berobat ke dukun agung DR. Terawan yang telah menyembuhkan banyak pasien,” tulis OC Kaligis.

Ia pun bercerita tentang pengalaman dirinya dan putranya, David Kaligis yang berhasil disembuhkan setelah ditangani oleh dokter Terawan.

Berikut isi surat terbuka selengkapnya yang ditulis OC Kaligis:

Jakarta, Jumat, 1 April 2022
Hal: Ikatan Dokter Indonesia menvonis Prof. DR. Terawan.

Kepada yang saya hormati Media yang memuat berita vonis IDI terhadap DR. Terawan.

Dengan hormat,

Saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, Advokat/akedemisi, berdomisili hukum di Jalan Majapahit 18-20 Jakarta. Bersama surat terbuka ini hendak menyampaikan pendapat saya, terhadap putusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melawan DR. Terawan, yang intinya adalah sebagai berikut:

1. Pertama-tama saya tegaskan disini bahwa saya tidak peduli terhadap putusan IDI yang melarang DR. Terawan Agus Putranto untuk lanjut melakukan praktiknya. Saya tetap akan berobat ke DR. Terawan.

2. Saya dan anak saya David Kaligis, adalah salah seorang dari ribuan orang yang pernah diselamatkan oleh metode penyembuhan DSA temuan DR. Terawan.

3. Ketika berada di tahanan Guntur, saya sering mengalami sakit kepala, disertai tensi saya di sekitar 110- 200.

4. Berkali-kali saya meminta kepada hakim yang memeriksa saya, agar saya diperiksa oleh DR. Terawan. KPK yang sementara menuntut saya, melarang.  KPK merekomendasikan pemeriksaan dilakukan oleh dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

5. Oleh tim dokter RSCM saya diperiksa dengan kesimpulan di atas lembar kertas berjudul “Pro Justitia”, bahwa gangguan kepala saya, hasil pemeriksaan tim dokter adalah : tidak terjadi gangguan kelainan di otak saya, alias saya sehat. Pemeriksaan Pengadilan terhadap diri saya dapat dilanjutkan.

6. Ketika saya mendapatkan second opinion para dokter RSCM, dengan judul “Pro Justitia”, saya menulis surat kepada para dokter yang memeriksa saya, mempertanyakan, sejak kapan para dokter yang memberikan second opinion berhak menggunakan Pro Justitia?

7. Apakah para dokter selain memberikan second opinion, dapat juga sekaligus bertindak sebagai penyidik?. Bukankan dokter tersebut dalam mendeklarasikan dirinya selaku pemeriksa “Pro justitia” telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dapat dipidana? Sayangnya surat saya itu sama sekali tidak dijawab oleh tim dokter RSCM yang memeriksa saya.

8. Ketika KPK pada mulanya “ngotot” agar saya tetap diperiksa Di RSC, saya mengerti, persekongkolan KPK dengan RSCM, yang menurut saya dapat didikte oleh KPK untuk kepentingan KPK. Untungnya majelis hakim mengabulkan permintaan saya untuk berobat ke RSPAD.

9. Karena setiap saat, saya sebagai pasien, merasakan sakit luar biasa dibagian kepala saya disertai tensi yang tinggi, akhirnya saya berontak, ketika lagi menjalankan pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

10. Beruntung Majelis Hakim akhirnya mengabulkan permintaan saya. Keputusan Hakim merujuk pemeriksaan kepala saya ke DR Terawan.

11. Dengan ditemani oleh Penyidik KPK, saya langsung ditindak oleh DR. Terawan, melalui apa yang saya dengar, bernama “DSA metode cuci otak”.

12. Sebelum tindakan tensi saya 115-220, dan pada saat itu penglihatan saya melalui kabur.

13. Sementara tindakan ala metode DR Terawan berlangsung, melalui video monitor memperlihatkan kepada saya sumbatan aliran darah yang menuju otak. Sumbatan tersebut sudah mencapai hampir 100 persen.

14. Melalui tindakan  beberapa detik, saya melihat sendiri, pembongkaran sumbatan itu, sehingga kerak-kerak sumbatan syaraf aliran saya yang menuju otak dibersihkan.

15. Tindakan pengobatan selesai hanya dalam tempo beberapa menit, dan saya dikembalikan ke kamar untuk beristirahat kurang lebih enam jam.

16. Selesai waktu kurang lebih 6 jam, saya sembuh total, tensi saya kembali normal 80-120 dan saat itu juga saya diperbolehkan kembali ke Rutan Guntur.

