Catatan Akhir Tahun 2019 PWI: Tegakkan Independensi dan Profesionalisme Pers

Kopi pers
ilustrasi/helenadailyenglish.com

Jakarta, SudutPandang.id-Keberhasilan dan kelancaran penyelenggaraan Pemilu 2019 tak terlepas dari peran pers nasional.Pers Indonesia secara umum mampu menetralisir epidemi hoaks politik yang melanda masyarakat.

Tahun 2020 adalah juga tahun politik.Akan diselenggarakan 270 Pilkada di seluruh Indonesia.Diharapkan kelemahan-kelemahan sebagaimana disebutkan di atas tidak terulang.

Kemenkumham Bali

Terkait kekerasan terhadap wartawan, baik yang dilakukan oleh aparat negara, organisasi massa, maupun warga masyarakat, juga masih saja terjadi. Dalam MoU Kapolri dan Ketua Dewan Pers di antaranya disebutkan, apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan pers, maka penyelesaiannya mendahulukan UU No: 40 tahun 1999 tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.

Demikian catatan akhir tahun 2019 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang diterima redaksi SudutPandang.id, Minggu (29/12/2019). Berikut catatan lengkapnya:

Persatuan Wartawan Indonesia
PWI

Dengan beberapa catatan tentang kelemahan yang perlu diperbaiki, Pemilu 2019 telah berjalan lancar. Meski terjadi beberapa hambatan di sejumlah tempat, secara umum penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg) yang untuk pertama kali berlangsung secara serentak, berjalan sesuai jadwal. Kalangan dunia internasional pun mengakui keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan pemilu secara serentak hanya dalam satu hari itu.

Angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 mencapai 81 persen atau sekitar 3,5 persen di atas target yang ditetapkan, yakni 77,5 persen. Ini di atas partisipasi Pemilu sebelumnya pada 2014, tingkat partisipasi pemilih 70 persen untuk Pilpres dan 75 persen untuk Pileg. Tingginya tingkat partisipasi pemilih merupakan salah satu indikator Pemilu berjalan sukses dan proses demokrasi berjalan lancar.

Dalam pandangan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), keberhasilan dan kelancaran penyelenggaraan Pemilu 2019 tak terlepas dari peran pers nasional. Pers Indonesia secara umum mampu menetralisir epidemi hoaks politik yang melanda masyarakat. Bahkan sejumlah media arus utama online menyediakan rubrik khusus untuk mengecek apakah sebuah informasi itu bohong atau sesuai fakta. Selain itu, pers lebih fokus ke pemberitaan tentang visi misi dan program para kandidat, baik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden maupun calon anggota legislatif.

BACA JUGA  Dewan Pers Apresiasi Pejabat Publik yang Mendukung Profesionalisme Pers

Meski demikian, harus diakui pesta demokrasi lima tahunan itu juga meninggalkan sejumlah pekerjaan rumah. Keterbelahan sebagian pemilih karena hanya dua pasang calon, sedikit banyak berdampak pada dunia pers. Independensi media banyak dipersoalkan publik. Beberapa media cenderung berpihak pada salah satu kandidat. Berita-berita atau informasi yang disuguhkan cenderung membangun citra positif kandidat tertentu dan cenderung merugikan atau membangun citra negatif kandidat lainnya.

Hoaks
ilustrasi

Di samping itu, profesionalisme pers juga mendapat perhatian serius. Beberapa media kurang hati-hati pada informasi yang berbau hoaks. Bukannya menghindar, alih alih justru turut menyebarluaskannya. Termasuk media arus utama sering kali tidak melakukan tiga prinsip utama jurnalistik, klarifikasi, konfirmasi, dan verifikasi. Informasi yang bernada hoaks langsung disiarkan di media berbasis jurnalistik secara ramai-ramai. Contohnya kasus Ratna Sarumpaet, belakangan diketahui adalah hoaks.

