Perlunya Izin Pembangunan Taman

izin taman
Dr Akhmad Arifin Hadi, SP, MA, Ketua Departemen Lanskap Fakultas Pertanian IPB University. Doktor lulusan Environmental Science and Landscape Architecture, Chiba University, Jepang. FOTO:HO-IPB University

Oleh: Dr Akhmad Arifin Hadi, SP, MA*

BOGOR-JABAR, SUDUTPANDANG.ID – Tanpa kita sadari, taman yang berada di sekitar kita bisa jadi kurang optimal dalam konservasi ekologi. Taman-taman di sekitar kita, bukan lagi hanya sebagai penambah keindahan namun juga memegang peran penting dalam keseimbangan ekologi, baik untuk kelestarian satwa dan vegetasi, kelestarian biologi tanah, penurunan suhu permukaan karena sinar matahari, konservasi air hujan dan kenyamanan manusia.

Ucapan Selamat Idul Fitri MAHASI

Suatu taman yang luas, alih-alih menjadi penyeimbang ekologi, justru bisa jadi pengganggu ekologi apabila lebih dominan elemen penutup tanah (ground cover) perkerasan ketimbang elemen taman alami. Pemilihan jenis ground cover, elemen taman, hingga penentuan pola desain taman sangat berpengaruh dalam upaya optimalisasi konservasi ekologi.

Elemen taman, menurut Norman K. Booth dalam bukunya berjudul Basic Elements of Landscape Architectural Design, terdiri atas landform, tanaman, bangunan, perkerasan, struktur, dan air. Elemen lanskap tersebut terpadu satu sama lain, dengan dipengaruhi oleh proses alami hujan, kelembaban udara, temperatur, sinar matahari, pelapukan dan lain sebagainya.

Elemen-elemen lanskap tersebut menjadi penutup permukaan taman yang berpengaruh pada kemampuan taman dalam konservasi air hujan.

Dalam kaitannya dengan aspek hidrologi yang saat ini sedang viral masalah banjir, suatu taman yang lebih dominan perkerasan ketimbang vegetasi alami tanaman, akan memiliki kemampuan konservasi air yang rendah dan tidak optimal dalam menahan laju run off air hujan. Tingginya laju dan debit run off air hujan menuju saluran drainase dan sungai mengakibatkan bencana banjir di bagian yang lebih hilir.

Perhatian Serius

Oleh karena pentingnya pemilihan dan penyusunan elemen taman yang tepat dan terawasi, maka menurut saya perlu kiranya pemerintah memberi perhatian lebih serius dalam pembangunan-pembangunan taman.

BACA JUGA  AWPI Kota Bekasi Gelar Muscab II 2024

Biasanya pengawasan pembangunan taman selama ini sudah menyatu dalam pengurusan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Namun apakah sistem pengawasan ini sudah optimal?

Saya rasa masih belum optimal karena taman sekarang merupakan infrasturktur yang kompleks dengan banyak ragam desain. Isi dari taman bukan lagi hanya terdiri atas komposisi tanaman saja.

Seringkali kita jumpai taman tersusun dari dominan perkerasan atau koefisien daerah hijau (KDH) yang rendah. Taman yang memiliki KDH rendah dan tidak diimbangi dengan sistem resapan air hujan berpengaruh pada kemampuan taman dalam mengurangi run off air hujan. Hal ini menyebabkan debit run off ke bagian hilir akan lebih tinggi sehingga bila terakumulasi di suatu tempat dengan elevasi yang rendah akan mengakibatkan banjir.

Selain pemilihan jenis ground cover yang kurang tepat, riwayat dari taman atau kondisi sebelum taman terbangun juga berpengaruh terhadap konservasi air hujan. Kondisi tanah yang terlalu padat, adanya bekas buangan puing, atau bahkan adanya limbah beracun berbahaya dapat juga menghambat konservasi ekologi.

Oleh sebab itu, perizinan pembangunan taman tidak bisa lagi menjadi bagian dari PBG, namun perlu ada perizinan sendiri yang lebih dalam mengawasi aspek-aspek terkait taman tersebut.

Dasar pemikiran lainnya adalah adalah banyaknya taman yang dibangun di kelerengan miring hingga curam, yang seharusnya berupa hutan namun menjadi taman yang minim tanaman berakar dalam sehingga struktur tanah menjadi kuat dan mengurangi run off air hujan.