17. Hal yang sama dialami oleh anak saya David Kaligis, di rumah sakit lain tak pernah sembuh. Hanya sembuh ketika saya memindahkan David ke RSPAD, dan lagi-lagi David ditindak oleh DR. Terawan. David  langsung sembuh dan sampai detik ini, tidak pernah mengalami gangguan. Bahkan ketika ditindak David mengalami stroke ringan, sembuh total melalui DR.Terawan.

18. Sekilas mengenai pengalaman saya membongkar kasus-kasus malpraktik. Silahkan para dokter IDI membuka google dalam melihat kasus malpraktik Adriani Theresia 27 Januari 1986, yang melibatkan DR. Anestesi di Rumah Sakit Mata Aini, atau kasus Prita Mulyasari melawan RS Omni, kasus ibu Jared-Jayden juga di RS Omni.

19. Tidak ada di antara kasus-kasus yang saya tangani, MKEK atau IDI pernah menvonis oknum yang diduga melakukan mal praktik. Karenanya menurut pengalaman saya sebagai praktisi, putusan IDI masih dapat dibatalkan.

20. Ketika saya menangani salah satu kasus sangkaan malpraktik di Sydney, temuan Ikatan Dokter Sydney tidak serta merta dipublikasikan . Temuan mereka diserahkan ke Menteri Kesehatan untuk tindakan lebih lanjut.

21. Bagi saya, putusan IDI penuh “konflik kepentingan”. Mestinya IDI tidak serta merta menvonis mati DR. Terawan. Kandungan vonis tersebut seharusnya mempertimbangkan suara ribuan pasien DR. Terawan yang sembuh melalui metode DSA tersebut.

22. Apakah juga IDI tidak mempertimbangkan hasil disertasi DR. Terawan ketika mencapai gelar DR melalui hasil penelitian DSA nya?.

23. Vonis kedengkian IDI terhadap DR. Terawan adalah vonis yang kedua.

24. Bahkan saking bencinya Media, sehingga Mata Najwa pernah mewawancarai DR. Terawan melalui kursi kosong.

25. Mungkin Najwa selaku wartawan, lupa hak jawab dibawah judul: No Comment. Hak yang mau di-interview untuk menolak diwawancarai. Bukan lantas membuat berita sensasi, melalui wawancara kursi kosong. Siapa tahu saat Mata Najwa beraksi mewawancara si kursi kosong itu yang duduk di situ adalah hantu alias setan?.

26. Sekalipun IDI telah menvonis DR. Terawan, saya yakin ribuan pasien yang sembuh melalu metode cuci otaknya DR. Terawan akan tetap merekomendasikan para pasien stroke, agar berobat ke DR. Terawan. Saya yakin para pasien akan tetap menjalani pengobatan DSA tersebut.

27. Berapa banyak dokter ahli dibawah asuhan DR. Terawan yang setiap harinya menjalankan tindakan cuci otaknya DR Terawan. Lalu apakah mereka juga dikenakan sanksi pencabutan izin praktik mereka?.

28. Yang pasti keputusan IDI tidak punya kekuatan hukum mengikat yang dapat dieksekusi.

29. Saya sebagai pasien DR. Terawan, dan saya yakin banyak pasien serupa lainnya akan tetap mendukung praktik DR. Terawan, mengabaikan putusan IDI, yang menurut saya tidak objektif, penuh unsur kebencian dan keirian, conflict of Interest, tanpa mempertimbangkan hasil DSA tersebut yang telah menolong ribuan bahkan puluhan ribu pasien yang pernah mengalami sendiri kesembuhan melalui DR. Terawan.

30. Kepada yang saya hormati Letnan Jenderal TNI (Purn) Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K): Tetap tenang berkarya di dunia kesehatan, saya yang pernah sembuh melalui DSA akan tetap berobat ke DR. Terawan.

31. Kalaupun IDI mencabut izin praktik Bapak, anggap saja saya berobat ke dukun agung DR. Terawan yang telah menyembuhkan banyak pasien.

32. Mudah-mudahan eks pasien DR. Terawan punya sikap yang sama dengan saya. Tuhan melindungi Anda. Tetap berkarya dan berjuang demi kesembuhan para pasien melalui metode DSA.

33. Semoga seruan para politisi, termasuk semua pasien yang telah sembuh melalui tindakan metode DSA, melalui seruan mereka yang memprotes vonis hukum mati IDI, IDI dapat merevisi kembali vonis mereka. Bukan tidak mungkin ada keterlibatan dunia farmasi, karena melalui metode DSA, obat-obatan yang selama ini digunakan untuk kepentingan penyembuhan otak, tidak lagi diperlukan.

Prof. Otto Cornelis Kaligis.
Cc. Yth. Komisi 3 DPR-RI.
Pertinggal.(*)

BACA JUGA  Polisi Digugat, OC Kaligis Mohon Majelis Hakim Tolak Eksepsi Tergugat

Tinggalkan Balasan