Imigrasi dan Unud Dirikan IMPACT, Pusat Kajian Keimigrasian Pertama di Bali

Imigrasi dan Unud Dirikan IMPACT, Pusat Kajian Keimigrasian Pertama di Bali
Penandatanganan perjanjian kerja sama pendirian Indonesian Immigration Policy and Analysis Center (IMPACT) antara Imigrasi dengan Universitas Udayana (Unud) di Aula Theatre Lecture Building Unud Jimbaran, Selasa (2/12/2025).(Foto: istimewa)

DENPASAR, SUDUTPANDANG.ID – Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi dan Universitas Udayana (Unud) Denpasar berkolaborasi mendirikan Indonesian Immigration Policy and Analysis Center (IMPACT), sebuah pusat kebijakan pertama di Bali yang dirancang menjadi “laboratorium data” untuk membaca arah pergerakan orang asing di Indonesia, terutama di Pulau Dewata.

Siaran pers Ditjen Imigrasi, Rabu (3/12/2025) menyebutkan, pendirian IMPACT menyikapi dinamika keimigrasian yang terus bergerak cepat. Bertujuan untuk mendorong imigrasi memperkuat basis analisis dan riset akademik.

Kolaborasi Imigrasi dan Unud tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) pendirian IMPACT). Kerja Sama lima tahun ini diteken oleh Plt. Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman diwakili Direktur Visa dan Dokumen Perjalanan, Eko Budianto dan Rektor Unud, I Ketut Sudarsana di Aula Theatre Lecture Building Unud Jimbaran, Selasa (2/12/2025).

Kolaborasi ini tidak hanya menghubungkan pemerintah dan dunia akademik, tetapi juga merancang pendekatan baru yang menyatukan analisis hukum, sosial, dan ekonomi dalam dinamika keimigrasian. IMPACT akan beroperasi di Fakultas Hukum Unud dan berfungsi sebagai pusat riset berbasis bukti untuk mendukung kebijakan selektif Imigrasi.

BACA JUGA  Instruktur Senam Ilegal Asal Jerman Dideportasi Imigrasi Singaraja

Plt. Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman, mengatakan, kebijakan selektif Imigrasi tidak bisa lagi didasarkan pada insting semata, melainkan harus berbasis bukti (evidence-based policy).

“Universitas Udayana sebagai perguruan tinggi unggulan di Bali, kami harapkan dapat menjadi mitra strategis,” kata Yuldi Yusman.

Pusat kajian ini dirancang untuk memberikan landasan akademik dalam mengurai isu-isu sensitif, mulai dari penyalahgunaan visa untuk bekerja, praktik nominee dalam investasi properti, hingga masuknya orang asing dari wilayah konflik seperti Rusia dan Ukraina.

Rektor Unud, I Ketut Sudarsana, menegaskan bahwa kerja sama ini akan masuk ke jantung aktivitas akademik kampus.

“Sebagai tindak lanjut PKS ini, Fakultas Hukum Unud, khususnya Program Studi S2 Magister Hukum, akan membentuk mata kuliah wajib Hukum Keimigrasian,” ujarnya.

PKS juga mencakup pengajar praktisi dari Ditjen Imigrasi, kolaborasi riset hukum-keimigrasian, beasiswa S2-S3 untuk SDM Imigrasi, hingga program edukasi masyarakat seperti kampanye anti-nominee dan patroli siber intelektual.

Tantangan Keimigrasian Bali Makin Kompleks: Dari Digital Nomads hingga Pelanggaran Budaya

BACA JUGA  WNA AS Dideportasi dari Bali Karena "Overstay" 123 Hari

Dalam kuliah umum bertema “Strategi Imigrasi dalam Memetakan Masa Depan Bali”, Yuldi Yusman menyoroti dilema selective policy di tengah meningkatnya arus masuk orang asing.

Bali mencatat 5,29 juta kedatangan hingga September 2025, diproyeksikan mencapai 7 juta pada akhir tahun. Angka ini mendorong ekonomi, tetapi juga membawa konsekuensi berat.

“Kemudahan akses yang ditawarkan untuk menunjang pariwisata seringkali disalahgunakan, menciptakan kerentanan hukum, ekonomi, dan sosial,” tegasnya.

Ia merinci beberapa ancaman utama. Antara lain penyalahgunaan visa oleh pekerja nomaden digital yang secara ilegal mengambil pasar kerja lokal. Eksodus geopolitik dari negara konflik yang membutuhkan analisis risiko lebih kompleks.

Kemudian overstay kronis, karena denda dinilai tidak signifikan bagi warga asing berpenghasilan tinggi.

“Pelanggaran norma budaya Bali yang merusak citra pariwisata adat. Investasi ilegal melalui nominee, yang menggerus kedaulatan ekonomi masyarakat lokal,” paparnya.

Kolaborasi Strategis

Yuldi menegaskan bahwa penguatan teknologi seperti e-Visa, autogate, dan biometrik tidak cukup tanpa dukungan akademik.

“Peran Perguruan Tinggi bukan sekadar kritikus, namun sebagai pusat riset untuk kebijakan berbasis bukti,” jelasnya.

BACA JUGA  Silmy Karim: Imigrasi Cekal 7.614 WNA per September 2024

Ke depan, lanjutnya, mahasiswa Unud akan dilibatkan dalam patroli siber, memantau forum digital nomads, platform penyewaan properti, hingga aktivitas bisnis ilegal oleh orang asing.

Ia berharap sinergi Imigrasi dan Unud dapat melahirkan kebijakan keimigrasian yang tidak hanya responsif terhadap ancaman global, tetapi juga sejalan dengan pembangunan berkelanjutan Bali.

“Dengan menempatkan Perguruan Tinggi dan mahasiswa sebagai mitra strategis, Imigrasi Bali dapat bertransformasi menjadi gerbang kedaulatan yang cerdas, proaktif dan berbasis pengetahuan,” pungkasnya. (One/01)