Hukum  

Jampidum Hentikan 23 Perkara Lewat Keadilan restoratif

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI, Fadil Zumhana. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Fadil Zumhana menghentikan 23 perkara lewat kebijakan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ)

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana membeberkan 23 perkara Pidana Umum yang dihentikan Jampidum lewat kebijakan RJ antara lain Tersangka Dwi Raharjo bin Dalno.

Kemenkumham Bali

Lalu Zulpan Efendi Rambe dari Kejaksaan Negeri Labuhan Batu yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.

Parsaulian Naolo Haholongan Hasibuan dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli,

Tersangka Reza Wijaya dari Kejaksaan Negeri Bekasi, Reza Rashela bin Heri Ismanto dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung,

BACA JUGA  Restorative Justice, Kejari Jaktim Bebaskan Pelaku Curanmor

Renti Ruslianti binti Muhammad Rusli dari Kejaksaan Negeri Purwakarta,

Sutiana bin O. Sulaeman dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung

Johan bin Hordi dari Kejaksaan Negeri Bangkalan

Rudi Ferdiansyah bin Bakrin dari Kejaksaan Negeri Bangkalan dan Nito bin Agus dari Kejaksaan Negeri Banyuwangi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan lain-lainnya.

Ketut menambahkan dikabulkannya permohonan perkara lewat RJ lantaran kedua belah pihak, baik tersangka maupun korban telah dilaksanakan proses perdamaian.

“Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, Tersangka belum pernah dihukum, Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana,” kata Ketut.

Selain itu, sambungnya, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

BACA JUGA  Kejagung Terima Tiga SPDP Kasus Ginjal Akut Libatkan Farmasi

“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif,” ujarnya.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif. (05)