Tahun 2020 adalah juga tahun politik. Akan diselenggarakan 270 Pilkada di seluruh Indonesia. Diharapkan kelemahan-kelemahan sebagaimana disebutkan di atas tidak terulang. Media tidak boleh partisan. Media jangan ikut menyebarkan hoaks. Media harus kembali kepada jatidirinya dan tetap menjaga independensi news room dan bekerja secara profesional dengan melakukan uji informasi melalui konfirmasi, klarifikasi, dan verifikasi.

Wartawan juga jangan sampai ikut-ikutan menjadi tim sukses dalam Pilkada atau bahkan terjun dalam politik praktis. Hal ini akan sangat mengganggu independensi media dan kepercayaan publik. Pers lokal harus bisa menjaga indepedensi dan profesionalismenya dalam Pilkada tahun 2020.

BACA JUGA  Selama Pandemi Covid-19, Inilah Pesan PWI untuk Wartawan

Kekerasan Terhadap Wartawan

Pers
ilustrasi/akuratnews.com

Terkait kekerasan terhadap wartawan, baik yang dilakukan oleh aparat negara, organisasi massa, maupun warga masyarakat, juga masih saja terjadi. Kekerasan tersebut tidak hanya berupa fisik seperti penganiayaan atau pemukulan, tetapi juga teror. Sekadar contoh, seorang wartawan di Aceh rumahnya dibakar orang tak dikenal, sebagian kantor PWI Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, juga sempat dibakar, dan kantor redaksi sebuah harian di Bogor, Jawa Barat, diserbu simpatisan partai politik tertentu.

Penegakan hukum terkait kasus yang melibatkan wartawan juga belum sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan MoU antara Kapolri dan Ketua Dewan Pers Nomor 2/DP/MOU/2/2017-II-2017 yang ditandatangani pada 9 Februari 2017.

Dalam Pasal 15 ayat 2 huruf C UU Pers disebutkan Dewan Pers melaksanakan fungsi memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Pertimbangan atas pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf C adalah yang berkaitan dengan hak jawab, hak koreksi, dan dengan pelanggaran terhadap kode etik.

Nota kesepahaman
ilustrasi

Dalam MoU Kapolri dan Ketua Dewan Pers di antaranya disebutkan, apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan pers, maka penyelesaiannya mendahulukan UU No: 40 tahun 1999 tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain. Di samping itu, apabila Polri menerima laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan pers dalam proses penyelidikan dan penyidik berkonsultasi dengan Dewan Pers.

BACA JUGA  Menyikapi Porak Poranda Dunia Karena Corona

Dalam prakteknya, penyelesaian sengketa pers tidak semuanya diproses sesuai UU Pers dan MoU tersebut. Di sejumlah daerah, polisi sebagai penerima pengaduan masyarakat atas pemberitaan, langsung memproses menggunakan UU non Pers, misalnya UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan KUHP.

Sekadar contoh adalah kasus yang terjadi pada Januari 2019. Koran Jawa Post dilaporkan pimpinan klub sepak bola di Surabaya atas dugaan fitnah dan pecemaran nama baik sebagaimana diatur pasal 310, 311 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE karena membuat berita yang dianggap merugikannya.

Selain itu, PWI mengimbau agar perusahaan pers tetap memperhatikan kesejahteraan wartawan. Meskipun secara bisnis hampir sebagian besar revenue industri pers dalam posisi menurun drastis, hak-hak karyawan (wartawan) sebagai pekerja secara normatif harus tetap dipenuhi.

PWI akan terus meningkatkan profesionalisme wartawan anggotanya dengan pelatihan dan meningkatkan kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan peraturan perundang-undangan yang terkait, serta pelatihan kompetensi teknis wartawan pada era konvergensi media.

Ketua Umum PWI Pusat
Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari

Selamat Tahun Baru dan Semoga 2020 akan lebih baik.
Jakarta, 29 Desember 2019
Persatuan Wartawan Indonesia
Atal S Depari, Ketua Umum
Mirza Zulhadi, Sekjen

Tinggalkan Balasan