“Perlindungan generasi muda dari bahaya rokok elektrik bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, melainkan tugas bersama seluruh komponen bangsa.”
Penulis Siti Maisun Maudina Tasyah Setya Wati
Kehadiran rokok elektrik menjadi suatu dinamika baru dalam industri tembakau. Pengguna rokok elektrik atau biasa disebut “vapor” meningkat sangat pesat di Indonesia beberapa tahun terakhir. Upaya negara Indonesia menekan prevalensi rokok konvensional rupanya tidak berdampak. Masyarakat Indonesia memiliki pemikiran bahwa mengkonsumsi rokok elektrik adalah bagian dari upaya dalam berhenti mengkonsumsi rokok konvensional karena dianggap lebih tidak berbahaya. Padahal, pada kenyataannya rokok elektrik mengandung senyawa yang sama berbahayanya bagi tubuh.
Liquid rokok elektrik mengandung beberapa senyawa yang membahayakan bagi tubuh, salah satu kandungan tersebut adalah “Propilen Glikol“. Senyawa kimia ini dapat menyebabkan iritasi pada paru-paru, mata dan gangguan saluran pernafasan. Tidak hanya itu, liquid rokok elektrik juga mengandung senyawa nikotin. Efek candu dalam nikotin dapat memicu terjadinya depresi, penyempitan pembuluh darah hingga kanker paru-paru. Sehingga, pengendalian dari maraknya konsumsi rokok elektrik ini harus segera diatasi.
Upaya dalam melakukan pengendalian terhadap konsumsi rokok elektrik di masyarakat adalah dengan menerapkan cukai pada liquid rokok elektrik, cukai memiliki fungsi regulerend yang artinya penerapan cukai ini bertujuan untuk menekan eksternalitas negatif yang dihasilkan dari rokok elektrik, mengendalikan konsumsi di masyarakat, dan meningkatkan tingkat kualitas kesehatan bagi masyarakat Indonesia khususnya generasi muda saat ini.
Penerapan cukai rokok elektrik tidak hanya untuk mengatur tingkat konsumsinya, namun juga salah satu instrumen fiskal yang berperan dalam mengumpulkan penerimaan negara. Berdasarkan data yang disajikan dari Badan Pusat Statistik (BPS), penerimaan cukai pada tahun 2024 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Penerapan Cukai Rokok Elektrik
Cukai rokok elektrik sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2018 dan sudah terjadi beberapa perubahan. Dari tahun 2018 – 2021 tarif cukai rokok elektrik menggunakan tarif ad valorem sebesar 57 persen yang merupakan tarif cukai rokok maksimal untuk hasil tembakau. Lalu mulai tahun 2022 melalui PMK-193/PMK.010/2021 diberlakukan tarif spesifik yaitu sebesar Rp2.886/gram untuk REL Padat, Rp532/ml untuk REL Cair Sistem Terbuka dan Rp6.392/ml untuk REL Cair Sistem Tertutup.
Hingga tahun 2024 tarif spesifik untuk cukai rokok elektrik masih dikenakan dan mengalami kenaikan. Dalam upayanya mengurangi prevalensi perokok, cukai digunakan oleh pembuat kebijakan sebagai salah satu instrumen untuk mengurangi penggunaan produk rokok elektrik yang nantinya akan berpotensi merugikan kesehatan. Hal ini dilakukan untuk melindungi bagaimana kualitas generasi muda Indonesia.
Berdasarkan survey yang penulis lakukan terdapat 316 pengguna dari 442 responden yang berusia mulai dari 18 tahun, artinya cukai ini bisa menjadi upaya untuk membuat generasi muda menjadi lebih sehat dan berkualitas.
Di era digital, informasi rokok elektrik sangat mudah diakses remaja melalui media online. Namun, maraknya iklan digital seringkali tidak memberikan informasi komprehensif tentang risiko sesungguhnya. Keterbatasan pengetahuan remaja mengenai bahaya rokok elektrik menjadi ancaman serius. Minimnya pemahaman berpotensi meningkatkan kerentanan mereka menjadi calon pengguna di masa depan, yang pada gilirannya dapat menghambat upaya pengendalian rokok elektrik di Indonesia.
Edukasi menjadi ujung tombak strategis dalam mencegah dan menghentikan penggunaan produk tembakau, khususnya rokok elektrik pada remaja. Ironisnya, meskipun telah dilakukan berkali-kali, kegiatan edukasi selama ini masih terfokus pada risiko rokok konvensional. Penelitian ilmiah mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa paparan aerosol rokok elektrik dapat memicu respons inflamasi yang kompleks. Risiko kesehatan yang ditimbulkan sangat beragam, mulai dari peningkatan tekanan darah, gangguan pertumbuhan otak remaja, hingga potensi ketergantungan yang berkelanjutan. Nikotin, zat adiktif dalam rokok elektrik, memiliki dampak signifikan pada perkembangan otak remaja. Sekali terpapar, remaja cenderung terus mencari dan menggunakan produk serupa.
Perspektif Ekonomi
Dari perspektif ekonomi, penerapan tarif cukai rokok elektrik ternyata tidak efektif menurunkan konsumsi. Mengacu pada teori permintaan Mankiw, permintaan rokok elektrik di kalangan remaja cenderung inelastis. Artinya, kenaikan harga akibat kenaikan cukai tidak secara substansial menurunkan tingkat konsumsi. Faktor utama yang memengaruhi kondisi ini adalah sifat adiktif rokok, kemampuan konsumen beralih ke produk dengan harga lebih rendah, dan keterjangkauan relatif harga produk.
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara di Asia Pasifik dengan harga rokok elektrik terendah pada tahun 2018. Struktur cukai yang kompleks, awalnya dirancang untuk mendukung produsen kecil justru menciptakan mekanisme yang memungkinkan produk rokok elektrik tetap beredar luas dengan harga relatif murah. Di tingkat internasional, beberapa negara telah mengambil langkah progresif. Otoritas Inggris dan Wales, misalnya, berencana melarang penjualan rokok elektrik sekali pakai mulai Juni 2025. Hal ini bertujuan melindungi kesehatan anak-anak dan mengatasi permasalahan lingkungan.
Pemerintah perlu melakukan pendekatan komprehensif. Pemantauan berkelanjutan terhadap tarif cukai rokok elektrik dan hubungannya dengan pendapatan riil masyarakat menjadi kunci. Kenaikan tarif cukai secara berkala dan signifikan bertujuan memastikan produk rokok elektrik tidak semakin mudah diakses. Solusi tidak hanya bertitik tumpu pada instrumen fiskal, tetapi juga pada pendekatan multidimensi yang melibatkan edukasi, regulasi ketat, dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Investasi jangka panjang dalam membentuk generasi lebih sehat dan sadar kesehatan merupakan prioritas mutlak yang harus terus dikembangkan. Pada akhirnya, perlindungan generasi muda dari bahaya rokok elektrik bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, melainkan tugas bersama seluruh komponen bangsa.
*Penulis Siti Maisun Maudina Tasyah Setya Wati adalah Mahasiswi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi-Universitas Indonesia