Hemmen
Hukum  

Dua Hakim PTA Diberhentikan Tidak Hormat Gegara Doyan Selingkuh

Gedung Komisi Yudisial

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Dua hakim Pengadilan Tinggi Agama (PTA) diberhentikan tidak hormat.

Kedua hakim PTA tersebut terbukti berselingkuh berulangkali. Mereka adalah hakim Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Makassar inisial IS dan PTA Tulungagung inisial MY.

Kemenkumham Bali

Juru Bicara (Jubir) Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata, kasus IS dan MY diputus dalam sidang MKH berlangsung di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Selasa (23/1/2024).

Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi berat kepada seorang hakim Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Makassar inisial IS dengan pemberhentian tidak dengan hormat. Sanksi tegas ini didasarkan perbuatannya yang berulang kali.

“Sudah untuk kedua kalinya, IS menjalani MKH karena kasus yang sama, yaitu perselingkuhan. IS sebelumnya telah dijatuhkan sanksi nonpalu selama dua tahun dalam sidang MKH pada 10 Desember 2020,” kata Mukti Fajar Nur Dewata, Rabu (24/1/2024).

Mukti Fajar Nur Dewata  mengungkapkan, IS  kala itu bertugas di Jayapura terbukti berselingkuh dengan perempuan inisial M.

Saat itu M mengajukan gugatan cerai, sementara IS sebagai hakim anggota perkara tersebut. IS juga sempat terbukti memalsukan akta perceraian demi bisa berhubungan dengan M.

BACA JUGA  Ini Modus Mafia Tanah Pegawai BPN 'Nakal', Ubah Data Alihkan Kepemilikan Tanah Warga

“Pelapor yang merupakan istri IS kemudian melaporkan perselingkuhan tersebut ke Badan Pengawas Bawas) MA. MKH pertama, IS mengajukan saksi meringankan yaitu istri terlapor yang juga sebagai pelapor dan bukti surat,” ungkap Mukti.

Saat itu, hakim IS yang kerapkali disebut sebagai Wakil Tuhan di muka bumi menyampaikan pembelaanya secara lisan berupa pengakuan, penyesalan, dan permohonan maaf atas perbuatan yang telah dilakukannya.

“Dia berjanji akan berubah menjadi pribadi yang baik namun janji itu tinggal janji,” kata Mukti.

Atas hal itu, MKH menjatuhkan sanksi nonpalu selama dua tahun di PTA Makassar.

Selingkuh indah, istilah segelintir orang demi pembenaran atas perbuatannya yang salah. “IS kembali mengulang kesalahan serupa karena masih berhubungan lebih lanjut lagi dengan M,”‘ tuturnya.

MKH pada persidangan sebelumnya juga memutus hakim MY dikenakan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat.

Latar belakang perkara ini berawal ketika MY masih bertugas di Pengadilan Agama (PA) Tulungagung.

BACA JUGA  Kejagung Bakal Tindak Tegas Dua Oknum Jaksa Nakal Kejari Sumenep

Pelapor saat itu sedang mengurus perceraian dengan suami sebelumnya, dan tidak sengaja bertemu dengan MY. Saa itu, MY meminta nomor kontak pelapor dan mengatakan akan mengurus perkara tersebut.

Diduga itu hanyalah modus. MY diduga mengatur agar dia bisa menjadi anggota majelis dalam perkara pelapor. Bahkan selama proses persidangan, MY mengajak pelapor untuk menikah.

Oleh karena ingin proses perceraiannya cepat diputus, pelapor kemudian menyetujui hal tersebut.

Setelah putusan perceraian pelapor disetujui, tidak berapa lama berselang, MY dan pelapor menikah secara siri. MY dalam pledoinya mengakui bertemu dengan pelapor sebelum persidangan kasus perceraian secara tidak sengaja.

Pengakuannya, MY sempat menolak menjadi anggota majelis hakim kasus terlapor. Namun, karena permintaan Ketua PA, MY kemudian menyetujui.

MY juga mengakui mengajak pelapor menikah secara siri dan memiliki seorang anak dari hasil hubungan tersebut. MY mengaku telah memberitahukan kepada istri pertamanya bahwa dirinya telah menikah kedua kalinya, sekaligus meminta izin. Setelah mendapat izin dari istri pertama, baru MY mengurus perizinan poligami ke kantor dinas dengan alasan istri pertama sakit.

BACA JUGA  Gelar Apel Besar TAPAKSIAPI, Firli: Mari Bangun Bersama Budaya Antikorupsi

Namun, menurut pengakuan pelapor, setelah satu hari dinikahi secara resmi, MY menghilang tanpa kabar dan tidak memenuhi janjinya. Pelapor yang merasa dihianati melaporkan perbuatan MY kepada KY.

Dalam putusan MKH, terlapor MY dianggap telah terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), tidak izin untuk poligami sesuai ketentuan, tidak mengakui anak, tidak menafkahi anak dari pelapor, dan tidak memberikan contoh sebagai hakim senior. (05)