Hemmen

Fadil Zumhana Setujui Penerbitan 12 SKP2 Berdasarkan Keadilan Restoratif

Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum), Dr Fadil Zumhana

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana Harahap memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri pengusul penghentian penuntutan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Restorative Justice (RJ) atas 12 perkara pidana yang disetujui penghentian penuntutannya.

Perintah JAM Pidum Fadil Zumhana itu merupakan persetujuan dirinya atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin terhadap usulan penghentian penuntutan dari beragam Kejari saat di gelarnya Ekspos perkara bersama Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri pengusul penghentian penuntutan secara daring di Jakarta, Kamis 7 Juli 2022.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

“Hari ini JAM Pidum Fadil Zumhana atas nama Jaksa Agung menyetujui 12 pekara pidana untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan penegakan hukum keadilan restoratif (RJ). Persetujuan penghentian hari ini merupakan program Kejaksaan dalam penerapan penegakan hukum humanis,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/7).

Pengajuan penghentian penuntutan perkara pidana dari Kejari-kejari terus bergulir sejak terbitnya Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

BACA JUGA  IBL Selesaikan Musim Pandemi, Tanpa Kasus Covid-19

Adapun 12 (dua belas) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

1.Tersangka I TENDI KURNEDI ALS BUDE BIN LIMBER dan Tersangka II BIDA BIN LIMBER dari Kejaksaan Negeri Murung Raya yang disangka melanggar Pasal 162 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara jo Pasal 39 Ke-2 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

2.Tersangka YOKO REDINAL dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP Atau Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Pengancaman atau Membawa Senjata Tajam.

3.Tersangka MUHAMMAD IHSAN BIN M. DENNY ARYANTO dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

4.Tersangka JUMADI ALIAS MADI BIN BADARUDDIN dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

BACA JUGA  Launching Laporan Perkara Pidum Berbasis Data CMS, Jampidum: Jaksa Harus Kuasai Anatomi Perkara

5.Tersangka GRACE THINEZIU BINTI FERRY TAMPUNG (alm) dari Kejaksaan Negeri Bontang yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

6.Tersangka I MUH. FAHJRIL ALS AYI dan Tersangka II MOH AFANDI dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) Angka 1 KUHP tentang Penganiayaan.

7.Tersangka ABDUL LATIF ALS LATIF BIN SOLIHIN dari Kejaksaan Negeri Ketapang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

8.Tersangka AGNI SONIA APIANTI dari Kejaksaan Negeri Karanganyar yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

9.Tersangka ADITYA PRATAMA BIN ADY WINARTO dari Kejaksaan Negeri Purbalingga yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

10.Tersangka I TA’ASO GARI ALS TA’ASO dan Tersangka II APRIL GARI ALS APRIL dari Kejaksaan Negeri Nias Selatan.

11.Tersangka RICKY TONENGAN ALIAS RIKI dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Morotai yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

12.Tersangka I BRAM MAKIAN dan Tersangka II MUHAMMAD SALEM UMASUDI ALIAS SALEH dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

BACA JUGA  Jakarta Masih Jadi Ibu Kota sampai Jokowi Terbitkan Keppres Perpindahan IKN

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” ujar Ketut. ()

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan