JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang dilayangkan oleh PT Profita Purilestari Indah (PT PPI). Dalam putusan dengan Register Perkara Nomor: 2 PK/TUN/2023 pada tanggal 17 April 2023, Ketua Majelis Dr. H. Sunarto, SH., MH., dengan anggota Dr. Cerah Bangun SH., MH., dan Dr. H. Yosran, SH., M.Hum., menyatakan bahwa PK perusahaan pengembang tersebut tidak dapat diterima.
Peter Wongsowidjojo, SH, selaku kuasa hukum Suherman Mihardja, SH, MH, mengungkapkan, dalam perkara tersebut, PT PPI sebelumnya melakukan gugatan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang dengan perkara Nomor: 40/G/PTUN.SRG tertanggal 12 Agustus 2018. Setelah gugatannya tidak dapat diterima, PT PPI banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta yang teregister perkara Nomor: 95/B/2021/PT.TUN.JKT.
“Langkah hukum PT PPI di PTTUN Jakarta kembali kandas, PT PPI kemudian mengajukan kasasi di MA. Namun, lagi-lagi ditolak. Dalam putusan Kasasi dengan Nomor: 66K/TUN/2022, MA menolak permohonan Kasasi PT PPI. Semua putusan hukum, baik di PTUN Serang, PTTUN Jakarta dan MA, menolak semua upaya hukum PT PPI. Semua putusannya menguatkan putusan PTUN Serang,” ujar Peter Wongsowidjojo, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (5/6/2023).
Peter menjelaskan, dalam gugatannya PT PPI meminta agar Kepala Kantor BPN Kota Tangerang untuk membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama kliennya, Suherman Mihardja SH., MH yang diterbitkan sejak tahun 1998. Padahal faktanya, tanah tersebut sudah dibeli oleh orang tuanya, yaitu (alm) Surya Mihardja dari Wijanto Halim pada tahun 1988 silam.
Kronologi
Peter menyatakan wajar bila semua langkah hukum PT PPI semuanya kandas. Pasalnya, dalam perkara kliennya dengan Wijanto Halim yang sudah berlangsung sejak 1990 baik secara pidana, praperadilan, PTUN serta perdata, semuanya sudah berkekuatan hukum tetap (inchracht) dan dimenangkan oleh kliennya Suherman Mihardja.
“Kemenangan di pihak kami, karena kami memiliki bukti dan fakta-fakta yang benar. Setelah semua perkara dengan Wijanto Halim tersebut selesai dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, tiba-tiba PT Profita melakukan gugatan di PTUN Serang untuk membatalkan SHM milik klien kami, sehingga atas gugatan tersebut kami melakukan intervensi sebagai pihak turut tergugat intervensi dikarenakan gugatan tersebut seakan mengada-ada, sangat aneh serta penuh dengan kebohongan dan kecurangan,” ungkap Peter.
Peter juga menjelaskan permasalahan dengan PT. PPI berawal pada sekitar tahun 2013. Perusahaan tersebut telah melakukan transaksi jual beli dengan Wijanto Halim atas beberapa bidang tanah yang terletak di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang seluas ± 59.823 M² dengan nilai Rp 11.964.800.000,- (sebelas miliar sembilan ratus enam puluh empat juta delapan ratus ribu rupiah).
“Wijanto Halim, selaku penjual dengan dokumen kepemilikan berupa girik-girik yang terdapat pada 23 Akta Jual Beli (AJB) tahun 1978 yang sebenarnya girik-girik tersebut sudah dilebur atau disatukan menjadi satu Girik C/Kohir Nomor: 2135 pada tahun 1981 atas nama Johanes Gunadi yang tercatat dalam Surat Kuasa No: 82 dan 83 tertanggal 23 Januari 1981 yang dibuat oleh Notaris Raden Muhamad Hendarmawan di Jakarta. Padahal girik dan surat kuasa tersebut telah digunakan dalam transaksi dengan orang tua klien kami Suherman Mihardja tahun 1988,” jelasnya.
“Transaksi antara Profita dengan Wijanto Halim kemudian ditindaklanjuti dengan pembuatan 23 Akta Pelepasan Hak pada tanggal 3 Oktober 2013 yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Yan Armin, SH., Notaris di Jakarta Utara,” sambung Peter.
PT PPI, lanjut Peter, mengaku baru mengetahui bidang tanah yang dibelinya tersebut telah terbit 9 SHM atas nama Suherman Mihardja sejak Juni 2020. PT PPI pun melakukan gugatan di PTUN Serang terhadap Kepala Kantor BPN Kota Tangerang untuk membatalkan sembilan sertifikat milik kliennya tersebut.
“PT Profita mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung mengaku sebagai pembeli beritikad baik. Ini kan luar biasa anehnya,” sebut Peter heran.
Padahal faktanya, kata Peter, Wijanto Halim juga pernah mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada tahun 2013 terhadap ahli waris (Alm) Surya Mihardja dan tahun 2017 mengajukan permohonan PK. Berdasarkan putusan Nomor: 481PK/PDT/2018 tanggal 30 Juli 2018, Mahkamah Agung menolak permohonan PK Wijanto Halim.
“Bagaimana mungkin Wijanto Halim dapat mengajukan gugatan hingga PK sejak 2013 hingga 2017, padahal Wijanto Halim sudah menjual tanahnya kepada PT Profita Puri Lestari sejak 2013?. Sesuai dengan bukti yang kami lampirkan dalam kontra memori PK dengan jelas PT Profita diduga melakukan kecurangan, kebohongan, dalam bertransaksi dengan Wijanto Halim,” katanya.
Bukti Menyesatkan
Peter membeberkan adanya bukti yang sangat menyesatkan. Di antaranya sebelum transaksi dengan Wijanto Halim, PT PPI sudah diberitahu oleh Wijanto Halim kalau tanah yang mau dibeli sedang bermasalah dengan Suherman Mihardja Cs. Namun, anehnya PT PPI tetap membeli tanah dengan harga murah, karena sedang bermasalah, dan menyuruh penjual (Wijanto Halim) melakukan gugatan perdata kepada ahli waris (Alm) Surya Mihardja dengan mencarikan penasihat hukum hingga membiayai semua biaya perkara sejak 2013 hingga 2017.
“Bahkan PT Profita menyuruh Wijanto Halim untuk tidak menceritakan transaksi jual beli dengan PT Profita kepada siapapun. Bukti fakta yang paling aneh adalah setelah gugatan perdata Wijanto Halim terhadap Suherman Mihardja kalah, PT Profita melaporkan penjual (Wijanto Halim ) dengan alasan tertipu atas transaksi jual beli tersebut di Polda Metro Jaya pada tanggal 16 Juni 2020, tetapi pada tanggal 14 September 2020 PT Profita malah melakukan gugatan di PTUN terhadap Kepala Kantor BPN Kota Tangerang untuk membatalkan sertifikat klien kami tersebut bukan menggugat Wijanto Halim untuk ganti rugi,” ujarnya kepada wartawan.
Peter pun menilai putusan MA yang telah menolak PK PT PPI sudah sangat tepat.
“Kami berterima kasih dan sangat mengapresiasi kepada Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung yang memeriksa dan memutuskan perkara tersebut,” ucap Peter mengapresiasi.(tim)