Dewan Pakar ICMI Angkat Bicara Soal Polemik Menag, Begini Katanya

Kaspudin Nor
Kaspudin Nor, SH, M.Si (Foto:istimewa)

“Menag harus meminta maaf kepada publik atas pernyataannya yang dinilai tidak pas, membandingkan azan dengan suara anjing yang menjadi ketersinggungan, khususnya umat Islam dan dalam hubungan berbangsa dan bernegara.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kaspudin Nor angkat bicara soal pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tentang azan yang menimbulkan polemik. Menurut Kaspudin, Menag Yaqut harus meminta maaf dan klarifikasi kepada publik terlepas benar atau salahnya statement yang telah disampaikan.

Kemenkumham Bali

“Menag harus meminta maaf kepada publik atas pernyataannya yang dinilai tidak pas, membandingkan azan dengan suara anjing yang menjadi ketersinggungan, khususnya umat Islam dan dalam hubungan berbangsa dan bernegara,” ujar Advokat senior ini, dalam pandangannya kepada Sudutpandang.id, Sabtu (26/2/2022).

Kaspudin juga menyoroti soal Surat Edaran (SE) Menag Nomor 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala yang memicu polemik di masyarakat. Ia menilai aturan tentang pengeras suara atau toa berlebihan.

“Kemenag tidak perlu mengatur hal-hal yang sangat teknis tentang masalah ibadah, utamanya penggunaan speaker untuk azan, pengajian, maupun lainnya di masyarakat. Ini sudah ada kewenangan gubernur atau kepala daerah. Masalah azan itu menyangkut kegiatan keagamaan sudah cukup dengan Peraturan Bersama Menag dan Mendagri Nomor 9 Tahun 2006 Nomor 8 Tahun 2006,” ungkapnya.

“Setiap daerah itu kan berbeda, memiliki ciri khas masing-masing. Jika ada yang keberatan dengan suara toa dapat diselesaikan dengan musyawarah. Ini sudah jadi tradisi di negara kita yang mayoritas beragama Islam, dan semua menerimanya baik-baik saja kok,” sambung Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) RI periode 2011 – 2015 ini.

Dalam hal masalah keagamaan, lanjutnya, juga ada peran serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang sudah lengkap ada perwakilan umat beragama di Indonesia.

Suara Azan

Terkait ucapan perbandingan suara azan dan gonggongan anjing, Kaspudin mengatakan, itu dapat ditarik ke ranah hukum. Unsurnya adalah permusuhan dan penyalahgunaan terhadap pemahaman agama.

“Jika ada yang terbukti melanggar Pasal 156 a KUHP dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” terang akademisi dan praktisi hukum senior ini.

Kemudian, berdasarkan Pasal 184 KUHAP alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

“Itu sebagai dasar pembuktian tindak pidana alat bukti menurut KUHAP. Polda Metro Jaya tidak perlu terburu-buru untuk menolak, harus ada klarifikasi. Yang paling penting indepensinya, tidak tebang pilih, harus profesional dalam menangani perkara,” katanya.

Saat ditanya solusi, Kaspudin kembali menyampaikan, selain minta maaf dan klarifikasi, Menag harus mencabut SE Nomor 05/2022. Untuk menjaga stabilitas keamanan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus melakukan pergantian agar situasi menjadi kondusif.

“Ini akan jadi preseden buruk bagi kewibawaan pemerintah di mata publik,” pungkasnya.(um)

Tinggalkan Balasan