Ketua Bidang Luar Negeri SMSI Serukan Persatuan Sikapi Aksi Biadab Tentara Israel

Aat Surya Safaat
Ketua Bidang Luar Negeri SMSI Aat Surya Safaat (kanan) saat Webinar Internasional, Senin malam 16 Mei 2022 terkait adanya kasus penembakan wartawati Palestina Shireen Abu Akleh yang diduga dilakukan tentara Zionis Israel di Jenin Tepi Barat Palestina pada Rabu, 11 Mei 2022 (Foto: Istimewa)

“Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan rezim Zionis Israel di Palestina hingga kini menggambarkan sistem apartheid Israel yang memungkinkan berlanjutnya kekerasan negara tanpa hukuman.”

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Penembakan terhadap Shireen Abu Akleh, wartawati Palestina di Jenin, Tepi Barat wilayah Palestina pada 11 Mei 2022 yang diduga kuat dilakukan oleh tentara Israel kembali membuktikan bahwa Israel menerapkan politik apartheid. Atas nama kemanusiaan semua harus bersatu menindaklanjuti aksi biadab tentara Israel tersebut.

Kemenkumham Bali

Pandangan tersebut disampaikan Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Aat Surya Safaat dalam “Webinar MINA Talks” edisi khusus Peringatan Hari Nakbah Palestina ke-74 dengan tema “Peran Wartawan di Medan Konflik: Rekam Jejak Kejahatan Israel Terhadap Insan Pers”.

“Saya sependapat dengan Direktur Kantor Amnesty International di  Jerusalem yang menyatakan bahwa penembakan terhadap wartawati Pelestina itu benar-benar membuktikan Zionis Israel bukan hanya menerapkan politik apartheid, tetapi juga bersikap rasis terhadap warga Palestina,” kata wartawan senior itu di Jakarta, Senin (16/5/2022) malam.

Menurut Aat, Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa menerapkan politik standar ganda. Negara-negara Barat itu segera menerapkan sanksi terhadap Rusia yang melakukan penyerangan ke Ukraina, tetapi mereka tidak melakukan pembelaan apapun kepada rakyat Palestina yang terus menerima kekejaman tentara Zionis Israel.

Terkait penembakan terhadap Shireen Abu Akleh, Aat meminta Amnesty International segera melaporkan kasus pembunuhan itu ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court).

“Agar pelakunya diganjar dengan hukuman yang setimpal sehingga kasus serupa tidak terulang lagi terhadap jurnalis yang harus dilindungi di medan perang sekalipun,” tegas wartawan senior yang pernah bertugas sebagai Kepala Biro Kantor Berita Antara di New York ini.

Selain Aat, webinar tersebut juga menghadirkan pembicara Direkur Kantor Amnesty International di Jerusalem Saleh Hijazi dan Koresponden Kantor Berita Mina di Palestina Mohammad Shaaban yang menggantikan Shadah Hanasiyah, Wartawati Palestina yang menjadi saksi kasus penembakan terhadap Wartawati Al-Jazeera Shireen Abu Akleh.

Shadah berhalangan hadir karena dihalang-halangi bahkan dianiaya tentara Israel saat akan tampil pada webinar yang dilaksanakan dalam rangka memperingari Hari Nakbah Palestina ke-74 itu. Hari Nakbah Palestina adalah hari pertama kalinya pengusiran warga Palestina oleh Israel yang biasa diperingati setiap tanggal 15 Mei.

Pada webinar tersebut, sebelumnya tampil Direkur Kantor Amnesty International di Jerusalem Saleh Hijazi. Ia menyatakan bahwa penembakan terhadap Shireen Abu Akleh, wartawati Al-Jazeera berkewarganegaraan Palestina dan Amerika itu membuktikan Zionis Israel bukan hanya menerapkan politik apartheid, tetapi juga bersikap rasis terhadap warga Palestina.

Apartheid merupakan politik yang diterapkan untuk membedakan perlakuan terhadap ras dan suku, dalam hal ini membedakan warga Palestina dengan warga Israel. Orang Israel mendapat hak istimewa dibanding warga Palestina, dan apartheid adalah suatu kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana didefinisikan dalam Statuta Roma dan Konvensi Apartheid.

“Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan rezim Zionis Israel di Palestina hingga kini menggambarkan sistem apartheid Israel yang memungkinkan berlanjutnya kekerasan negara tanpa hukuman,” katanya.

Ia menyebutkan laporan Amnesty International setebal 182 halaman yang diumumkan 2 Februari 2022 juga menemukan bukti-bukti yang memberatkan bahwa Israel harus dimintai pertanggungjawaban karena melakukan kejahatan apartheid terhadap warga Palestina.

Lapor ke Mahkamah Pidana Internasional

“Kasus penembakan Shireen Abu Akleh menambah panjang daftar wartawan yang tewas dalam tugas liputan perang, dan seperti yang sudah-sudah, kasus pembunuhan Shireen kemungkinan juga bakal lenyap begitu saja jika tidak ada pihak yang menindaklanjutinya secara hukum,” sebut Saleh Hijazi.

“Oleh karena itu, kami siap melaporkannya ke Mahkamah Pidana Internasional serta meminta adanya penyelidikan yang menyeluruh terhadap kasus penembakan tersebut,” lanjutnya sambil menambahkan bahwa Shireen sebelumnya sering melaporkan kekejaman tentara Israel terhadap warga Palestina.

Shireen diberitakan meninggal dunia akibat terkena tembakan di bagian wajah saat meliput penyerbuan tentara Israel ke kamp pengungsi di Jenin pada Rabu, 11 Mei 2022. Wartawati berusia 51 tahun itu disebutkan sudah mematuhi prosedur peliputan perang, yaitu memakai rompi anti peluru bertuliskan “PRESS” dan mengenakan helm.

Tetapi segala prosedur tersebut menjadi tak berarti saat sebutir peluru menembus wajah Shireen, hingga menewaskannya. Banyak kalangan menilai, penembakan Shireen bukan sebuah ketidaksengajaan. Sangat mungkin ia sengaja dibidik sebagai target, mengingat hanya satu peluru yang mengena tepat di bagian tubuh Shireen yang terbuka, yaitu bagian wajahnya.(rkm)

BACA JUGA  Putin Keluarkan Dekrit, Orang Asing Bela Rusia di Ukraina Ditawarkan Kewarganegaraan

Tinggalkan Balasan