JAMBI, SUDUTPANDANG.ID – Dalam sistem peradilan pidana, proses penuntutan itu dimulai dari proses penyidikan, sehingga penyidikan dan penuntutan sebuah perkara merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dan berkesinambungan.
“Terbitnya surat P19 merupakan wujud asas dominus litis yang kita miliki, dimana kita adalah pihak yang memiliki perkara, yang mengendalikan atau mengarahkan perkara, dan pihak yang mempunyai kepentingan dalam penentuan perkara,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Fadil Zumhana dalam pengarahannya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, seperti yang diterima SUDUTPANDANG.ID, Senin (10/1/2022).
Menurutnya, asas dominus litis menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain Penuntut Umum yang bersifat absolut dan monopoli. Penuntut Umum menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana. Penuntut Umum juga dapat menghentikan penuntutan dengan alasan tidak cukup bukti, peristiwanya bukan tindak pidana, atau perkaranya ditutup demi hukum sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 139 KUHAP.
Untuk itu, ia memerintahkan seluruh jajaran kejaksaan segera lakukan edukasi kepada masyarakat. “Jangan sampai ada kesan bahwa keberadaan surat P-19 merupakan penghambat perkara, dan atas nama undang-undang Jaksa tidak akan menyatakan lengkap atau mengeluarkan surat P-21 apabila penyidik tidak atau belum memenuhi petunjuk Jaksa, maka yang harus menjadi pertanyaan adalah apa dasar hukum penyidik tidak mau melengkapi petunjuk,” kata Fadil.
Undang-Undang Kejaksaan telah membuat ruang apabila penyidik tidak mampu memenuhi petunjuk, yaitu dengan menyatakan maksimal vide Pasal 30 ayat (1) huruf e Undang-Undang Kejaksaan, dengan demikian maka Jaksa akan mengambil tindakan Pemeriksaan tambahan. Sehingga atas dasar hal ini secara teknis tidak akan ada bolak balik berkas.
“Jadikan penanganan perkara Mbah Minto oleh Kejaksaan Negeri Demak sebagai contoh penegakan hukum yang profesional dan obyektif, serta didukung ketepatan mengambil langkah taktis secara cepat, dengan mengedukasi dan mensosialiasi duduk perkara melalui media massa terbukti mampu meredam gejolak di masyarakat,” ucap Fadil.
Fadil memahami keterbatasan fakta yang tersaji dalam berkas perkara membuat penelitian terhadap suatu perkara menjadi kurang maksimal. Oleh karenanya, seorang Penuntut Umum harus lebih cermat dan berhati-hati dalam meneliti agar memperoleh hasil yang optimal.
Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian hukum pada tahap Pra Penuntutan, Fadil mengaku telah menerbitkan Surat Edaran Jaksa Agung Muda tindak Pidana Umum Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Jaksa (P-19) pada tahap Pra Penuntutan dilakukan satu kali dalam penanganan perkara tindak pidana umum. “Saya harap pedoman tersebut dapat menjadi acuan saudara untuk memberikan petunjuk yang lengkap kepada penyidik, dan agar tidak sembarangan atau gegabah mengeluarkan P21,” tandas Fadil Zumhana.
Dia menegaskan, mendukung sikap jaksa sepanjang sesuai dengan peraturan dan pedoman yang berlaku, namun jika benar terbukti tindakan bolak-balik perkara diakibatkan oleh lemahnya integritas dan profesionalitas, dipastikan jaksa tersebut akan dimintai pertanggungjawaban oleh bidang pengawasan. “Saya tegaskan, tidak ada ruang bagi Jaksa yang menggadaikan integritasnya,” tegas Fadil Zumhana.
Dia pun mengingatkan seluruh jajaran kejaksaan untuk memahami aturan internal yang ada guna mendukung pelaksanaan tugas di lapangan. “Saya harap surat edaran tersebut dapat menjadi panduan saudara untuk mengatasi bolak-baliknya berkas perkara, namun dengan catatan petunjuk Penuntut Umum dipenuhi oleh Penyidik, sehingga penanganan perkara akan menjadi efektif, efisien, dan cepat. Serta masyarakat akan merasakan manfaat hukum yang dihadirkan oleh Kejaksaan,” tutur Fadil. (red)