81. Di tengah maraknya fitnah dan nista terhadap Pak Harto di dalam negeri, turut memfitnah Pak Harto, Editor in Chief Time Asia, berita di halaman pada 18 Februari 1999. Isi berita: Ambisi Pak Harto untuk kembali jadi Presiden. Saya memberikan hak jawab, setelah mengkonfirmasikannya kepada Pak Harto. Pak Harto hanya menjawab: Bahwa berita itu sama sekali tidak benar.
82. Berita yang sangat mengganggu Pak Harto adalah berita majalah Time, terbitan edisi Asia tanggal 24 Mei 1999 Vol.153 No.20. Pak Harto dituduh mempunyai kerajaan business yang aduhai di luar negeri, dan pernah mentransfer sejumlah uang yang cukup besar dari Bank Swiss ke lain Bank di Austria.
83. Atas fitnah majalah Time tersebut, Pak Harto sendiri melaporkan fitnah Time kepada Kapolri Jenderal Roesmanhadi melalui suratnya tertanggal Jakarta, 2 Juni 1999. Untuk laporan Polisi itu kembali saya dan kawan-kawan mendampingi Pak Harto di Bareskrim Polri di Jalan Trunojoyo.
84. Bukan hanya dengan laporan Polisi, Pak Harto memprotes fitnah Time tersebut, Pak Harto pun melalui pengacara menggugat perdata melawan Time di Pengadilan. Dalam acara pembuktian di Pengadilan perdata, Time terbukti tidak dapat mengajukan “bukti-bukti” tuduhannya.
85. Mengenai fitnah aliran dana dari Swiss ke Austria bahkan Pak Harto pernah memberi surat kuasa terbuka kepada Bapak Jaksa Agung. Andi Ghalib dan Menteri Muladi, untuk ke Swiss, Austria melacak kebenaran berita “Time”. Berdua mereka pulang dengan tangan kosong.
86. Untuk imbangnya berita fitnah Times tersebut, selama 2 hari berturut-turut tim wartawan Time mewawancari saya di kantor saya di Jakarta.
87. Hasil investigasi Time terhadap saya dimuat Majalah Time tertanggal 24 Mei 1999, dengan judul: The Lawyer: “Not One Cent Abroad”. Keterangan saya dimuat lengkap dengan foto saya di kantor. (Jarang ada Pengacara Indonesia yang beritanya dimuat Majalah Time, satu halaman penuh).
88. Di tengah maraknya fitnah terhadap pak Harto, saya bertanya dalam hati, mana Harmoko yang dulu, sehari-hari kerjanya meng-agung-agungkan Pak Harto?. Yang sisa, yang setia yang menemani keseharian Pak Harto hanya Saadilah Mursyid, Ismail Saleh, Sudharmono, Bob Hasan, dan beberapa sahabat dekat lainnya.
89. Satu saat menjelang hari ulang tahun Pak Harto tanggal 8 Juni 2003, saya, Advokat kantor yang ingin berfoto bersama dengan Pak Harto, Indriyanto Seno Adji diterima di kediaman Bapak. Sambil duduk bersandar, kami diterima layaknya menerima anak-anak Pak Harto. Dalam rangka saya menyusun buku Perjalanan Peradilan Soeharto, saya bertanya: Bagaimana rasa Bapak menjelang usia ke 82 tahun.?” Dengan nada datar dan senyum khas Pak Harto, beliau menjawab: “Saya sudah menjadi orang yang tak berguna.”
90. Saya, Indriyanto Seno Adji, Juan Felix, dan semua asisten, terhenyuh mendengar ucapan Pak Harto yang mendeklarasikan dirinya sebagai orang tak berguna.
91. Untuk menetralisir suasana sedih, mendengar jawaban pak Harto, saya berkata: Bapak tetap akan dikenang sebagai pemimpin bangsa dan pemimpin dunia. Rakyat kecil akan selalu mencintai Bapak. Mereka pernah mengenyam kesejahteraan di bawah pimpinan Bapak.”
92. Sakit terakhir.
Tanggal 4 Januari 2008. Pak Harto kembali dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP). Pimpinan tim Dokter Djoko Rahardjo, hanya memberitakan, akan kembali memeriksa Pak Harto secara menyeluruh.
93. Selama saya jadi Pengacara Pak Harto, Pak Harto pantang dirawat di luar negeri, atau memakai jasa dokter-dokter asing. Kata beliau, siapa lagi yang harus mempercayai kemampuan dokter-dokter Indonesia, kalau bukan kita sendiri.

94. Selama sakit di RSPP saya teratur hadir di sana. Pagi sebelum ke kantor saya berada bersama keluarga. Malamnya sebelum pulang saya kembali singgah. Moerdiono sempat mengunjungi Pak Harto. Perdana Menteri Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura juga sempat saya lihat berkunjung ke RSPP. Saya tahu bahwa mereka berdua akrab.
95. Dua hari sebelum menghadap Allah Yang Maha Pengampun, saya masih sempat bermain golf dengan tim dokter Pak Harto. Tidak sampai selesai, karena Pak Harto gawat, dan mereka harus segera kembali ke RSPP.
96. Saya yakin, dalam masa kritis, Pak Harto yang mendalami kehidupan spiritual, dengan pesan “Jangan ada dendam” pasti telah siap menghadapi hari terakhir hidupnya. Pak Harto di saat saat itu telah memohon pertobatan kepada Sang Pencipta.
97. Sesuai dengan keyakinan saya sebagai pengikut Yesus, saya yakin bahwa dalam proses pertobatan Pak Harto, Allah Yang Maha Baik dan Maha Pengampun, telah mengampuni semua kesalahan kesalahan Pak Harto.
98. Isa Al Masih yang berkuasa di dunia dan akhirat telah membawa Pak Harto ke jalan yang lurus menuju surga.

99. Ke tempat peristirahatan terakhir, saya bersama para Jenderal ikut menghantarkan Pak Harto di Pemakaman Astana Giri Bangun. Dan ketika membela perkara di Pengadilan Karanganyar, saya bersama para advokat saya, selalu singgah berziarah ke makam Pak Harto dan Ibu Tien.
100. Akhir kata. Beristirahatlah dalam Damai Tuhan di Surga. Allah selalu memberikan damai sejahtera kepada Bapak, pemimpin tanpa dendam. (Pax Hominibus bonae voluntatis).
Demikianlah sedikit catatan saya, sebagai Advokat Pak Harto yang konsisten membela Pak Harto sampai hari ini. Dari saya.: Otto Cornelis Kaligis. Penghuni Lapas Sukamiskin, Blok Barat Atas Nomor 2, Bandung.(*)