JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kemenkumham, Silmy Karim menyatakan bahwa pihak Imigrasi terus melakukan upaya penertiban penyalahgunaan visa kunjungan dan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) Investor yang masuk ke Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (27/9/2024) terkait kasus seorang wanita warga negara asing (WNA) asal Rusia berinisial AA (32), yang dideportasi oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, Provinsi Bali pada Jumat (6/9/2024) akibat penyalahgunaan izin tinggal.
Disebutkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, AA yang merupakan pemegang ITAS Investor diduga terlibat dalam prostitusi.
Silmy Karim menjelaskan bahwa AA masuk ke Indonesia dengan visa kunjungan pada Desember 2020 kemudian melakukan perpanjangan ke ITAS Investor.
Saat itu, kata dia, syarat pemberian ITAS Investor yakni setoran modal senilai Rp1 Miliar.
“Sebelum pemberlakuan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 22 Tahun 2023 tentang visa dan izin tinggal, penerbitan ITAS untuk Investor dapat diproses dengan syarat penyertaan modal yang terbilang rendah, yakni Rp1 miliar,” katanya.
“Maka pada saat saya menjabat, di aturan terbaru diubah ketentuan modalnya, menjadi Rp10 miliar untuk izin tinggal terbatas dalam rangka penanaman modal, dan Rp15 miliar untuk izin tinggal tetap penanam modal. Ini dalam rangka memperketat WNA yang bisa menerima Visa Investor, kami semakin selektif,” tambahnya.
Perubahan kebijakan keimigrasian terkait nilai penyertaan modal bagi pemohon Visa Investor tersebut, kata dia, merespons Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal.
Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Imigrasi juga gencar menertibkan pemegangvisa investor agar tidak disalahgunakan.
Imigrasi pun rutin melaksanakan operasi pengawasan orang asing di seluruh Indonesia khususnya Bali guna menjaring orang asing yang beraktivitas tidak sesuai izin tinggal.
“Pada Juni lalu, Ditjen Imigrasi menindak 103 orang asing asal Taiwan pelaku kejahatan siber, di mana sebagian dari mereka menggunakan visa investor,” katanya.
Ia menambahkan bahwa secara prosedural, penerbitan visa dapat dilakukan apabilaberdasarkan hasil verifikasi persyaratan telah dipenuhi pemohon sesuai denganketentuan yang berlaku.
Verifikasi juga dilakukan dengan pengecekan catatan pencegahan dan penangkalan (cekal).
“Dalam proses tersebut, jika secara syarat sudah dipenuhi pemohon dan yang bersangkutan tidak memiliki track record yang patut diwaspadai, maka visanya bisa diterbitkan. Akan tetapi, pada perjalanannya saat berada di Indonesia, tidak semuaorang asing memiliki integritas untuk mematuhi peraturan. Contohnya macam-macam, mulai dari berkendara ugal-ugalan sampai beraktivitas tidak sesuai izin tinggal,” katanya.
Beberapa waktu lalu, kata dia, penegakan hukum juga dilakukan terhadap tiga perempuan WNA, dua orang WN Uganda berinisial RKN dan FN serta satu WN Rusia berinisial IT. Mereka ditangkap oleh petugas Imigrasi karena terlibat prostitusi di Bali.
“Imigrasi merupakan instansi yang menjalankan dua fungsi, yakni pelayanan danpenegakan hukum. Sebagaimana kami terus melakukan improvement dalampelayanan, kami juga memperkuat pengawasan keimigrasian. Akselerasi pelayanandan penegakan hukum ini tidak hanya dilakukan secara sistem dan infrastruktur, akantetapi juga sampai level kebijakan. Evaluasi tentunya kami lakukan secara berkelanjutan untuk memaksimalkan kualitas orang asing yang memasuki Indonesia,” kata Silmy Karim. (One/02)