Hemmen
Berita  

Komnas HAM: Gubernur Sulteng akan Bentuk Tim Penyelesaian Konflik Parigi Moutong

Komnas HAM: Gubernur Sulteng akan Bentuk Tim Penyelesaian Konflik Parigi Moutong FOTO: (Dok. Detik)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –  Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sulawesi Tengah, Dedy Askari, mengatakan sudah menemui Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura, untuk membahas penolakan tambang emas di Parigi Moutong. Penolakan tersebut berujung pada aksi demo yang chaos dan mengakibatkan satu orang meninggal karena tertembak.

Dedy menjelaskan bahwa dalam pertemuan yang dilakukan beberapa hari yang lalu itu, Rusdy berencana akan membentuk tim penyelesaian konflik agraria khusus untuk Sulawesi Tengah.

Kemenkumham Bali

“Kami mengapresiasi respon Pak Gubernur di tengah gejolak baik dari masyarakat maupun para investor,” ujar dia, Rabu, 23 Februari 2022.

Dedy melanjutkan, Komnas HAM juga mengingatkan Rusdy agar pembentukan tim tersebut tidak berdasar pada terciptanya jaminan kepastian hukum terhadap investasi. Melainkan bagaimana dengan masuknya berbagai investasi di wilayahnya bisa juga memberi jaminan dan kepastian hukum pada masyarakat.

BACA JUGA  Puting Beliung Terjang Madiun, Belasan Rumah Warga Rusak

“Karena perlu dipastikan bahwa pemanfaatan ruang atas Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) oleh para investor dalam berinvestasi tidak merampas aset-aset produksi dan sumber penghidupan masyarakat,” kata  Dedy.

Menurut Dedy, hal itu menjadi penting karena berhubungan dengan perilaku atau praktik curang para pemilik modal. Dia mencontohkan beberapa kasus, seperti PT ANA yang dikecam karena merambah tanah masyarakat di Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara. Perusahaan tersebut diduga menggunakan izin lokasi pembebasan lahan yang ilegal.

“Dan masih banyak contoh lainnya, sampai dengan peristiwa tewasnya salah satu massa aksi dalam demo penolakan tambang emas di Parigi Moutong,” katanya lagi.

Seperti diketahui, sebagian warga dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Tinombo Selatan berunjuk rasa pada 7 Februari menuntut Gubernur Rusdy mencabut izin tambang PT Trio Kencana. Rusdy, melalui Tenaga Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan Antar Lembaga dan HAM, Ridha Saleh, berjanji untuk menemui massa aksi.

BACA JUGA  Munarman Divonis 3 Tahun Penjara Terkait Kasus Terorisme

Sehingga, massa kembali menggelar aksi pada 12 Februari, sejak pagi hingga malam hari. Tapi Rusdy tak kunjung datang dan massa pun memblokir jalan di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan. Warga pun dibubarkan paksa aparat sehingga terjadi penembakan ini yang menewaskan seorang massa aksi.

Menanggapi peristiwa itu, Gubernur Rusdy mengaku tidak memiliki wewenang untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT TK. “Saya tidak punya kewenangan untuk mencabut izin. Saya hanya mengusulkan sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan Kementerian ESDM,” ujar dia, pekan lalu.

Dia menyebutkan penerbitan IUP PT TK sudah dilaksanakan sejak tahun 2012 dan saat itu tidak ada penolakan. “Pada waktu kampanye aspirasi tentang IUP itu sudah ada, tapi ada masyarakat yang setuju, ada juga yang tidak,” katanya.

Terkait keinginan masyarakat untuk mencabut IUP itu, pemerintah disebutnya akan melakukan kajian pemberhentian IUP atau pengusulan penciutan luas area. Dia mengatakan bahwa pemerintah daerah tidak akan diam dan sudah mendengar keinginan masyarakat, serta akan mengirimkan surat ke pemerintah pusat.

BACA JUGA  Jokowi Resmikan Tol Binjai-Stabat

Selain itu, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy juga meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus penembakan terhadap aksi massa. “Soal itu kami percayakan kepada pihak kepolisan, saya menyampaikan turut berduka cita sedalam-dalamnya,” tutur Rusdy.

 

 

Tinggalkan Balasan