Hemmen

Program LH PBB Ingatkan Aksi Iklim Global Telah Gagal Hentikan Deforestasi

PBB
Lahan gambut yang terbakar di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. FOTO: HO-indonesia.un.org

NAIROBI-KENYA, SUDUTPANDANG.ID – Kegagalan dalam menerapkan upaya untuk menghentikan deforestasi sebagai inti dari respons aksi iklim global dapat memperlambat transisi menuju masa depan yang hijau, tangguh, dan sejahtera bagi umat manusia, demikian peringatan yang disampaikan Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) .

Dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis (13/6/2024) disebutkan  Pelaksana Tugas Direktur Divisi Iklim UNEP, Dechen Tsering dalam sebuah taklimat media yang dirilis oleh UNEP di Nairobi, Ibu Kota Kenya menyatakan UNEP mengamati bahwa banyak negara tidak dapat mencapai target 2030 untuk menghentikan deforestasi. Ini merupakan kondisi yang dapat memperburuk krisis iklim, kemiskinan, kelaparan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Kemenkumham Bali

UNEP menyampaikan itu dalam laporan terbarunya bertajuk “Meningkatkan Ambisi, Mempercepat Aksi: Menuju Peningkatan Komitmen Kontribusi Nasional untuk Hutan” (Raising Ambition, Accelerating Action: Towards Enhanced Nationally Determined Contributions for Forests) yang dirilis pada Senin (10/6).

BACA JUGA  Konferensi Umum Tetapkan Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi UNESCO

Dirilis menjelang pertemuan perubahan iklim global di Bonn, Jerman, laporan tersebut menyatakan bahwa target pengurangan gas rumah kaca yang diajukan oleh beberapa negara pada tahun 2017 hingga 2021 gagal mencapai tujuan ambisius dalam menghentikan dan memulihkan hilangnya hutan pada 2030.

Laporan itu menekankan bahwa hutan merupakan kunci dalam mengatur iklim, udara, dan kualitas air, menyerap gas-gas yang menyebabkan pemanasan Bumi, serta menjadi rumah bagi spesies penyerbuk, sementara perusakan hutan dapat mengancam agenda keberlanjutan global.

“Setelah target 2020 oleh para pemimpin dunia untuk mengurangi separuh hilangnya hutan tidak tercapai, kita harus memastikan bahwa target 2030 tidak mengalami nasib serupa,” kata Dechen Tsering.

BACA JUGA  Nasabah Korban Jiwasraya Penolak Restrukturisasi Akan Mengadu ke PBB

“Rencana aksi iklim, yang akan dilaksanakan pada 2025, harus memiliki tujuan yang ambisius, konsisten, terperinci, terarah, dan dapat ditindaklanjuti untuk konservasi, restorasi, dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan,” tambahnya.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa hutan memiliki potensi untuk berkontribusi terhadap sepertiga upaya pengurangan emisi gas rumah kaca global, seperti yang diuraikan dalam kesepakatan iklim Paris 2015.

Sejauh ini, hanya delapan dari 20 negara yang paling bertanggung jawab atas kerusakan hutan tropis telah mengintegrasikannya secara penuh ke dalam aksi iklim nasional mereka, yang juga dikenal sebagai Komitmen Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contributions), menurut laporan UNEP.

Menurut laporan tersebut, pendanaan yang berkelanjutan untuk konservasi hutan harus disertai dengan penyelarasan kebijakan iklim nasional dan legislasi guna mempercepat transisi hijau.

“Implementasi kebijakan yang mendorong praktik ekonomi berkelanjutan yang lebih luas, contohnya pendekatan bioekonomi, dapat membantu mendorong perubahan ekonomi jangka panjang, menyediakan lapangan kerja, dan menjaga hutan tetap utuh,” sebut laporan itu.

BACA JUGA  Tak Pantas Jadi Menag, Jokowi Diminta Berhentikan Gus Yaqut 

Laporan tersebut menambahkan bahwa menyediakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat adat dan lokal akan menjadi kunci dalam melestarikan hutan tropis dan meningkatkan kontribusinya terhadap ketahanan iklim. (Ant/02)