JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Bareskrim Polri telah menetapkan tersangka terkait kasus dugaan korupsi lahan di Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka sebanyak dua orang atas nama inisial S dan RHI.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, penetapan tersangka ini berdasarkan laporan polisi nomor LP 656/VI/2016 Bareskrim, tanggal 27 Juni 2016.
“Ini terkait dengan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah seluas 4,69 hektare di Kecamatan Cengkareng, untuk pembangunan rumah susun oleh Dinas Perumahan dan Dedung Pemerintah Daerah (DPGP) Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015,” kata Ramadhan kepada wartawan, Rabu (2/2/2022).
“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Dan atau Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” sambungnya.
Selain itu, dirinya menyebut, untuk barang bukti yang telah diamankan oleh penyidik yakni dokumen girik, dokumen persyaratan penerbitan SHM. Kemudian terkait tanah Cengkareng, 4 dokumen berkaitan dengan proses pengadaan tanah dan dokumen berkaitan dengan proses pembayaran tanah.
“Kemudian barbuk yang kedua berupa uang tunai yang pertama sebanyak Rp161 juta dari saudara MS, mantan Kasi Pemerintahan dan trantip, Kecamatan Cengkareng. Yang kedua Rp500 juta dari saudara J mantan Camat Cengkareng tahun 2011/2014, yang ketiga nilainya Rp790 juta dari saudara ME Camat Cengkareng tahun 2014/2016,” sebutnya.
Ia pun menjelaskan, terkait dengan kasus itu berawal dengan pelaksanaan pengadaan tanah seluas 4,69 hektare dan 1.100 meter persegi di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
“Untuk pembangunan rusun tahun anggaran 2015 dan thun anggaran 2016, dengan nilai pekerjaan sebesar Rp684 miliar, Rp510 juta, Rp250 ribu dengan rincian tahun anggaran 2015 sebesar Rp668 miliar, Rp510 juta, Rp250 ribu dengan tahun anggaran 2016 sebesar Rp16 miliar,” jelasnya.
“Yang objek tanahnya diduga sebagian atau seluruhnya dalam kondisi bermasalah dan atau sertifikat hak miliknya diduga hasil rekayasa, sehingga tidak dapat dikuasai, dimiliki dan dimanfaatkan sepenuhnya yang mengakibatkan kerugian keuangan negara,” sambungnya.
Jenderal bintang satu ini pun menegaskan, berdasarkan sejumlah fakta atas kasus tersebut disebutnya merupakan perbuatan melawan hukum. Hal itu karena bertentangan dengan ketentuan dan pedoman pengadaan tanah pemerintah.
“Sebagaimana diatur dalam UU no 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan Perpres no 40 tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres no 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,” tegasnya.
“Berikut dugaan adanya aliran penerimaan uang atau kick back dari pihak kuasa penjual kepada oknum pejabat pengadaan, dan pejabat lain terkait proses pengadaan tanah seluas 4,69 hektar dan 1.137 meter persegi di Kecamatan Cengkareng, Jakarta untuk pembangunan rumah susun tahun anggaran 2015 dan 2016 yang telah menguntungkan diri sendiri,” sambungnya.
Ia pun menduga, dalam kasus tersebut adanya kerugian keuangan negara, setelah dilakukan pembayaran atas pengadaan lahan di Cengkareng tersebut.
“Karena tanah atau lahan yang dibeli tidak dapat dikuasai, dimiliki dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh DPGP DKI Jakarta,” tutupnya.
Diketahui, Kasus pembelian lahan Cengkareng bermula dari saat badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan pembelian lahan sendiri yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta pada laporan hasil pemeriksaan (LHP) penggunaan anggaran Pemprov DKI tahun 2015.
Tanah itu dibeli Dinas Perumahan dengan harga Rp 648 miliar dari seorang perempuan bernama Toeti Sukarno. Singkat cerita, setelah transaksi dilakukan dan lahan tersebut menjadi milik DKI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan temuannya, lahan yang dibeli itu ternyata milik DKI di bawah kendali Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Lahan tersebut ternyata memiliki dua sertifikat sah dari Badan Pertahanan Nasional (BPN). Satu dimiliki secara perseorangan oleh seorang perempuan bernama Toeti Noeziar Soekarno, satu lagi dimiliki Dinas KKP.
Sengketa lahan itu pun membuat Toeti menggugat Dinas KKP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sengketa kepemilikan lahan antara DKPKP dan Toeti tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 4 Mei 2016.
Dalam poin gugatan itu, Toeti menyebut Pemprov DKI belum membayar lunas uang pembayaran sebesar Rp 648 miliar, dan masih kurang Rp 200 miliar. Toeti juga meminta agar catatan aset atas lahan Cengkareng dihapus.(red)