Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis kembali mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam suratnya, ia mengungkap dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Ombudsman RI terkait perkara Novel Baswedan di Bengkulu.
OC Kaligis memohon agar Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung segera melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan. Memeriksa oknum Ombudsman dan Kejaksaan yang melindungi Novel Baswedan.
Berikut isi surat lengkap yang ditulis OC Kaligis:
Sukamiskin, Kamis, 30 Juli 2020.
Hal: Ombudsman menyalahgunakan kekuasaannya dengan melindungi tersangka Novel Baswedan, pelaku pembunuhan atas diri Aan alias Johannes di Bengkulu.
Kepada yang saya hormati Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Jokowidodo.
Dengan segala hormat,
Perkenankanlah saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, Praktisi Hukum, Guru Besar dalam bidang hukum, sekarang berdomisili hukum sementara di Lapas Sukamiskin, bersama ini menyampaikan kepada Bapak Presiden, carut marutnya penetrapan hukum dewasa ini:
1. Impian rakyat Indonesia dengan beralihnya kekuasaan orde baru ke orde reformasi adalah ditegakkannya hukum yang katanya selama orde baru tidak berjalan baik, terutama di bidang pemberantasan korupsi.
2. Suap 40 miliar rupiah kepada Bupati Bangkalan, saudara Fuad Amin Imron divonis hanya 4 tahun penjara, sama dengan suap 5 juta rupiah yang dilakukan para anggota DPRD Malang. Kasus serupa sering terjadi terlebih di era lahirnya KPK pimpinan duet Abraham Samad-Bambang Widjojanto.
3. Temuan Pansus DPR-RI terhadap kinekerja KPK, membuktikan bahwa KPK yang kita harapkan bebas korupsi, ternyata terdapat oknum-oknum KPK yang korup, dan karena kekuasaannya yang tak terbatas tanpa pengawasan, KPK sering melakukan Penyalahgunaan Kekuasaan, penyidikan tebang pilih seperti misalnya dalam kasus Bank Century, BLBI, menentukan status tersangka seseorang tanpa 2 (dua) alat bukti dan lain lain.
4. Penemuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuktikan bahwa KPK pun termasuk lembaga yang korup. Itu sebabnya ketika revisi Undang-undang KPK membentuk adanya Dewan Pengawas, ICW, Medsos mitra KPK, para Guru Besar pendukung KPK, mati-matian hendak menggagalkan Undang-undang KPK hasil revisi.
5. Karena kebenciannya terhadap pimpinan KPK, saudara Firli Bahuri hasil fit and proper test DPR, Firli Bahuri terus menerus dibully oleh kelompok Novel Baswedan, ICW, medsos pendukung, dengan maksud mengecilkan arti kinerja KPK yang baru.
6. Amanat Konstitusi yang selalu menjadi landasan pembentukan undang-undang khususnya dalam hal ini KPK, adalah persamaan kedudukan di depan Hukum. Sayangnya azas ini tidak berlaku. Oknum KPK yang sekarang masih menyandang status tersangka masing-masing adalah Bibit-Chandra Hamzah, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.
Seandainya perlakuan terhadap mereka sama dengan perlakuan KPK terhadap para tersangka hasil penyidikan KPK, pasti merekapun telah dijebloskan ke penjara. Apalagi di era Hakim Agung Artidjo dengan keputusannya yang ngawur, tanpa pertimbangan hukum sama sekali. Hakim Agung Artidjo mitra KPK banyak menelan korban tak bersalah melalui putusannya yang ngawur. Di era tersebut, tuntutan KPK selalu identik dengan dakwaan, mengenyampingkan bukti-bukti yang terungkap di pemeriksaan pengadilan. Para korban membenarkan bahwa tuntutan adalah copi paste dakwaan. Pemeriksaan di persidangan pengadilan hanya sandiwara, melolosnya dakwaan KPK.
7. Yang lebih istimewa lagi dan sangat kebal hukum adalah tersangka dugaan kasus pembunuhan Novel Baswedan. Setiap hari rakyat demo di Kejaksaan Agung, di Istana Merdeka, menuntut agar Novel Baswedan diadili. Semoga Bapak Presiden mendengar tuntutan keadilan mereka. Bandingkan dengan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang beritanya mendunia, mendukung Novel.
Sebaliknya berita perkara Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menuntut agar Jaksa Agung melimpahkan perkara pidana Novel Baswedan, sepi berita. Mengapa untuk kasus pembunuhan yang dilakukan Novel Baswedan, Media tidak mendukung?. Apa karena mereka yang adalah korban penganiayaan Novel Baswedan hanya rakyat kecil, rakyat miskin, yang tidak berhak mendapatkan keadilan?
8. Kasus dugaan korupsi Prof. Denny Indrayana pun pasti tidak lanjut ke pengadilan, sekalipun gelar perkara Bareskrim telah menetapkannya sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
9. Saya sengaja menggugat Chandra Hamzah, Bambang Widjojanto yang statusnya masih tersangka untuk perkara mereka yang telah dinyatakan Jaksa P-21, hanya untuk menguji apakah hukum di negara ini memang berlaku secara sama, tanpa tebang pilih?. Apakah Hakim berani memutus, memerintahkan agar perkara mereka lanjut ke Pengadilan?
10. Bayangkan dengan menyandang status tersangka, Chandra Hamzah menikmati honor dari negara dalam kedudukannya sebagai Komisaris Utama Bank Tabungan Negara (BTN). Padahal Chandra Hamzah adalah tersangka dugaan suap satu miliar rupiah dalam kasus Anggodo dan calo perkara dalam kasus Nazaruddin. Sedang Bambang Widjojanto ahli merekayasa keterangan para saksi palsu di Mahkamah Konstitusi sekitar tahun 2016, yang menyebabkan perkara pidananya di P-21.