Hukum  

Cerita PKL yang Rumahnya Dilelang dan Identitasnya Dipalsukan Oknum BPR

ilustrasi

Jakarta, SudutPandang.id – Hady, pedagang kaki lima (PKL) kaget bukan kepalang ketika rumah yang diagunkannya telah dilelang senilai Rp390 juta oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Niaga.

Hady yang mengaku hanya berhutang Rp250 juta untuk jangka waktu 3 tahun ke BPR Dana Niaga sama sekali tidak pernah diberitahukan adanya lelang.

Kemenkumham Bali

Ia pun dibuat tercengang dengan total tagihannya yang jumlahnya melonjak menjadi Rp1.471.558.725,- (satu miliar empat ratus tujuh puluh satu juta lima ratus lima puluh delapan ribu tujuh ratus dua puluh lima rupiah) pada tahun 2019.

“Rumah klien kami ini nilainya mencapai Rp1,6 miliar, namun tiba-tiba dilelang seharga Rp390 juta oleh BPR Dana Niaga melalui Walindo, walaupun rumahnya sudah dilelang, tapi sisa hutangnya masih sebesar Rp1,081 miliar, sangat ironis kok hal itu bisa terjadi,” ungkap Muhammad Yuntri, Kuasa Hukum Hady, dalam keterangan pers, Selasa (7/7/2020).

Ketua Posbakum KAI-P ini mengungkapkan, sebulan setelah dilelang Walindo, Sujiman sebagai pemenang lelang mendatangi rumah kliennya dan meminta untuk segera mengosongkan rumah tersebut sesegera mungkin.

Menurut Yuntri, kliennya sangat kaget jika awal hutangnya hanya sebesar Rp250 juta untuk 3 tahun, tapi pada cicilan ketiga kredit itu macet pada bulan Juni 2011. Dia juga tidak pernah mendapat surat teguran dan pemberitahuan lainnya dari BPR Dana Niaga tentang status pinjamannya.

“Tiba-tiba pada pertengahan tahun 2019, dia didatangi petugas BPR Dana Niaga di rumahnya menyerahkan Surat Peringatan I No: 176/DIR/BPR-DN/VII/2018 tanggal 29 Agustus 2018, bahwa jumlah tunggakannya sudah mencapai lebih kurang 6 (enam) kali lipat dari plafond pinjamannya di BPR Dana Niaga, yaitu Rp1,471 miliar dan harus segera dilunasi,” papar Yuntri.

BACA JUGA  Kabar Baik dari Kapolda Metro Jaya untuk Perempuan dan Anak

“Spontan dia mempertanyakan bagaimana cara perhitungannya, kok kayak pakai “argo kuda”?. Klien kami langsung minta agar dilakukan perhitungan ulang dan juga minta direstrukturisasi agar bisa melanjutkan pembayaran cicilan hutangnya,” sambung Yuntri.

Namun, lanjutnya, spontan dijawab oleh petugas BPR Dana Niaga, tidak bisa dan harus segera dilunasi.

Atas kondisi tersebut, kata Yuntri, Hady meminta bantuan hukum Posbakum KAI-Perjuangan di Jl.Juanda No.4a, Jakarta Pusat agar bisa memperjuangkan kepentingan dan haknya. Setidaknya masih bisa mengontrak rumah tempat tinggal bagi keluarganya dari hasil selisih penjualan rumah tersebut setelah hutangnya dilunasi.

“Apalagi ekonominya sedang sulit dalam kondisi wadah covid-19 ini. Kami dari Posbakum KAI-P yang komitmen membela rakyat kecil telah melakukan langkah-langkah hukum guna membantu kesulitan yang dihadapi Hady,” tutur Yuntri.

Rekayasa Identitas Palsu

Mapolda Metro Jaya/net

Masih menurut Yuntri, setelah melakukan legal due diligence, pihaknya menemukan adanya kejanggalan yang fatal dalam kasus tersebut.

Yuntri menyebutkan, kejanggalan itu, antara lain oknum BPR Dana Niaga, Giman Tovani disinyalir diduga telah merekayasa identitas kliennya dengan cara membuatkan KTP palsu atas nama Hady.

“Alamat dibuat berbeda dengan alamat klien kami Hady di e-KTP nya, dengan alasan alamat di e-KTP tersebut tidak lulus BI Checking,” ujarnya.

BACA JUGA  Puput Resmi Laporkan Doddy Sudrajat ke PMJ

Yuntri mengungkapkan, pada saat menandatangani Perjanjian Kredit No.PK: 3139/2406/BPR/DN/KMK/II/2011 tanggal 02 Februari 2011, BPR Dana Niaga diduga telah mencantumkan alamat palsu tersebut.

“Selanjutnya dijadikan bahan laporan kepada Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI dengan menggunakan alamat palsu nasabah tersebut,” katanya.

“Sehingga tidak heran korespondensi surat menyurat dari BPR Dana Niaga ditujukan ke alamat palsu nasabah yang sama sekali tidak pernah diketahuinya itu,” tambah Yuntri.

Pihaknya pun langsung mendampingi kliennya untuk membuat Laporan Polisi di Polres Tangerang dengan Surat Tanda Bukti Laporan Polisi No: TBL/B/493/VI/2020/PMJ/Restro Tangerang Kota tanggal 17 Juni 2020. Laporan terkait pasal 263 tentang tindak pidana pembuatan KTP palsu oleh oknum pejabat BPR Dana Niaga terkait penggunaan KTP palsu tersebut.

“Kami juga membuat Laporan Polisi di Polda Metro Jaya dengan Surat Tanda Bukti Lapor Polisi No: TBL/3.588/VI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ tanggal 23 Juni 2020 terkait pasal 49 ayat (1) huruf a jo. pasal 70 UU Perbank-an No. 10 tahun 1998 jo pasal 64 KUH Pidana tentang pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank,” papar Yuntri.

Lapor BI dan OJK

ilustrasi OJK

Yuntri selaku Ketua Posbakum KAI-P juga telah melaporkan kejadian ini kepada Gubenur BI dan Ketua OJK-RI pada tangal 29 Juni 2020 lalu atas perbuatan nakal BPR Dana Niaga dalam praktek perbankan yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

BACA JUGA  Menentang Penetapan Hakim, Dua Jaksa Kejari Medan Diadukan ke Jamwas Kejagung

“Karena menurut ketentuan pasal 31 atau pasal 34 Peraturan BI No:14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012, telah mengatur pertambahan jumlah denda dan bunga harus dihentikan karena kualifikasi pinjaman berstatus “macet,” dan harus dicarikan solusinya,” jelasnya.

Akan tetapi, kata Yuntri, BPR Dana Niaga sama sekali tidak melakukannya. Halmana diduga ada modus operandi tertentu dalam kasus tersebut.

“Proses pidana di Polda Metro Jaya segera ditindaklanjuti penyidik yang telah mendapat konfirmasi untuk proses selanjutnya pada minggu depan,” kata Hady.

Atas informasi ini, redaksi sudah mencoba menghubungi Humas Gubernur BI maupun Humas OJK RI, tapi belum mendapat konfirmasi lebih lanjut. Begitu juga pihak BPR Dana Niaga yang hingga saat ini belum dapat dikonfirmasi.(tim)

Tinggalkan Balasan