Fenomena Childfree Tidak Bisa Dilihat dari Satu Sisi

Nolan Soetiyono, S.Psi
Nolan Soetiyono, S.Psi (Dok.Pribadi)

“Saya pikir tidak ada yang salah atau benar kalau kita melihat semua ini dari kacamata yang luas, tinggal kita ambil sisi positifnya untuk kita, dan negatifnya apa. Hidup itu pilihan dan penuh risiko, if you are happy, then take it, but if not, then leave it. You are the master of your life.

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pro-kontra soal “childfree” mengemuka ketika ada public figur menyatakan ia dan pasangannya memilih untuk tidak akan memiliki anak. Beragam pandangan pun bermunculan, khususnya di media sosial.

Kemenkumham Bali

Bagi yang kontra, mereka menganggap childfree bertentangan dengan tujuan pernikahan, yakni untuk menghasilkan keturunan bagi generasi penerus keluarga. Sementara yang pro berpandangan itu adalah pilihan hidup.

Pengamat sosial, Nolan Soetiyono, S.Psi, menyebut soal fenomena childfree tidak bisa dilihat dari hanya satu sisi saja.

“Menurut saya gak bisa kita lihat dari hanya satu sisi saja. Dan sudah pasti menimbulkan pro dan kontra, kalau menurut saya dari kaca mata psikologis bagi mereka yang ingin childfree dengan alasan mereka sadar akan mental mereka yang tidak cukup siap secara psikologis untuk mempunyai anak, sah-sah saja menurut saya,” kata Nolan Soetiyono kepada Sudutpandang.id, belum lama ini.

“Tapi dengan catatan, ada riwayat psikologis dari psikolog atau ahli kejiwaan yang memang menganjurkan baiknya tidak usah memiliki anak,” sambung wanita cantik itu.

Nolan mengungkapkan, ternyata banyak sekali di luar sana yang tidak cukup siap dengan mental mereka untuk memiliki buah hati. Hal tragis terjadi, mereka membunuh anaknya sendiri, menyiksa, bahkan sampai bunuh diri bersama dengan anaknya.

“Ini cukup tragis sekali menurut saya. Dengan kesadaran diri akan mental healty kita seperti apa, ini cukup baik sekali untuk menghindari hal-hal tersebut. Karena pendidikan pertama dari seorang anak adalah dari ibunya,” katanya.

Tapi mungkin, lanjutnya, ada beberapa alasan mereka di luar sana memilih hidup tanpa anak, bukan karena faktor psikologis.

“Contohnya supaya awet muda, kalau tidak memiliki anak, di sini lah menjadikan salah satu perdebatan saat ini di masyarakat,” sebutnya.

Nolan menegaskan, pandangannya soal childfree bukan dari kacamata agama.

“Akan berbeda lagi kalau melihat dari kacamata agama, sudah pasti childfree sangat tidak dianjurkan, tapi saya tidak ingin membahas ini, karena bukan ranah saya,” katanya.

Ia mencontohkan, pemerintah Jepang menyatakan kondisi negaranya mengalami krisis kelahiran, di mana angka kelahiran mereka berkurang. Sepanjang Januari – September 2022, angka kelahiran di Jepang mencapai 599.636 bayi.

Angka ini berkurang 4,9 persen dibanding tahun lalu yang sebelumnya memecahkan rekor natalitas terendah.

“Mungkin childfree akan membuat dampak negatif ke mereka karena berkurang angka kelahiran, tapi mungkin untuk negara di Indonesia atau China bisa jadi akan berdampak positif untuk mengurangi populasi penduduk,” terangnya.

“Saya pikir tidak ada yang salah atau benar kalau kita melihat semua ini dari kacamata yang luas, tinggal kita ambil sisi positifnya untuk kita, dan negatifnya apa. Hidup itu pilihan dan penuh risiko, if you are happy, then take it, but if not, then leave it. You are the master of your life,” pungkas Nolan.(um)

Tinggalkan Balasan