Bahkan terkadang di taman-taman di kelerengan tersebut KDH-nya rendah sehingga kurang berkonstribusi dalam konservasi ekologi. Taman-taman seperti ini banyak kita jumpai di kawasan rekreasi dan wisata di perbukitan dan pegunungan, baik yang berdiri sendiri maupun bagian dari cafe, hotel, resort, restauran dan lain sebagainya.

BACA JUGA  Gunakan Sepeda Motor, Tri Adhianto Resmikan Pembangunan di Wilayah Bekasi Barat

Oleh sebab itu, taman dari area terbangun seperti ini perlu atensi yang lebih cermat dengan perangkat perizinan pembangunan taman yang cermat, yang bukan hanya bagian dari perizinan PBG. Ketidakmampuan taman di area miring hingga curam dalam konservasi ekologi akan mengakibatkan bencana banjir di kawasan yang lebih hilir maupun bencana longsor bagi lokasi itu sendiri.

Dasar pemikiran lainnya adalah karena banyak taman yang luas taman dan tidak melekat pada bangunan gedung atau di dalamnya tidak ada bangunan gedung. Taman bisa berdiri sendiri sebagai area servis dari bangunan-bangunan yang berjarak dari taman tersebut.

Contoh dari taman tersebut adalah alun-alun. Saat ini banyak alun-alun yang hilang karakter alun-alunnya dan berubah menjadi plaza, di mana plaza tersebut berisi perkerasan yang memiliki kemampuan konservasi ekologi yang rendah. Serangga yang biasanya terbang di sekitar rerumputan tidak bisa berhabitat di atas perkerasan.

Akibatnya sumber pakan burung tidak ada dan burung tidak lagi hadir di sekitar lingkungan kita. Hamparan rumput alami juga lebih baik dalam suhu permukaan bila dibandingkan dengan suhu permukaan di atas perkerasan atau plaza.

Bahkan dalam kondisi yang tidak perlu rumput sintetis pun, alun-alun malah ikut-ikutan trend menggunakan rumput sintetis. Bisa kita rasakan bagaimana alun-alun yang seharusnya menjadi infrastruktur hijau dalam menghadirkan suhu udara yang nyaman, berubah menjadi plaza yang justru mendorong terjadinya urban heat island.

Sayangnya perubahan karakter alun-alun yang dulu dominan hamparan rumput alami menjadi plaza modern ini malah menjadi trend. Setiap kabupaten kota berlomba untuk membuat taman yang indah dan modern menurut mereka namun lupa akan pentingnya fungsi konservasi ekologi alun-alun.

Lebih disayangkan lagi, tidak ada yang mengingatkan para pengambil keputusan di masing-masing kabupaten/kota mengenai dampak buruk dari hilangnya karakter alun-alun dan fungsi ekologisnya.

BACA JUGA  Rezim Apartheid Itu Masih Ada di Palestina

Oleh sebab itu saya merasa sangat perlu pemerintah mengatur izin pembangunan taman yang dipantau oleh ahli yang kompeten di bidang taman atau lanskap.

Namun demikian saya berhati-hati dalam mengusulkan opini ini. Saya tidak ingin kebebasan masyarakat Indonesia yang hobi membuat dan merawat taman menjadi terhalang.

Oleh sebab itu, di tulisan opini ini, taman yang dimaksud perlu diawasi adalah taman yang sifatnya non-privat rumah tinggal, yang bersifat terbuka bagi publik seperti taman publik dan rekreasi, atau yang berada di area kantor dan bisnis baik milik pemerintah maupun swasta, misalnya taman publik, taman dari villa, hotel, pabrik, bangunan untuk pelayanan publik, dan lain sebagainya.

Taman-taman tersebut yang perlu untuk izin mendirikan taman. Pembangunan taman di kawasan permukiman rumah tinggal yang tidak disewakan sebagai penginapan, tidak memerlukan izin pembangunan taman, agar budaya berkebun masyarakat Indonesia tetap terjaga.

Semoga opini ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam upaya pencegahan bencana atau dampak buruk sebagai akibat dari tutupan lahan dan tata ruang yang tidak tepat.

*Ketua Departemen Lanskap Fakultas Pertanian IPB University. Doktor lulusan Environmental Science and Landscape Architecture, Chiba University, Jepang